Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Hemm...." Dia bergumam diantara hening seolah bisa mendengar suara nafasnya sendiri. Dadanya terasa ringan dengan nafas menghentak bersama jantung yang terus memompa.
Matanya sedikit kesat, samar ia melihat langit-langit kamar bernuansa putih polos. Hana menggerakkan bibirnya yang terasa kaku, bahkan seluruh tubuhnya terasa pegal kini.
Beberapa kali ia menarik nafas sebelum akhirnya menyadari sesuatu.
"Maya?" ucapnya, matanya terbelalak lebar.
"Sammy!" gumamnya lagi, kini sedikit keras. Ia beranjak dari tidurnya, namun ketika selimut luruh ke bawah menimpa bagian perutnya, ia menyadari kalau saat ini dia tak memakai apapun.
"Aaaaghhhh..." dia menjerit, menarik lagi selimut hingga menggulung tubuhnya sangat rapat.
"Hana!"
Hana pun menoleh ke sebelah kanannya, dan semakin terkejut ketika melihat siapa yang tidur di sampingnya, kini duduk dengan mata merah dan wajah kusut.
"Adrian?" dia mengeratkan selimut yang membalut tubuhnya sambil menggeleng tak percaya.
"Kau sudah sadar." Adrian beranjak dari ranjang lalu bangun mengambil sesuatu tanpa memperdulikan Hana.
"Minumlah." titahnya memberikan sebotol minum air mineral yang sudah di buka.
Hana menggeleng, kini matanya berkaca-kaca lalu menangis.
"Kau harus minum, agar tubuhmu memiliki tenaga. Sejak kemarin kau hanya makan pagi, sekarang sudah pukul Dua dinihari." kata Adrian sambil melihat jam yang melingkar di tangannya.
"Tak!" tolak Hana, kini ia menangis semakin menjadi.
"Sudahlah, jangan menangis. Ini salahmu sendiri mengapa mudah sekali percaya kepada orang. Kalau saja tidak ada diriku, sudah pasti kau habis di makan pria brengsek itu." omel adrian, duduk disamping Hana dan memegangi botol air mineral tersebut, menyodorkannya di dekat bibir Hana.
"Hana ingin pulang." ucapnya, mengusap air matanya beberapa kali, dengan tangan yang bersembunyi di balik selimut.
"Tunggu setelah fajar." kata Adrian, ia menatap wajah Hana dari dekat. Tampak rambut lurusnya menutupi sebagian wajahnya yang basah. Tangan Adrian terulur menyibak rambut Hana.
Plak!
Hana menepisnya kasar, lalu mendorong Adrian sekuat tenaga.
"Ada apa dengan mu?"
"Masih tanye ke? Kau dah buat Hana tak memakai sehelai benangpun! Masih tak merasa bersalah walaupun sedikit? Kau_"
Hana mendorong Adrian lagi hingga pria itu terlentang di atas kasur, Hana duduk menatapnya penuh amarah.
Adrian tercengang, tangannya pasrah saja tak membalas serangan tak berarti dari tangan kecil Hana.
Tapi sejenak kemudian ia mengulum senyum. Memandangi hana yang masih emosi sambil menangis.
"Senang?" kesal Hana lagi, kini ia memukuli Adrian dengan tangan kecilnya.
"Maaf." ucap Adrian, singkat dan tak berarti tentunya. Membiarkan Hana terus menangis, lelah duduk lalu kembali tidur memunggungi Adrian seperti kepompong. Sementara Adrian sendiri hanya mengamati.
Tapi setelah beberapa saat Hana masih terus saja menangis. Adrian beranjak mengitari ranjang dan membujuk Hana.
"Hana, aku minta maaf. Aku tidak mungkin membiarkan mu basah kuyup dalam keadaan lapar dan juga mabuk. Tadi saja kau sempat demam, aku mengompres keningmu hingga aku tertidur."
Kini Hana berbalik, berguling menghadap ke arah lain memunggungi Adrian.
"Hana..." panggil Adrian lagi, duduk di samping Hana dan meraih bahunya. "Jangan menangis! Sebentar lagi seseorang akan mengantar pakaian dan juga makanan untuk kita." bujuk Adrian, namun Hana masih bersikeras tak mau menghadap dirinya.
Satu jam sudah, Hana masih saja terisak, sebentar berhenti lalu kembali terisak lagi. Lelah membujuk akhirnya Adrian tertidur di samping Hana.
"Dasar laki-laki tak betul! Die tidur di saat Hana bersedih setengah mati. Tak pikir ke, apa yang akan terjadi nanti." Hana semakin kesal. Melihat wajah Adrian begitu tenang dengan tarikan nafas teratur.
Tak lama kemudian, suara pintu kamar mereka di ketuk. Hana jadi panik sendiri, dia takut hal seperti kemarin terulang lagi, terlebih lagi Adrian sedang tidur.
"Macam mane ni?" Dia bingung sendiri, ingin berdiri pun tak mungkin dengan bergulung selimut kesana kemari. Takut seseorang yang datang adalah orang jahat.
Akhirnya, mau tak mau ia membangunkan Adrian. Mendorong bahu Adrian dengan tangannya.
"Hemm?" Adrian bangun, mengerjapkan matanya beberapa kali lalu tidur lagi.
"Bangun la!" kesal Hana.
"Oh, ada apa Sayang?" tanya Adrian menggeliat, membuka tangannya yang tadi bersidekap di dada.
Hana mendengus kesal. "Ade yang datang." jawab Hana.
"Mengapa tidak kau buka saja pintunya." enggan beranjak, dia masih berbaring memandangi Hana.
"Tak! Hana takut." jawabnya, membuat Adrian gemas melihat wajahnya di tekuk.
Adrian pun beranjak lalu membuka pintu kamar mereka. Kamar yang hanya berukuran 3x3 dengan kamar mandi di sudut. Adrian membawa Hana ke penginapan terdekat setelah kemarin kebingungan di vila. Ia takut hal tak diinginkan terjadi jika tetap di sana.
"Bersihkan dirimu, lalu kita makan." ucap Adrian, ternyata yang datang adalah seseorang yang diminta Adrian mengantarkan pakaian untuk Hana.
Hana bergeming, ia melengos kesal tak mau meraih bag paper yang di berikan Adrian.
"Ayolah! Jangan merajuk begitu. Apa artinya kau ingin kita mengulanginya lagi?" tanya Adrian dengan seringai anehnya, dia mendekatkan wajahnya hingga hampir bersentuhan. Tak disangka Hana terpaku dengan berbagai pikiran dan dugaan membuat jantungnya berdegup.
"Kau?" dia berkata pelan, sebutir air matanya kembali jatuh.
"Aku menginginkanmu Hana." Adrian mengecup bibirnya tanpa aba-aba, tak peduli tangan kecil Hana memberontak, mendorongnya.
"Hemph!" Hana merasa sesak karena Adrian begitu rakus, tak memberi sela untuk menarik nafas.
Cup, Adrian mengalihkan ciumannya, menggigit bahu Hana yang terbuka hingga meninggalkan bekas di sana. Kemudian memandangi Hana begitu dekat.
"Mandilah." titah Adrian, ia mengusap bibir Hana yang basah karena ulahnya.
Sedikit berpikir, menahan nafasnya yang sudah naik turun memburu, lalu meninggalkan hana keluar tanpa menoleh.
Tinggallah Hana terpaku sendiri, sejenak ia menyesali mengapa harus datang kesini. Andaikan saja ia mengabaikan tawaran Maya.
Teringat dengan Maya, ternyata kenal dan sempat bertetangga dengannya adalah sebuah kekeliruan. Dia sudah terlalu bodoh mempercayainya.
Hana menangis tergugu, mengingat bagaimana ia bertemu Sammy. Pria itu begitu brengsek ingin melecehkan dirinya.
Hana menyesali itu. Dia bersyukur terbebas dari Sammy, tapi malah melakukan kesalahan dengan Adrian.
Ia menarik nafas sedalam-dalamnya, tidak mau terus menangis dan tidak akan mengembalikan segalanya. Hana memutuskan untuk mandi , ingin segera pulang dan melupakan segala yang terjadi di sini.
Matahari mulai menampakkan cahayanya dari kejauhan, remang namun terasa indah karena penginapan yang Adrian sewa masih berada di puncak, namun posisinya lebih dekat dengan perkampungan.
Hana tak mau makan meskipun Adrian sudah membujuknya, bahkan menyuapinya.
Ia berdiri di undakan tangga menjurus ke samping, melihat sekitar begitu indah, hijau nan sejuk membuat tubuhnya sesekali merinding dingin.
Tanpa sadar ia memejamkan matanya sambil menghirup udara pagi yang membuat ujung hidungnya begitu dingin. Membayangkan bagaimana sebentar lagi matahari menyentuh tubuhnya, pastilah sangat indah dan hangat.
"Apa kau masih ingin di sini?"
Tiba-tiba sebuah suara terdengar begitu dekat, bahkan ketika menoleh ujung hidungnya yang runcing hampir menyentuh wajah Adrian.
"Tidak." jawab Hana, sadar kalau tempat ini sudah membuatnya merasa bersalah setengah mati.
"Jika kau suka kita akan menunggu matahari muncul dari sana." Adrian menunjuk perbukitan di hadapan mereka, dimana cahaya lebih terang, pertanda sang Surya mulai naik dari persembunyiannya. Satu tangan Adrian bertopang di ujung penyangga seperti memeluk Hana dari belakang.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..