Virginia menjual keperawanan yang berharga pada Vincent demi menyelamatkan nyawa adiknya yang saat ini sedang koma. Namun, Vincent yang sedang mengalami prahara dalam hubungannya dengan sang mantan istri, menggunakan Virginia untuk membalas dendam pada sang mantan istri.
Vincent dengan licik terus menambah hutang Virginia padanya sehingga anak itu patuh padanya. Namun Vincent punya alasan lain kenapa dia tetap mengungkung Virginia dalam pelukannya. Kehidupan keras Virginia dan rasa iba Vincent membuatnya melakukan itu.
Bahkan tanpa Vincent sadari, dia begitu terobsesi dengan Virginia padahal dia bertekat akan melepaskan Virginia begitu kehidupan Virgi membaik.
Melihat bagaimana Vincent bersikap begitu baik pada Virgi, Lana si mantan istri meradang, membuatnya melakukan apa saja agar keduanya berpisah. Vincent hanya milik Lana seorang. Dia bahkan rela melakukan apa saja demi Vincent.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mari Kita Bercerai
Usai Arfayuda tertangkap, Vincent bergegas ke kantor polisi dimana dia sengaja membiarkan Lana mendekam di sana beberapa waktu lamanya.
Begitu Vincent datang, Lana dibiarkan keluar oleh petugas, dan berbicara langsung dengan Vincent setelah selama dikurung, Vincent tidak mau bicara sama sekali dengannya.
"Apa Brie baik-baik saja, Vincent?" Lana terlihat khawatir, namun sama sekali tidak membuat Vincent mengubah keputusan awalnya terhadap Lana.
Justru dengan nada sarkas Vincent menjawab. "Tidak pernah sebaik ini selama satu tahun terakhir!"
Lana mengatupkan bibir, mengurung serangkaian kalimat kecemasan lainnya demi terlihat peduli.
Ia menundukkan kepala, menjatuhkan air mata yang memang sudah siap turun sejak tadi. Perasaannya campur aduk.
"Vincent, aku-aku—"
Vincent membiarkan Lana menangis, tanpa berniat menghiburnya sama sekali. Bahkan tanpa dilanjutkan pun, Vincent tau kata apa yang akan diucapkan Lana.
Lana menarik napas dalam lalu menegakkan kepala, membiarkan wajahnya yang kuyu dan sembab itu terlihat oleh Vincent.
"Vincent, aku sungguh menyesal! Setelah dipenjara, aku baru tau rasanya kesepian, aku baru tau rasanya kehilangan!" Lana mengatakan itu emosional. Dia yang semula tenang dan anggun berubah menjadi seseorang yang kacau.
Tangan Lana bergerak untuk meraih tangan Vincent yang berada di meja. Digenggamnya erat seakan menyakinkan bahwa dia sudah sungguh-sungguh berubah dan menyesali semuanya.
"Aku ingin memperbaiki semuanya, Vincent! Bersama kamu dan Brie! Tolong bebaskan aku, Vincent!"
Vincent menghela napas berat, lalu dengan gerakan pelan melepaskan genggaman, dan ganti menggenggam tangan Lana. Tidak ada yang memberitahu Lana soal tertangkapnya Arfayuda, seperti perintahnya.
"Lana, ke depan, kamu hanya bisa memutuskan satu diantara dua!" Vincent menatap Lana sungguh-sungguh. "Kamu hanya bisa bersama Brie saja atau tidak sama sekali. Ayo kita bercerai!"
Lana kaget. "Vincent, aku hanya ingin Brie memiliki keluarga yang utuh! Tidak apa kamu tidak lagi mencintai atau memiliki perasaan untukku, tapi kumohon kita tetap menjadi satu keluarga! Kita hidup bersama di rumah kita, Vincent!"
Lagi, Lana memohon hingga air mata berderai. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi meyakinkan Vincent soal penyesalannya.
"Lana, aku memberimu pilihan yang mudah!" Vincent melepaskan tangannya dari Lana. Membiarkan wanita itu semakin ketakutan. "Jika kamu tetap di penjara, maka kita tidak perlu bercerai."
Hati Lana mencelos. "Vincent—"
"Atau, kamu bebas, tapi kita harus bercerai! Kamu tetap bisa memiliki rumah itu dan Brie akan bersamamu! Kita besarkan Brie sama-sama."
Lana menatap Vincent sejenak. Ia tak percaya Vincent mengatakan hal ceroboh seperti itu. Brie tidak akan bisa lepas dari Vincent. Jadi bagaimana bisa Vincent meninggalkan rumah tanpa memikirkan Brie? Lalu kenapa Vincent membiarkan dirinya memiliki rumah itu? Apa dia sudah putus dengan pacarnya? Virginia anak yang polos tapi keras kepala. Pasti anak itu tidak mau menerima Vincent meski Vincent tidak bersalah.
Lana tersenyum dalam hati.
"Baiklah! Mari kita bercerai, Vincent!" Lana mengusap air matanya. "Aku tidak akan mengganggumu lagi!"
Vincent berdiri. "Aku akan mengurus perceraiannya, Lana! Kamu bisa bebas sekarang!"
Vincent berbalik dengan ekspresi dingin yang menjadi-jadi. Lana pasti tidak akan melepaskan semuanya dengan mudah, jadi dia memilih cara yang sangat mudah untuk memaksa Lana bercerai darinya.
Dan dia sudah menduga ini yang akan dipilih Lana.
...
"Brie!"
Brie sedang bersama nenek dan kakak dari Lana yang sudah beberapa waktu tinggal di rumah ini bersama Brie dan pengasuh.
Namun, dia tidak menemukan asisten rumah tangga yang lama, hanya ada asisten rumah tangga ibunya.
"Mama!" sambutan Brie tidak lagi menarik bagi Lana, justru dia lebih tertarik pada keadaan rumah ini yang terasa seperti tidak ada sentuhan dingin ala Vincent.
Lana menggedong Brie dan mencium anak itu sekadarnya, lalu beralih ke Ibunya yang terlihat bahagia.
"Ma, kemana asisten rumah tangga di sini? Kok itu Mbak Yati yang ada?"
Nungki—Ibu Lana—menoleh dan mengendik acuh tak acuh. "Dia pamit pulang, katanya keluarganya tidak ada yang ngurus!"
"Ma, titip Brie sebentar!" Lana menyerahkan Brie dan bergegas pergi ke kamar Vincent. Ia melihat meja kamar Vincent begitu bersih, lalu membuka seluruh lemari Vincent yang isinya telah lenyap.
Lana mendadak menyadari. Vincent yang memilih pergi, dan membiarkan dia memiliki tempat ini.
Lana jatuh bersama harapan yang ia pupuk hari ini. Mereka boleh bercerai, tapi mereka tetap hidup bersama demi Brie. Benar, Brie bisa bertemu Vincent dimana saja. Lalu Vincent tidak punya alasan untuk kembali.
Lana berdiri dan berlari ke garasi. Begitu ia masuk, yang tersisa hanyalah mobil sialan yang penuh kenangan buruk itu.
Lana jatuh dan menangis histeris. Semuanya sudah hancur sekarang. Vincent benar-benar membuangnya.