Selama tiga tahun menikah, Elena mencintai suaminya sepenuh hati, bahkan ketika dunia menuduhnya mandul.
Namun cinta tak cukup bagi seorang pria yang haus akan "keturunan".
Tanpa sepengetahuannya, suaminya diam-diam tidur dengan wanita lain dan berkata akan menikahinya tanpa mau menceraikan Elena.
Tapi takdir membawanya bertemu dengan Hans Morelli, seorang duda, CEO dengan satu anak laki-laki. Pertemuan yang seharusnya singkat, berubah menjadi titik balik hidup Elena. ketika bocah kecil itu memanggil Elena dengan sebutan;
"Mama."
Mampukah Elena lari dari suaminya dan menemukan takdir baru sebagai seorang ibu yang tidak bisa ia dapatkan saat bersama suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27. KELUARGA
Ketegangan di ambang pintu itu seketika berubah menjadi keterkejutan mendalam ketika Hans melihat siapa yang berdiri di sana, wajah yang selama ini tak pernah sekalipun ia bayangkan akan muncul dengan ekspresi semarah ini.
"Mom?" Hans hampir tak mengenali suaranya sendiri.
Wanita anggun berambut cokelat yang mulai memutih elegan itu, yang biasanya selalu tampak tenang, lembut, dan penuh wibawa, kali ini berdiri dengan wajah merah padam, rahang tegang, dan mata yang berkilat seperti petir siap menyambar.
Begitu Hans membuka pintu lebih lebar, ibunya langsung masuk tanpa permisi, langkahnya menghentak marah.
Roland dan Poppy membeku.
Elena terpaku.
Theo memeluk Elena lebih erat.
"Hans Morelli?!" seru Ariana, ibu Hans.
"Ada apa, Mom?" tanya Hans langsung, bingung.
Roland dan Poppy muncul untuk melihat siapa yang datang. Dan saat itu juga mereka terkejut melihat yang terjadi.
Sang ibu tidak menunggu sedetik pun.
PLAK! PLAK! PLAK!
Pukulan beruntun mendarat di lengan Hans seperti badai kecil yang dikemas dalam bentuk tangan seorang wanita yang sangat marah.
"Mom!" Hans mengeluh, menunduk menghindar. "Ow, ow, Mom dengar dulu-,
"Dengar apa? HAH?!" seru sang ibu marah. Sang ibu menunjuk Hans dengan telunjuk tajam. "Kau pikir aku ini buta dan tuli sampai tidak tahu rumor yang berkeliaran di perusahaan Morelli?!"
Roland menutup mulutnya menahan tawa.
Poppy membuka handphone-nya, pura-pura sibuk merekam tapi tidak berani benar-benar melakukannya.
"Mom, ada apa?" Hans mundur, tapi ibunya mengikuti seperti singa mengejar mangsa.
"Kau menikahi Elena," suara ibunya meninggi lagi, "... karena kontrak bisnis?! Kontrak? Kontrak apa, hah?! Kau pikir menikahi seseorang itu seperti menandatangani dokumen merger perusahaan?!"
"Mom," Hans mencoba mendekat.
Tapi PLAK! satu pukulan lagi mendarat di lengan Hans.
Kali ini Hans benar-benar merintih.
"Tuhan," Roland berbisik, menahan tawa. "Kapan lagi lihat Hans dipukul seperti bocah lima tahun?"
Poppy cepat-cepat memukul lengan Roland. "Berhenti! Tapi ... iya sih, lucu."
Lalu ia ikut menahan tawa.
"Bilang! Hans Morelli!" Ibu Hans menuntut. "Apa benar kau menikahi Elena demi bisnis? Karena kontrak? Karena alasan-alasan konyol itu?!"
Hans membuka mulut, namun terhenti.
Elena masuk bersama Theo di gendongannya.
Begitu melihat ibu Hans yang sedang memarahi Hans, Elena langsung membeku. Theo memeluk leher Elena makin kencang.
"Mom, ada apa?" tanya Elena.
Begitu mata ibu Hans melihat Elena, ekspresinya berubah seketika.
Seperti air panas yang tiba-tiba disiramkan es.
Marahnya padam.
Sorotnya melunak.
Ia langsung berbalik dan menghampiri Elena.
"Oh, Elena. Kemari, Sayang." Suara Ariana berubah menjadi lembut seketika.
Elena hanya mampu berkata pelan, "Mom? Ada apa? Kenapa memukili Hans?"
Sang ibu langsung memeluk Elena erat, begitu erat hingga Elena hampir kehilangan keseimbangan.
"Ya ampun, kasihan kau! Kau pasti stres! Pasti tertekan! Tuhan, kenapa kau sampai mau menikahi anakku yang satu itu kalau alasannya adalah kontrak?! Kenapa tidak bilang kalau dia memperlakukanmu begitu buruk?!" kata Ariana penuh afeksi.
"Mom-" Hans memprotes.
"AKU TIDAK SEDANG BICARA DENGAN KAMU! DIAM!" seru sang ibu.
Hans langsung menutup mulut.
Theo berkedip bingung. "Kenapa Grandma marah?"
Roland mendekatinya dan berbisik, "Karena Papa-mu nakal."
Theo menganga. "Papa nakal?"
"Tuh, suaramu jangan keras, Nanti Grandma mukul Papa lagi," bisik Roland.
Theo langsung menutup bibirnya, matanya membesar. Menggemaskan.
Elena memandang ke sekeliling, bingung, panik kecil. "Sebenarnya ... apa yang terjadi?"
Saat itulah suara berat dan tegas terdengar dari pintu yang masih setengah terbuka.
"Kalian ribut di sini? Aku dengar suara dari luar pagar." Ayah Hans masuk, bernapas sedikit berat seolah berlari kecil menuju rumah setelah mendengar suara istrinya tadi.
Begitu melihat istrinya yang hendak memukul Hans lagi, ia langsung menarik pinggang sang istri.
"Oke, oke, cukup. Kau mau mematahkan lengan anakmu sendiri?" kata Albert.
"Dia pantas!" seru sang ibu.
Hans mengangkat tangan. "Dad, tolong Mom diberi edukasi baru-"
"AKU TIDAK BUTUH EDUKASI!" seru Ariana.
PLAK! Satu pukulan lagi.
Roland langsung meledak tertawa, kali ini keras sekali.
"ROLAND!" Poppy memukul lengan Roland. "Tolong hormati Mom!"
"Bagaimana bisa? Ini terlalu lucu, lihatlah wajah kakak kita satu ini," tawa Roland.
"Roland," Hans menyipitkan mata. "Diam sebelum aku-"
"DIPUKULI MOM LAGI?" Roland menimpali dengan sangat cepat.
Hans langsung terdiam.
Ayah Hans menarik istrinya mundur sedikit. "Cukup dulu marahnya. Kita bicara di dalam."
"Tidak!" seru ibu Hans. "Aku tidak selesai! Aku ingin bicara tentang kontrak konyol itu! Aku ingin tahu apakah suami Elena ini-" ia menunjuk Hans dengan dramatis, "-menikahi Elena karena kontrak atau karena dia buta! Karena aku TIDAK AKAN membiarkan wanita baik seperti Elena diperlakukan anakku seperti aset perusahaan!"
"Mom," Elena mencoba menjelaskan. "Ini tidak seperti-"
"Sayang, kau diam dulu, ya. Tenang saja." Ibu Hans memeluk pipi Elena seperti memegang porselen halus. "Biarkan aku membelamu."
Elena bingung.
Poppy menarik napas dalam. "Sepertinya kita perlu duduk di ruang tengah dan jelaskan semuanya."
Ayah Hans mengangguk. "Setuju. Semua kumpul."
Ruang tengah Morelli berubah menjadi ruang sidang mini, minus palu hakim tapi plus seorang bocah balita dan dua dewasa yang menahan tawa.
Elena duduk di sofa, diapit Poppy dan ibu Hans yang memeluk lengan Elena sambil sesekali mengusap punggungnya penuh kasih seolah Elena baru saja selesai mengalami bencana besar.
Hans duduk di depan mereka, persis seperti murid bandel yang akan dimarahi guru BK.
Roland duduk di samping Hans tapi sedikit menjauh, takut ikut terseret dalam badai ibunya.
Theo naik ke pangkuan Roland, bertanya dengan suara mungil.
"Kenapa Papa dimarahi?" tanya Theo.
Roland menunduk, menjawab berbisik dramatis, "Karena Papa bohong sama Grandma."
Theo menganga. "Papa bohong?!"
"Ssst!" Roland menempelkan jari ke bibir Theo. "Ini rahasia negara."
Theo langsung terdiam seperti agen rahasia dalam misi super penting.
Ayah Hans duduk paling depan dengan tangan disilangkan. "Kita mulai. Hans, jelaskan tentang rumor kontrak pernikahan itu."
Hans menarik napas panjang. "Aku akan jelaskan semuanya dari awal. Dan tolong jangan potong dulu."
Ibu Hans menggerutu. "Tergantung isi penjelasanmu."
"Ariana," Ayah Hans memperingatkan.
Hans meluruskan duduk. Ia menatap Elena sejenak sebelum kembali menatap orang tuanya.
"Awalnya, benar. Aku menawarkan kontrak pernikahan kepada Elena," mulai Hans menjelaskan.
Elena mengangguk perlahan, membenarkan.
Ibu Hans langsung berdiri dengan cepat. "HAH! JADI BENAR-"
"Ariana," Ayah Hans menahan pundaknya. "Diam dulu."
"Karena aku ingin membantu keluarga Alvarez yang disudutkan oleh Wattson," lanjut Hans.
Ruang itu mulai hening.
"Dan ... karena Theo," kata Hans.
Theo mengangkat tangan. "Hadir!"
Hans tersenyum kecil. "Karena Theo butuh seorang ibu. Dan aku ingin Elena yang mengisinya. Theo sangat menyukainya dari awal."
Theo memeluk Roland makin erat. Wajahnya memerah bangga.
Ibu Hans masih tampak marah. "Tapi itu tetap saja kontrak!"
Hans mengangkat tangan. "Dan itu hanya alasan."
Semua orang menatapnya.
"Apa maksudmu?" tanya ayah Hans.
Hans menelan ludah. Lalu menghembuskan napas perlahan. Suaranya berubah lebih dalam. Lebih jujur.
"Kebenarannya ... aku sudah jatuh cinta pada Elena sejak masih kuliah," Hans mengaku.
Seluruh ruangan membeku satu detik.
Roland: mata membelalak.
Poppy: mulut menganga.
Elena: merah padam.
Theo: hanya menatap tak mengerti
Ayah Hans lalu tertawa.
Keras.
Renyah.
Tanpa menahan.
"AKHIRNYA!" serunya sambil menepuk paha. "Aku sampai lupa kalau anak sulungku ini punya kemampuan jatuh cinta! Ya Tuhan, Hans ... kukira kau tidak akan bertindak seperti manusia normal selama ini."
Roland akhirnya ikut tertawa keras. "ADEGAN APA INI?! Aku masih tidak percaya! Hans Morelli ... jatuh cinta? Sejak kuliah, oh Tuhan! Jadi itu alasan dia selalu mengganggu Elena selama ini."
Poppy memukul lengan Roland keras-keras. "Berhenti menertawakan kakakmu!"
"Itu lucu! Kapan lagi melihat Hans seperti ini?!" Roland hampir jatuh dari sofa.
Theo ikut tertawa tanpa tahu alasannya. "Papa jatuh cinta! Papa jatuh cinta!"
Hans menutup wajahnya dengan tangan. "Kenapa aku menjelaskan ini di depan kalian."
Ayah Hans menepuk pundaknya. "Karena kami perlu tahu, dan karena kau memang bodoh kalau tidak melakukannya."
Ibu Hans berdiri dan menghampiri Elena. Tanpa ragu ia memeluk menantunya itu erat sekali.
"Elena, kalau dia macam-macam," ia menunjuk Hans sambil mengancam, "Kau bilang ke Mama. Mama akan pukul dia sampai sadar."
Elena tersenyum canggung, pipinya memerah. Senang.
"Sebenarnya, Mom ... Hans memang suka menjailiku. Dia suka mengejekku," adu Elena berpura-pura dramatis.
Hans langsung menoleh. "Elena?!"
Ibu Hans menghela napas panjang, lalu ...
PLAK!
Memukul lengan Hans lagi.
"Mom!" Hans protes.
"Jangan menjahili istrimu!" seru Eleanor.
"APA SALAHNYA MENJAHILI ISTRI SENDIRI?!" ulang Hans sambil mengucek lengannya kesal.
"BANYAK SALAHNYA!" bentak ibunya.
Tapi kali ini, Hans malah tertawa.
Tertawa benar-benar.
Sampai matanya melunak dan bahunya turun santai.
Elena menatapnya diam-diam.
Untuk pertama kalinya sejak pernikahan mereka, dia melihat Hans benar-benar ... bahagia. Tertawa lepas yang tidak pernah Elena lihat selama ini.
Dan ketika mata mereka bertemu, entah bagaimana Elena merasakan dadanya menghangat.
Sangat hangat. Seolah Hans memberitahu 'Selamat datang dikelurgaku.'
kalo aku di depa Hans : Hans itu di gendong bukan malah dituntun woyyy, udah kesakitan itu paokkk, kapan sampe rumah sakit nya kalo di tuntun begitu, biar tambah bingung Hans nyaa 🤣🤣🤣
tenang Hans Raven dah berubah dah kena karma nya dia 😁
bab ini aku terhura 🥹
mirisnya hidup mu.