Di balik suami yang sibuk mencari nafkah, ada istri tak tahu diri yang justru asyik selingkuh dengan alasan kesepian—kurang perhatian.
Sementara di balik istri patuh, ada suami tak tahu diri yang asyik selingkuh, dan mendapat dukungan penuh keluarganya, hanya karena selingkuhannya kaya raya!
Berawal dari Akbar mengaku diPHK hingga tak bisa memberi uang sepeser pun. Namun, Akbar justru jadi makin rapi, necis, bahkan wangi. Alih-alih mencari kerja seperti pamitnya, Arini justru menemukan Akbar ngamar bareng Killa—wanita seksi, dan tak lain istri Ardhan, bos Arini!
“Enggak usah bingung apalagi buang-buang energi, Rin. Kalau mereka saja bisa selingkuh, kenapa kita enggak? Ayo, kamu selingkuh sama saya. Saya bersumpah akan memperlakukan kamu seperti ratu, biar suami kamu nangis darah!” ucap Ardhan kepada Arini. Mereka sama-sama menyaksikan perselingkuhan pasangan mereka.
“Kenapa hanya selingkuh? Kenapa Pak Ardhan enggak langsung nikahin saya saja?” balas Arini sangat serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Dituduh Selingkuh
Ternyata di rumah orang tua Arini, tidak hanya ada Marini, sang suami, dan juga ibu Yati selaku mama Arini. Sebab di sana juga ada Messi dan ibu Minah. Beberapa tetangga sengaja hadir untuk menjadi penengah. Karena layaknya kemarin, kedatangan ibu Minah dan Messi, masih untuk meng ha kimi Arini.
Ibu Minah begitu geregetan ketika akhirnya Arini datang. Lebih geregetan lagi lantaran kedatangan Arini yang hanya seorang diri, dalam penampilan sangat cantik dan juga necis. Pakaian maupun sandang yang Arini pakai, di mata ibu Minah maupun semuanya, tak hanya bagus. Karena semua itu juga tampak mahal.
Arini yang biasanya tampil natural karena pada kenyataannya memang tidak ada modal untuk dandan, juga jadi berdandan. Tak kalah mencolok, aroma tubuh Arini sangat wangi. Terlepas dari Arini yang sampai menenteng tas mungil elegan selaras dengan pakaian yang dipakai. Padahal biasanya, jika tidak apa-apa serba ditenteng tanpa kantong, paling banter Arini akan menenteng bawaannya menggunakan kantong kresek. Namun kini, gaya Arini mirip nyonya. Apa-apanya serba bagus sekaligus terlihat sangat mahal.
Setelah terbengong-bengong menatap Arini karena penampilan barunya, ibu Minah sengaja mengeluarkan palu dan goloknya. Keduanya ia keluarkan dari tas di pundak kanannya. Yang mana detik itu juga, tiga ibu-ibu selaku tetangga di sana langsung histeris.
“D—dasar ... d—dasar!” saking geregetannya, ibu Minah jadi tidak bisa berkata-kata. Ia gemetaran hebat karena terlalu emosi. Namun bisa ia pastikan, di pertemuan kali ini juga, ia akan mengha bi si Arini.
“Nih orang!” batin Arini benar-benar geram. Ia paham, mama mertuanya itu akan menghaj*arnya menggunakan pali dan golok yang baru dikeluarkan dari tas.
“Dasar l o n t e! Kamu yang selingkuh, anakku yang kamu penjarakan! Asal kamu tahu, Akbar berhak dapat wanita yang lebih baik dan tentunya lebih bermartabat ketimbang kamu! Akbar berhak menikah lagi, atau setidaknya selingkuh karena dia laki-laki! Sini kamu, sini lebih baik wanita seperti kamu mati saja. Dasar pembawa sia l! Balikin anakku, jangan kamu penjarakan dia! SINI!” teriak ibu Minah layaknya orang kesuru pan.
Palu ibu Minah sudah mengenai punggung kepala Arini. Karena meski Arini sudah buru-buru lari sekaligus menghindari, palu itu telanjur ibu Minah lemparkan.
“Ya ampun Ibu Minah. Kebangetan banget. Mau langsung se rang, takut sama-sama terluka. Maju saja apa ya? Tapi itu golok ja ga l sapi. Tajam banget itu!” batin Arini ketakutan dan terus berlari menuju jalanan yang masih berupa bebatuan bercampur tanah dan itu tidak rata. Jalanan yang juga akan menjadi licin jika sedang musim hujan.
“Huaaaaaahhhhhhh!!” teriak ibu-ibu yang kembali meminta pertolongan kepada siapa pun. Tentunya agar ibu Minah tak melakukan hal nekat kepada Arini yang sudah dikejar-kejar ibu Minah.
Ketika orang lain saja peduli, tidak dengan Marini.
“Mar, adikmu! Adikmu bisa mati kalau dibiarkan gitu,” ucap ibu Yati yang sekadar duduk saja, sudah tidak nyaman.
“Kalau aku sampai turun, malah aku yang mati, Bu! Sudah biarin saja. Salah Arini juga. Jelas-jelas alasan Akbar selingkuh karena Akbar enggak puas dengan Arini. Arini pasti punya banyak kekurangan, hingga Akbar memilih selingkuh. Sebagai orang tua sekaligus keluarga Arini, kita enggak boleh apa-apa serba bela, Bu. Ingat, Handoko jadi gitu karena Ibu dan Bapak terlalu memanjakannya!” tegas Marini yang juga sengaja memboyong ibu Yati masuk ke dalam rumah. Ia sengaja melakukannya, agar sang ibu yang memang kerap peduli dan masih akan serba membela Arini, tak ikut campur lagi.
“Mar, ... bojomu mana? Cari bojomu biar bantu Arini, Mar!” ibu Yati tetap ngeyel, tak mau masuk ke dalam rumah. Ia yang sudah berkeringat dingin, berakhir meringkuk di lantai setelah didorong Marini sekuat tenaga karena mencoba bertahan di pintu dengan berpegangan ke pintu.
“Ibu lagi enggak mikir banget. Tahu-tahu alasan Arini ke sini pasti buat menggoda suamiku. Ibu enggak lihat, Arini sampai dandan seheboh itu? Ibu seneng kalau aku sama suamiku ribut terus apalagi Arini terbiasa dibela suamiku hanya karena Arini juga terbiasa goda-goda suamiku?” ucap Marini sampai teriak-teriak. Air matanya berjatuhan, tapi bukan karena ia menyesali keputusannya yang sukses membuat mamanya sesak napas parah.
Alasan Marini menangis ketakutan murni karena ia takut sang suami direbut Arini.
“Mar, ... istighfar, Mar!” ucap dua ibu-ibu yang masih di sana. Keduanya yang tak lari mencari bantuan tetangga terdekat, berbondong-bondong membantu ibu Yati.
“Ngapain aku istrighfar, Bu. Dikiranya aku kesu rup an!” ucap Marini makin kesal saja.
“BERHENTI! Waras kamu kejar-kejar orang pakai golok gitu?!” teriak Ardhan yang sengaja memastikan setelah mengabaikan sambungan telepon di ponselnya.
Awalnya Ardhan tengah teleponan dengan karyawan. Ia sengaja mencari posisi yang banyak sinyal dan itu di bulak terakhir sebelum ke pemukiman yang berisi rumah orang tua Arini. Namun karena mendengar ribut-ribut, Ardhan sengaja memastikan. Ardhan langsung lari ketika tahu ada yang mengamuk dan justru Arini yang lari-lari dikejar.
“Pak, enggak usah, biar aku saja. Itu goloknya tajem banget, Pak. Biasanya buat j ag al kambing atau sapi. Karena alm. bapak Akbar kerjanya emang gitu!” panik Arini.
Padahal Arini sudah sengaja menghindari Ardhan. Agar pria itu tak terkena dampak ke gi laan ibu Minah. Namun, Ardhan tetap mengejar, mencoba melindunginya.
“Sudah, diem!” tegas Ardhan tak mau dibantah. Ia menatap marah Arini, kemudian berganti ke tas tangan yang Arini pegang erat menggunakan kedua tangan, di depan perut.
“Eh, Pak!” lirih Arini merengek ketika Ardhan mengambil tasnya. Ardhan berdalih akan menggunakan tas tersebut untuk mena bok ibu Minah.
“Jangan lah Pak. Sayang tasnya ... na j i s juga, tas sebagus itu harus berurusan apalagi bersentuhan dengan orang terlalu waras seperti mamanya Akbar!” tegas Arini masih berbicara lirih.
Detik itu juga Ardhan merasa buntu karena tak memiliki ide untuk menghentikan ibu Minah. Namun beberapa saat kemudian, ia mendadak punya ide. Kedua sepatu pantofel hitam miliknya ia lepas. Hingga kedua kakinya hanya memakai kaus kaki. Ia sengaja memakai itu untuk mena bok wajah ibu Minah sekuat tenaga.
Kebetulan, ibu Minah sudah sedang diam. Ibu Minah tengah terheran-heran mengawasi sosok Ardhan khususnya wajahnya. “Berasa kenal ...,” batin ibu Minah sebelum benar-benar pingsan. Hanta man yang Ardhan lakukan di wajahnya dan itu sekuat tenaga, teramat menyakitkan untuknya.
Walau semua tetangga yang berkumpul kompak berucap alhamdullilah atas terjatuhnya ibu Minah. Mereka juga kompak meminta Ardhan maupun Arini segera menghindari, jauh-jauh dari ibu Minah. Takut ibu Minah mendadak bangun kemudian ngamuk lagi.
Dengan segera, tangan kanan Ardhan mengantongi ponselnya. Jantungnya sudah lebih tenang, dan ia segera meraih tangan kiri Arini. Ia tak hanya menggandeng, tapi juga menuntun Arini dari sana.
“Aku enggak pernah menyangka akan ada di situasi seperti ini. Berhadapan dengan orang yang ke suru pan, bawa-bawa go lok tajam. Astaghfirullah ... membayangkannya saja, enggak!” ucap Ardhan segera mengamankan Arini.
Sambil melangkah, Ardhan mengawasi ibu Minah yang tengah diamankan warga. Khususnya golok yang sempat akan digunakan untuk melu kai Arini.
“Pria ini ... pria yang bersama, dan sampai menggandeng Arini setelah pasang badan melindungi Arini, Ardhan, kan?” batin Messi menolak percaya.
Tepat setelah Ardhan dan Arini lewat di depan Messi, Messi jatuh pingsan.
(Bismillah, ramaikan ya. Bab 20 itu buat penghitungan penilaian retensi. Kalau ada yang nyolot apa-apa serba retensi, itu pera turan di sini. Bukan aku yang bikin. Kalau gagal retensi akan dianggap karya tidak layak. Yang memang mengikuti penulis apalagi beneran mengikuti arahan dari aku pasti paham. Betapa kejamnya peraturan retensi. Sementara yang meru sak retensi cerita itu ya pembaca yang suka num puk bacaan atau bacanya skip hanya karena enggak sesuai yang dia cari. Pagi ini aku terkejut. Karena cek folo wer cerita ini sudah 160n. Ngeri, yang aktif hanya seratus. Gimana ini. Berasa enggak layak banget nulis di sini lagi. Padahal sudah susah payah melakukan yang terbaik. Bismillah ya. Tolong jangan meninggalkan komentar yang cuma kritik harus ini itu. Karena yang bikin peraturan beneran NT, bukan aku. Apesnya aku, aku ditempeli pembaca toxic terlalu banyak melebihi jumlah pembaca setiaku. Bismillah, masih banyak yang ingin aku tulis di cerita ini/🥲🤲🙏. Semoga yang belum lanjut baca segera lanjut biar retensi aman)