Menjadi ibu baru tidak lah mudah, kehamilan Yeni tidak ada masalah. Tetapi selamma kehamilan, dia terus mengalami tekanan fisik dan tekanan mental yang di sebabkan oleh mertua nya. Suami nya Ridwan selalu menuruti semua perkataan ibunya. Dia selalu mengagungkan ibunya. Dari awal sampai melahirkan dia seperti tak perduli akan istrinya. Dia selalu meminta Yeni agar bisa memahami ibunya. Yeni menuruti kemauan suaminya itu namun suatu masalah terjadi sehingga Yeni tak bisa lagi mentolerir semua campur tangan gan mertuanya.
Bagaimana akhir cerita ini? Apa yang akan yeni lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tina Mehna 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 25. CTMDKK
“Ibu jangan pikirkan Yeni ya bu. Pokoknya Yeni engga papa. Yeni engga mau Ibu sakit lagi bu..”
“Iya nduk..” Tangan lembutnya mengelus kepalaku. “Sidang pertama nya hari apa nduk?” tanya Ibu lagi.
“Hari Jumat bu.”
“Kamu mau datang?”
“Tidak tau bu, tapi ini sidang pertama. Walaupun tidak mengubah apapun, tapi Yeni Cuma mau ini cepat selesai bu.”
“Benar, Kalau begitu kamu datang saja di sidang pertama dan terakhir nya biar cepat di proses.”
“Iya bu.”
(Beberapa hari kemudian)
Beberapa hari terakhir aku membantu Bu Eem membuat catering kini aku membantu bapak untuk berjualan sayur di pasar. Aku tak tega melihat bapak banting tulang seorang diri untuk mencukupi kebutuhan rumah. Lagi pula aku juga menganggur. Jadi tak ada salahnya membantu orangtua.
“Yen, ayo berangkat.” Ajak bapak.
“Iya pak, ayo.”
Aku dan bapak pun berangkat menuju ke pasar.
“Eh Yeni, ikut dagang lagi Yen?” Ucap Bu kiki sesama penjual juga.
“Iya bu..”
Sesampainya di lapak bapak berjualan, Aku menata semua sayur-sayuran yang sudah kami bawa. Hingga beberapa jam kemudian, ku mengucap syukur karena dagangan hari ini hampir habis.
“Nduk, ayo udah beres-beres saja.”
“Iya pak.” Aku mulai membereskan semua sayur mayur yang tinggal sedikit itu.
Pada pukul 2 siang, kami pun pulang dengan berjalan kaki juga.
“Yen, besok engga usah ikut bapak lagi ya engga papa Yen. Bapak takut kamu kelelahan nduk.”
“Bapak jangan ngomong begitu pak. Yeni engga apa kok.”
“Ya sudah, kalau begitu besok bapak saja yang ke pasar. Kamu siapkan saja sayuran nya ya, kamu tunggu Ibu sama Reza di rumah.”
“Kok begitu pak? Kan Yeni mau ikut jualan juga.”
“Iya, maksud bapak kan gantian saja gitu besok bapak, besoknya kamu boleh ikut. Jadi kamu ada waktu istirahat gitu. Jangan ngeyel Yen. Begitu saja ya?”
“Iya sudah pak. Begitu saja boleh.”
(Malam hari nya)
“Astaga, Lelah sekali..” Gumam ku sambil menggerakkan pinggang ku ke kiri dan ke kanan.
Lalu ku merebahkan tubuhku di kasur tepat samping anakku Reza sambil menepuk pelan tubuh kecilnya itu. Karena hal itu, lama kelamaan membuat mataku terpejam. Namun pada tengah malam, aku terbangun karena Reza yang menangis.
“Cup cup cup sayang, aduh duh. Ternyata Reza bab ya? Cup cup cup sayang, mama ganti dulu ya pampers nya.” Ucapku langsung mengambil pampers baru dan menenangkan anakku.
Setelah di ganti, Anakku menjadi sedikit tenang namun dia tidak langsung tertidur begitu saja. Dia bermain-main dengan jemari nya. Karena itu, aku juga tak mungkin langsung tidur lebih dulu. Aku pun mengambil ponselku untuk menonton youtube sebagai hiburan.
“Apa sayang? Anteng sekali. mainan jari aja anteng. Besok kalau mama udah punya uang banyak, mama belikan mainan yang banyak ya sayang. Uuu lucu sekali anak mama. Mama sambil nonton ya.” Ucapku gemas pada putraku.
Sedang asik menonton, ku teralihkan pada notifikasi yang berada paling bawah.
“Nomer siapa ini?” Ucapku lalu ku klik itu.
“Besok kamu jangan datang ke pengadilan. Aku tidak mau kamu mempersulit perceraian ini. Awas saja kalau kamu muncul besok. Anak mu akan aku bawa.” Isi pesan dari nomer asing itu.
“Mas Ridwan?” gumam ku. Setelah melihat itu, aku jadi bimbang antara ingin datang atau tidak. Namun kalau aku datang, Reza akan di bawa oleh dia? Karena ketakutan itu, aku pun lebih memutuskan untuk tidak menghadiri persidangan besok.
(Keesokan harinya)
Setelah bapak pergi ke pasar, aku lebih memilih untuk beberes rumah dan menyibukkan diri membuat berbagai macam kue untuk kami makan sendiri sekeluarga. Entah kenapa aku sangat ingin memakan jajanan pasar yang dari kemarin aku inginkan. Dengan memanfaatkan pisang, tepung, serta bahan-bahan kue yang ku lihat beberapa bulan lagi kadaluarsa, Aku pun membuat semua kue-kue dari bahan itu. Aku menyibukkan diri selain karena masih takut akan pesan mas Ridwan semalam, aku juga sedikit bingung akan melakukan apa setelah pekerjaan rumah beres.
“Loh Yen? Kamu katanya hari ini sidang pertama? Kenapa kamu malah sibuk di dapur?” Tanya Ibu yang baru keluar dari kamar mandi.
“Hemm, Yeni berubah pikiran bu. Yeni engga jadi hadir saja biar semuanya cepat selesai.”
“Kok gitu? Kata nya mau hadir sekarang. Kayaknya kalau sidang pertama penting tidak sih?”
“Yeni juga engga tau bu. Tapi Yeni rasa semua sidang itu penting. Sudah bu, yang penting kan Yeni bisa cepat lepas dari mas Ridwan.”
“Ya sudah lah ya. Tapi kamu jangan sampai lupa ya surat cerai nya. Dulu Ibu pernah di kasih tau Bu Syifa katanya anaknya susah engga bisa nikah lagi karena dulu surat cerai nya ada di mantan istrinya terus mantan istrinya engga tau dimana sekarang.”
“Iya bu. Lagipula Yeni engga nikah lagi kok bu.”
“Loh kok gitu nduk? Jangan begitu, kamu ini masih muda. Siapa tau ada yang tertarik terus menerima kamu apa adanya.”
“Ya kalau ada bu. Yang penting kan Reza bu.” Ucapku sembari tersenyum.
“Ibu doakan ya nduk. Pasti ada kok,”
“Aamin bu.”
“Eh ini kue apa?” tanya ibu lalu mencicipi nya. “Emmm, enak sekali. ini lembut sekali nduk.” Ucap ibu setelah mencicipi kue yang ku buat.
“Iya bu, Ini buat camilan kita saja bun anti sore-sore kan enak. Oh ya bu, Salma juga kan pulang nanti sore pasti dia seneng kan pulang-pulang ada makanan banyak.”
“Oh iya nduk, ya nanti jadwal Salma pulang. Ya sudah sini Ibu bantu.”
Detik demi detik, jam demi jam berlalu. Aku dan Ibu sibuk di dapur dan sesekali ku pergi ke kamar ku untuk melihat Reza yang beberapa kali menangis. Tak terasa waktu menunjukan pukul 12 siang.
“Nduk, Ibu bagi kue yang kamu buat ya ke bu Eem? Hitung-hitung mempererat persaudaraan.” Tanya ibu padaku yang sedang menenangkan Reza.
“Oh iya bu. Kasih saja masing-masing 3 kue bu jadi satu piring.”
“Iya.” Jawab ibuku lalu kembali lagi ke dapur lalu ku lihat dia berjalan melewati kamar ku dengan membawa sepiring kue.
Reza cukup tenang hingga tertidur di pangkuan ku lalu dengan hati-hati aku rebahkan dia di kasur. Ku kelilingi dia dengan bantal bayi. Setelah itu aku kembali ke dapur untuk menyelesaikan apa yang ku kerjakan.
“Akhirnya selesai juga.” Ucapku sambil menunggu kue terakhir matang yang di kukus atau di panggang.
“Sudah selesai nduk?” tanya Ibu yang masih mengenakan mukena.
“Sudah bu, tinggal satu dan satu Loyang saja.”
“Ya sudah biar ibu saja yang tunggu. Kamu jangan lupa sholat dhuhur, mumpung masih jam 2 ini.”
“Iya bu, Yeni titip bentar ya bu.”
“Iya.”
Ku tinggal itu sebentar, selesai ku sholat dari pintu depan terdengar suara ketukan pintu dan panggilan nama ibu.
“Bu, itu kayaknya ada bu Eem yang panggil ibu.” Ucapku padanya.
“Oh ya? coba Ibu temui dia ya. Itu yang kukus sudah mau matang.”
“Iya bu.”
Sedang ku mengecek kue-kue itu, tiba-tiba saja Bu Eem dan ibu masuk ke dapur juga.
“Bikin kue banyak banget Yen?” Ucap Bu Eem.
“Eh bu Eem. Iya bu, mumpung bahan kue nya belum kadaluarsa nih.” Jawabku ramah.
“Ini semua yang buat Yeni loh bu.”
“Wah, saya percaya nih kalau Yeni yang buat. Kamu ini engga bilang saya Yen kalau pinter bikin kue.”
“Ah bu, Yeni engga pinter amat bu. Orang ini aja Yeni ikuti resep dari youtube.” Jawabku merendah.
“Walaupun ngikutin Youtube pun hasilnya pasti beda yen. Beda tangan beda hasil kan? Saya pernah bikin kue ini ngikutin di youtube juga tapi malah gagal dan engga enak. Semua adonan nya berakhir jadi pakan ayam.”
“Mungkin ada langkah buatnya yang ke skip bu.”
“Engga, saya sudah ikuti tuh semua langkah nya tetap saja gagal. Aduh memang saya engga bakan bikin kue. Kamu kenapa engga jual kue Yen? Ini semua kue buatan kamu enak banget loh. Lumayan kan buat mata pencaharian kamu. Kalau bantu catering saya ya engga tiap hari Yen. Itu si Reza juga kan butuh susu formula kan?”
“Butuh si bu. Tapi bu, Yeni engga bakat dagang bu.”
“Kan, Yeni.. Dagang itu bukan bakat. Begini nih, gimana kalau kamu jual dulu kue saja sama bapak mu Yen di pasar kan rame. Kalau enggak, kamu jualan depan rumah pasti laku kok. Apalagi ibu-ibu sini kalau pagi kan pada cari camilan pagi-pagi kan? Selain itu kita juga bisa Kerjasama Yen. Saya bikin catering nya kamu bikin snack nya. Gitu.”
“Nah itu yen. Ide bu Eem bagus juga itu.” Ucap Ibu setuju.
“Iya kan bu Wina? Yeni kan tangan nya berbakat buat kue jadi harus di manfaatkan dong.” Sahut Bu Eem lagi.
“Ah Bu, sepertinya tidak akan semudah itu. Kalau bikin kue kan harus butuh modal gede bu. Yeni engga ada modal bu. Ini kan semua bahan nya cuma ngabisin aja.”
“Kan ada pinjaman bank Yen. Saya aja pinjam ke bank buat modal beli semua peralatan catering nya.”
“Iya sih bu. Tapi Yeni engga mau ada hutang.” Ucapku.
“Yen, kalau modal yang bikin kamu bingung. Jual saja perhiasan ibu yen buat modal kamu usaha. Entah kenapa Ibu yakin kamu bisa maju dengan usaha ini.” ucap ibu.
“Jangan bu, jangan begitu. Itu kan perhiasan Ibu, jangan. Bu Eem, terimakasih buat saran sama ide bu itu, Yeni juga mau maju tapi Ini keputusan jangka panjang kalau Yeni sampai pinjam ke bank.”
“Ya sudah Yen kamu pikir-pikir dulu saja. nanti kalau kamu berubah pikiran dan mau pinjam ke bank, ke rumah saya ya? Nanti saya bantu, Ponakan saya ada yang kerja di bank jadi cukup membantu cepat acc nya. Oh ya kalau benar juga nanti sekalian bahas saja Kerjasama kita ya yen?”
“Iya bu.”
Setelah selesai percakapan itu, Bu Eem pun pulang dengan membawa lagi kue yang ku buat. Aku sempat berfikir semua ide bu Eem sangat bagus namun ku harus pikirkan matang-matang semua itu.
(Sore harinya)
Aku, Ibu dan bapak sedang mengobrol di depan televisi sembari menyantap kue yang ku buat dari pagi.
“Enak sekali. manis nya pas, engga bikin gigi bapak ngilu.” Ucap bapak setelah makan itu.
“Makan pak, Yeni memang buatnya engga terlalu manis kok. Karena kue ini engga terlalu enak kalau manis kan?”
Sedang berbicara begitu, ibu mulai membicarakan mengenai ide bu Eem tadi pada bapak.
“Oh, Benar juga bu. Nduk, kalau kamu mau bapak juga bisa menjualkan kue-kue kamu ke pasar nduk. Ini bukan berarti bapak menyuruh kamu bekerja ya nduk. Tapi kalau kamu bersungguh-sungguh ingin jualan pasti bapak dukung dan bantu.”
“Yeni masih mikir-mikir pak.”
“Kalau modal perhiasan ibu jual saja nduk. Kalau modal nya masih kurang, ibu bisa ajukan pinjaman nduk pakai nama ibu.”
“Jangan bu jangan. Yeni tidak mau ibu ada hutang juga bu. Coba yeni masih pikir-pikir saja dulu bu.”
“Yo wes bu. Biarkan Yeni ambil keputusan dulu. Jangan di paksa. Lagi pula Yeni kan ada Reza yang masih butuh Yeni. Biarkan dia pikir matang-matang.” Ucap bapak kepada Ibu.
Setelah cukup lama mengobrol, Bu Eem pun pamit pulang ke rumah nya.
Tiba-tiba,
“Assalamualaikum,” Aku, Ibu dan bapak menoleh ke arah pintu.
“Waalaikumsalam. Salma, sini nduk sini duduk dulu istirahat.”
"Kamu sudah sampai nduk?"
"Iya Bu.." Jawab adikku.
Adikku masuk dan tak lupa bersalaman pada kami semua.
“Salma taruh tas dulu ke kamar pak, bu, mba.”
“Iya sudah.”
Setelah itu, kami pun duduk bersama dan bercengkrama di sore itu. Sampai di malam harinya, seperti biasa sebelum tidur aku menonton lagi resep-resep kue dan lainnya.
Tiba—tiba saja, aku teringat akan semua perhiasan milikku. Ku langsung bangun dan mencari nya di dalam lemari.
“Oh iya ada ini.” Ku pegang ada 2 kalung, 1 gelang dan cincin di dalam kotak itu selain itu ada juga anting-anting lama ku. “Kalau di jual dapat berapa ya? Tapi, kenapa aku agak ragu menjualnya?” Karena keraguan itu, ku tutup lagi kotak itu dan kembali ke posisi semula.
Bersambung ..
Terus semangat berkarya
Jangan lupa mampir ya 💜