Bayangkan terbangun dan mendapati dirimu dalam tubuh yang bukan milikmu. Itulah yang terjadi padaku setiap kali matahari terbit. Dan kali ini, aku terperangkap dalam tubuh seorang pria asing bernama Arya Pradipta. Tidak ada petunjuk tentang bagaimana aku bisa ada di sini, atau apakah ini hanya sementara. Hanya ada kebingungan, ketakutan, dan kebutuhan untuk berpura-pura menjalani hidup sebagai seseorang yang tak kukenali.
Namun, Arya bukan orang biasa. Setiap hari aku menggali lebih dalam kehidupannya, menemui teka-teki yang membuat kisah ini semakin rumit. Dari panggilan misterius, kenangan yang menghantui, hingga hubungan Arya dengan seorang gadis yang menyimpan rahasia. Di setiap sudut hidup Arya, aku merasakan ada sesuatu yang menunggu untuk ditemukan, sesuatu yang lebih besar dari sekadar tubuh yang kumiliki sementara.
Dalam perjalanan ini, aku menyadari bahwa kehadiranku dalam tubuh Arya bukanlah kebetulan. Ada kekuatan yang menyeret
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rendy Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13: Pilihan yang Mengubah Segalanya
Setelah pertemuan dengan ayah kandungnya, Arya merasa kehidupannya mulai menemukan arah yang lebih jelas. Namun, seperti halnya proses pemulihan, jalan ini tidak selalu mulus. Meski hatinya sedikit lebih tenang, ia kini berhadapan dengan dilema-dilema baru. Pertemuan dengan ayah kandungnya membuka pintu bagi hubungan yang selama ini hilang, tapi di sisi lain, ia merasa takut mengkhianati ayah yang telah membesarkannya dengan kasih sayang selama ini. Ini bukanlah perasaan yang mudah untuk diselesaikan.
Hari-hari Arya penuh dengan pemikiran dan pergolakan batin. Ia merasa ada dua dunia di dalam dirinya yang saling tarik-menarik, dunia masa lalu yang penuh dengan rahasia dan dunia sekarang yang telah memberi tempat dan kedamaian baginya. Keputusan untuk mengenal ayah kandungnya lebih dalam datang dengan harga yang tidak mudah. Arya mulai merasakan bahwa ada batas-batas baru dalam hubungannya dengan ayah angkatnya.
Aku mendampingi Arya dengan sabar, mendengarkan setiap curahan hatinya dan mencoba memberikan dukungan sebaik yang bisa aku lakukan. Kadang-kadang, di antara percakapan kami, aku melihatnya menatap jauh ke kejauhan, seolah-olah mencari jawaban dari sesuatu yang tak terlihat.
---
Beberapa minggu kemudian, Arya menerima undangan dari ayah kandungnya untuk menghabiskan akhir pekan bersama. Pria itu ingin menunjukkan kepadanya lebih banyak tentang masa lalu, ingin memperkenalkan Arya kepada keluarga besarnya. Arya tampak ragu, namun keinginan untuk lebih dekat dengan akar dirinya sendiri mendorongnya untuk menerima undangan tersebut.
"Aku tidak tahu bagaimana harus bersikap," ujar Arya suatu sore ketika kami sedang duduk di taman. "Bagaimana jika mereka tidak menerimaku? Bagaimana jika aku malah merasa lebih terasing daripada sebelumnya?"
Aku menggenggam tangannya, mencoba memberikan ketenangan. "Arya, kamu pergi bukan untuk diterima atau ditolak. Kamu pergi untuk mengenal mereka, dan lebih penting lagi, untuk mengenal dirimu sendiri. Apa pun yang terjadi, kamu selalu memiliki keluarga yang mencintaimu dan teman yang mendukungmu."
Ia tersenyum tipis, meski aku bisa melihat keraguan di matanya masih ada. Perjalanan ini memang bukan sesuatu yang mudah bagi Arya, namun aku tahu ia memiliki keberanian yang cukup besar untuk menghadapinya.
---
Di hari yang telah ditentukan, Arya berangkat untuk bertemu keluarga ayah kandungnya. Aku tidak ikut serta, membiarkan Arya menjalani momen ini sendiri. Meski berat, aku tahu ini adalah bagian penting dari perjalanan batinnya, dan ia membutuhkan ruang untuk merenungkan setiap perasaannya tanpa distraksi dari orang lain.
Sepulangnya dari pertemuan itu, Arya tampak lelah, namun ada sorot baru di matanya. Ia menceritakan bagaimana ia disambut dengan hangat oleh keluarga ayah kandungnya, meski ada beberapa anggota keluarga yang tampak kaku. Mereka mengajaknya mengunjungi rumah masa kecilnya, dan ayah kandungnya bercerita banyak tentang ibunya, kenangan yang dulu tak pernah Arya ketahui.
"Rasanya seperti melihat bagian dari diriku yang selama ini hilang," katanya pelan. "Aku merasa, untuk pertama kalinya, aku bisa melihat bayangan ibuku yang selama ini hanya ada dalam foto-foto."
Aku tersenyum, senang melihat Arya mulai menerima potongan-potongan masa lalunya. Namun, di balik semua itu, aku tahu Arya masih memiliki kekhawatiran besar—hubungan yang kini mulai berubah dengan ayah angkatnya. Ia khawatir jika kebersamaan dengan ayah kandungnya bisa menyakiti perasaan ayah angkatnya.
---
Beberapa hari setelah pertemuan itu, Arya memutuskan untuk berbicara secara terbuka dengan ayah angkatnya. Ia tahu bahwa ini adalah langkah penting yang harus ia ambil, meskipun penuh risiko.
Di suatu malam, Arya duduk bersama ayah angkatnya di ruang tamu mereka. Dengan hati-hati, ia menceritakan semuanya: perasaannya, pergolakan batinnya, serta keinginannya untuk mengenal ayah kandungnya lebih dekat.
"Pak, aku tahu ini mungkin sulit untuk dimengerti, tapi aku merasa harus melakukan ini untuk diriku sendiri," ujar Arya dengan suara pelan namun tegas. "Bukan berarti aku kurang mencintaimu atau tidak menghargai semua yang telah kau lakukan. Aku hanya... aku hanya ingin memahami siapa diriku sebenarnya."
Ayah angkatnya terdiam sejenak, wajahnya penuh dengan berbagai emosi. Setelah beberapa saat, ia menghela napas panjang dan menggenggam tangan Arya dengan lembut.
"Aku mengerti, Arya," jawabnya. "Aku tahu ini bukan hal yang mudah bagimu, dan aku bangga karena kamu memiliki keberanian untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam hidupmu. Apa pun yang terjadi, aku ingin kamu tahu bahwa kamu akan selalu menjadi anakku."
Kata-kata itu, meski sederhana, membawa kedamaian bagi Arya. Ia merasa beban yang selama ini menghimpit dadanya perlahan mulai terangkat. Ia bisa melihat ketulusan dalam sorot mata ayah angkatnya, dan ia tahu bahwa hubungan mereka, meskipun mungkin berubah, akan tetap kuat.
---
Hari-hari berlalu, dan Arya mulai menyeimbangkan hubungan antara kedua ayahnya. Meski tidak mudah, ia mulai menemukan ritme dalam kehidupannya. Hubungannya dengan ayah kandungnya semakin dekat, namun ia juga berusaha untuk tetap menjaga hubungan baik dengan ayah angkatnya.
Namun, di tengah usahanya untuk menemukan kedamaian, sebuah kabar mengejutkan datang. Ayah kandungnya tiba-tiba jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Arya terkejut dan segera pergi untuk menemuinya. Di ruang rumah sakit yang sunyi, ia melihat pria yang baru saja ia kenal kembali terbaring lemah, dengan wajah yang tampak jauh lebih tua dari sebelumnya.
Saat ia duduk di samping ayah kandungnya, pria itu membuka matanya dan tersenyum lemah. "Maafkan aku, Arya. Aku merasa aku belum melakukan cukup banyak untukmu," katanya dengan suara pelan.
Arya menggenggam tangan ayahnya, menahan air mata yang mulai menggenang. "Tidak, Ayah. Kehadiran Ayah saja sudah lebih dari cukup bagiku. Aku bersyukur bisa mengenal Ayah."
Pria itu tersenyum lagi, namun senyumnya penuh dengan kepedihan. "Aku ingin ada lebih lama bersamamu, Arya. Aku ingin membayar waktu yang hilang, tapi sepertinya... waktu kita tidak banyak."
Arya menunduk, membiarkan air mata mengalir. Ia merasa hancur, namun ia tahu bahwa ia harus kuat. Ia tidak ingin membuat ayah kandungnya merasa lebih buruk.
---
Beberapa hari kemudian, ayah kandung Arya akhirnya meninggal dunia. Kepergian pria itu meninggalkan luka yang mendalam dalam hati Arya. Meski pertemuan mereka singkat, Arya merasa kehilangan yang amat besar. Kehidupan kembali terasa hampa, seolah-olah ia kehilangan arah yang baru saja ia temukan.
Aku berusaha memberikan dukungan terbaik yang bisa aku lakukan. Aku tahu bahwa proses berduka ini adalah sesuatu yang harus Arya lewati dengan caranya sendiri, dan aku ingin selalu ada di sisinya, meskipun kadang hanya dengan berada di sana dalam keheningan.
Beberapa minggu setelah pemakaman, Arya mulai pulih. Ia tahu bahwa hidup harus terus berjalan, dan ia harus bangkit dari kesedihan yang menghantui. Ia mulai memahami bahwa pertemuan singkat dengan ayah kandungnya telah memberikan kedamaian dalam dirinya, meski dengan akhir yang tidak ia harapkan.
---
Dalam perjalanan ini, Arya menyadari betapa berharganya setiap momen yang dimilikinya bersama kedua ayahnya. Ia memahami bahwa hidup penuh dengan ketidakpastian, namun yang terpenting adalah bagaimana ia menjalani setiap momen dengan tulus dan penuh cinta. Ia belajar untuk menerima kenyataan, baik yang manis maupun yang pahit, dan ia menemukan kekuatan dalam setiap pengalaman yang ia alami.
Di satu sore yang cerah, Arya mengajakku berjalan di taman, tempat kami sering menghabiskan waktu bersama. Ia tampak tenang, wajahnya memancarkan kedamaian yang baru. Kami duduk di bangku taman, menikmati suasana yang tenang, tanpa perlu berkata-kata.
"Aku merasa sudah menemukan diriku yang sebenarnya," kata Arya akhirnya, suaranya lembut namun penuh keyakinan. "Meski aku harus melewati banyak hal sulit, aku bersyukur bisa melalui semuanya. Aku kini mengerti bahwa hidup bukan tentang menemukan semua jawaban, tapi tentang menerima apa yang ada dan menjalani setiap momen dengan sepenuh hati."
Aku tersenyum, merasa bangga dengan perjalanan yang telah Arya lalui. Ia telah melalui banyak hal, namun ia muncul sebagai pribadi yang lebih kuat dan bijaksana. Aku tahu, apa pun yang akan terjadi di masa depan, Arya akan mampu menghadapinya dengan hati yang penuh.
Di bab ini, Arya menemukan makna sejati dari
pencarian dirinya, bukan dalam jawaban yang pasti, tapi dalam perjalanan itu sendiri. Ia belajar bahwa hidup adalah tentang berdamai dengan masa lalu, menerima ketidakpastian, dan menjalani setiap momen dengan cinta dan keberanian. Aku merasa beruntung bisa menjadi bagian dari perjalanan hidupnya, dan aku tahu bahwa kisah kami masih jauh dari selesai.
---
Dengan semua pelajaran yang telah ia dapatkan, Arya kini siap untuk melangkah ke babak baru dalam hidupnya, sebuah perjalanan yang akan penuh dengan tantangan namun juga keindahan. Di sampingku, Arya memandang ke arah matahari yang mulai terbenam, dan dalam keheningan itu, aku merasa bahwa segala sesuatunya akhirnya berada di tempat yang seharusnya.