NovelToon NovelToon
Istri Simpanan Tajir

Istri Simpanan Tajir

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Konflik etika / Nikah Kontrak / Kehidupan di Kantor / Keluarga / Pihak Ketiga
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: mommy JF

Kembali lagi mommy berkarya, Semoga kalian suka ya.

Mahreen Shafana Almahyra adalah seorang ibu dari 3 anak. Setiap hari, Mahreeen harus bekerja membanting tulang, karena suaminya sangat pemalas.

Suatu hari, musibah datang ketika anak bungsu Mahreen mengalami kecelakaan hingga mengharuskannya menjalani operasi.

"Berapa biayanya, Dok?" tanya Mahreen, sebelum dia menandatangani surat persetujuan operasi.

"500 juta, Bu. Dan itu harus dibayar dengan uang muka terlebih dahulu, baru kami bisa tindak lanjuti," terang Dokter.

Mahreen kebingungan, darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?

Hingga akhirnya, pertolongan datang tepat waktu, di mana CEO tempat Mahreen bekerja tiba-tiba menawarkan sesuatu yang tak pernah Mahreen duga sebelumnya.

"Bercerailah dengan suamimu, lalu menikahlah denganku. Aku akan membantumu melunasi biaya operasi, Hanin," ucap Manaf, sang CEO.

Haruskah Mahreen menerima tawaran itu demi Hanin?
Atau, merelakan Hanin meninggal?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20: Lamaran Manaf

Setelah sehari penuh beraktivitas, Manaf, Rasya, dan Chana akhirnya kembali ke apartemen. Sementara itu, Mahreeen dan Hanin masih berada di rumah sakit. Sebelum tidur, Manaf memutuskan untuk melakukan video call dengan Mahreeen, memastikan mereka bisa tetap terhubung meski terpisah jarak.

"Assalamu’alaikum, Mahreeen. Gimana kabar Hanin? Udah istirahat?" sapa Manaf dengan senyuman di bibirnya saat VC.

"Wa’alaikumussalam, Manaf. Alhamdulillah, Hanin sudah tidur tadi. Tadi siang dia makan dengan lahap, mungkin dia senang ketemu Chana dan Rasya." jawab Mahreeen membalas dengan senyumannya juga yang sangat dirindukan Manaf.

"Baguslah kalau Hanin sudah mulai nyaman. Oh ya, Chana dan Rasya juga senang banget tadi. Chana nggak berhenti cerita tentang kamu sama Hanin." ucap Manaf dengan menganggukkan kepalanya.

"Syukurlah mereka senang. Terima kasih, Manaf, untuk semuanya. Kamu benar benar meluangkan waktu buat anak anak." ucap Mahreeen dengan terus tersenyum di bibirnya. Seolah kebahagiaan yang di berikan Manaf tidak pernah berhenti.

"Apa pun buat kamu, Mahreeen. Aku juga merindukanmu, kamu tahu. Rasanya dua bulan lagi itu terlalu lama." lirih Manaf tapi cukup bisa di dengar Mahreeen.

"Aku juga merindukanmu, Manaf... tapi kita harus sabar, kan? Waktu akan berlalu, dan nanti kita bisa bersama lagi." jawab Mahreeem yang tertunduk karena tersipu malu.

"Iya, tapi aku pengen lebih dari sekadar menunggu, Mahreeen. Aku pengen kita bisa menjalani semuanya bersama sama, bukan hanya berpisah di antara jarak ini." ucap tersenyum, nada suara semakin lembut.

"Manaf... maksud kamu apa?" tanya Mahreeen yang secara spontan mengangkat alisnya karena penasaran.

"Aku akan bilang sesuatu ke anak anak besok, Mahreeen. Aku ingin melamar kamu, resmi. Aku ingin kita menjadi keluarga, bukan hanya di depan mereka, tapi di hadapan Allah." ucap Manaf dengan tatapan serius.

"Manaf... ini begitu tiba tiba. Apa anak anak akan setuju?" ucap Mahreeen terharu, air mata mulai menggenang.

"Aku sudah bicara sama mereka, Mahreeen. Chana sudah setuju, dan Rasya... dia butuh waktu, tapi aku yakin dia juga akan menerima. Aku akan bicara dengan mereka lebih serius besok." jawab Manaf mengangguk yakin.

"Aku nggak tahu harus bilang apa, Manaf. Kamu benar benar telah banyak berkorban untukku dan anak anak." ucap Mahreeen dengan menghapus air matanya.

"Bukan pengorbanan, Mahreeen. Ini adalah cinta dan tanggung jawab yang aku siap jalani. Aku akan menjaga kamu, Hanin, Rasya, dan Chana, sepanjang hidupku." ucap Manaf dengan nada lembut.

"Aku percaya padamu, Manaf. Terima kasih... untuk segalanya." ucap Mahreeen tersenyum di antara air mata.

Percakapan itu semakin romantis, membawa Mahreeen dan Manaf semakin dekat, meski terpisah oleh jarak fisik. Rasa cinta yang semakin mendalam terpancar dalam setiap kata yang diucapkan oleh keduanya.

Keesokan harinya, setelah mengajak Chana dan Rasya mengelilingi kota lagi, Manaf merasa ini saat yang tepat untuk bicara serius dengan mereka. Malam hari, mereka duduk di ruang tamu apartemen, makan malam bersama. Setelah makan, Manaf mengajak mereka bicara dengan nada yang lebih serius.

"Chana, Rasya, ada yang mau dibicarakan soal ibu kalian." ucap Manaf.

Chana yang biasanya ceria langsung memusatkan perhatian, sementara Rasya, yang sudah mulai menduga, menatap Manaf dengan penuh perhatian.

"Om udah bilang sebelumnya, tapi sekarang Om serius. Om ingin melamar ibu kalian. Om mau kita jadi keluarga, resmi. Om tahu kalian sayang sama ibu, dan Om juga begitu. Tapi Om juga sayang sama kalian, dan Om ingin menjadi bagian dari hidup kalian."

Chana tersenyum lebar, jelas senang dengan kabar itu.

"Iya, Om Manaf! Aku setuju banget! Aku mau Om jadi papa baru kami!" antusias sekali Chana menjawabnya.

Rasya diam sejenak, menatap Manaf lebih serius. Ada kecanggungan yang terasa di ruangan itu. Rasya akhirnya bicara dengan nada tenang tapi tegas.

"Kalau ibu setuju, aku juga nggak ada masalah. Tapi aku cuma punya satu syarat." pinta Rasya.

"Apa itu, Rasya?" tanya Manaf yang mendekat padanya.

Rasya menatap Manaf dengan penuh keyakinan.

"Aku nggak mau lihat ibu menderita lagi, seperti waktu bersama bapak dulu. Om harus janji, Om Manaf, jangan pernah buat ibu menangis." jelasnya.

Manaf terdiam sesaat, menyadari betapa dalamnya kekhawatiran Rasya. Dia merasa dihormati, tetapi juga merasakan beratnya tanggung jawab itu.

"Aku berjanji, Rasya. Om akan melakukan apa pun untuk menjaga ibu kalian, dan kalian semua. Om juga sudah siap meminta restu dari orang tua Om sendiri, walaupun itu mungkin tidak mudah. Tapi ada kalian yang akan membuat mereka sangat senang,"jawab Manaf yakin.

Papa dan Mama pasti akan mudah menyayangi mereka yang penurut dan bertutur kata sopan ini. Batin Manaf.

Rasya akhirnya mengangguk, merasa lebih tenang setelah mendengar janji itu.

"Kalau begitu, aku setuju." jawab Rasya.

Chana langsung memeluk Manaf dengan gembira.

"Yes! Sekarang ibu bisa bahagia!" sorak Chana yang sangat bahagia.

Manaf tersenyum lega, merasa tanggung jawab besar yang ada di pundaknya kini disambut dengan dukungan dari anak anak Mahreeen. Pertemuan itu menjadi langkah besar menuju kebersamaan mereka sebagai sebuah keluarga.

"Bagaimana Om akan melamar Ibu?" tanya Rasya.

"Nanti kalian akan tahu, Om janji kalian ada disana," jawab Manaf yang sudah mempunyai ide.

Beberapa hari kemudian, Manaf mempersiapkan kejutan romantis di rumah sakit, tepat di kamar tempat Mahreeen dan Hanin dirawat. Dekorasi diatur dengan suasana hangat, penuh cinta, seperti makan malam keluarga. Di meja, sudah disiapkan lima kursi. Satu untuk Mahreeen, Hanin, Chana, Rasya, dan Manaf sendiri.

Ketika Mahreeen masuk bersama Hanin yang didorong di kursi roda, dia terkejut melihat pemandangan yang ada di depannya.

"Manaf... apa yang kamu lakukan?" tanyanya terharu.

"Ini hanya makan malam keluarga, Mahreeen. Aku ingin kita semua bersama, seperti keluarga seharusnya." jawab Manaf yang tersenyum di samping Mahreeen.

Manaf menarik kursi Mahreeen untuk duduk disebelahnya, setelah benar duduk barulah Manaf duduk.

Saat mereka duduk dan menikmati makan malam, suasana hangat dan penuh kebahagiaan melingkupi ruangan. Setelah beberapa saat, Manaf berdiri, mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, ebuah cincin berlian yang indah. Semua mata tertuju padanya.

Manaf berlutut di depan Mahreeen.

"Mahreeen, aku mencintaimu. Aku ingin kamu menjadi istriku, bukan hanya untuk sekarang, tapi selamanya. Will you marry me?" tanya Manaf yang memandang wajah Mahreeen yang terkejut.

Mahreeen, terharu dan tak mampu menahan air mata, mengangguk dengan senyum yang tak terbendung. Sadar jika disana dia tidak sendiri tapi dengan ketiga anaknya. Di pandangnya satu persatu olehnya.

"Jawab iya, Bu!" sorak Chana.

"Iya, iya, iya," pinta Hanin yang terlihat mulai segar.

"Iya, Iya," kedua anaknya sudah terus bersorak.

Namun berbeda dengan Rasya, dia malah mendekat pada Ibunya.

"Bu, jika ini membuat kebahagiaan untuk Ibu. Aku akan setuju, aku akan selalu mendukung apapun yang ibu lakukan. Karena Rasya sangat menyayangi Ibu," ucap Rasya yang menganggukkan kepalanya.

"Terima kasih, Sayang," peluk Mahreeen pada Rasya.

Setelah itu Mahreeen kembali menatap Manaf yang masih berlutut di depannya.

...****************...

Terima kasih semuanya, dukung karya mommy ini ya. Ini udah bab 20 bantuannya ya untuk bisa lolos di sini.

1
Enny Nuraeni
ok bgt
ziear: terima kasih kak
total 1 replies
dapurAFIK
lanjut Thor makin penasaran aza...
ziear: siap kak
total 1 replies
dapurAFIK
bertemu calon madu🤭
ziear: 😅 bener bgt kak
total 1 replies
dapurAFIK
peros manusia ga waras
ziear: cung yang setuju Peros ga. waras☝
total 1 replies
ziear
siap kak
bentar lagi up ya di tunggu
dapurAFIK
semangat mahreeen..... semoga ada jln terbaik...
ziear
Karya Mommy selanjutnya.
Yang suka boleh lanjut dan kasih bintang ⭐⭐⭐⭐⭐
Dan yang ga suka boleh skip aja ya.
Terima kasih para raiders ku.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!