Kumpulan Cerita Pendek Kalo Kalian Suka Sama Cerpen/Short Silahkan di Baca.
kumpulan cerita pendek yang menggambarkan berbagai aspek kehidupan manusia dari momen-momen kecil yang menyentuh hingga peristiwa besar yang mengguncang jiwa. Setiap cerita mengajak pembaca menyelami perasaan tokoh-tokohnya, mulai dari kebahagiaan yang sederhana, dilema moral, hingga pencarian makna dalam kesendirian. Dengan latar yang beragam, dari desa yang tenang hingga hiruk-pikuk kota besar, kumpulan ini menawarkan refleksi mendalam tentang cinta, kehilangan, harapan, dan kebebasan. Melalui narasi yang indah dan menyentuh, pembaca diajak untuk menemukan sisi-sisi baru dari kehidupan yang mungkin selama ini terlewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elfwondz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyihir Terkuat di Tentara Raja Iblis.
Di dunia yang dipenuhi dengan para ksatria, iblis, dan makhluk-makhluk gaib, ada legenda yang terus berkembang tentang seorang penyihir terkuat yang mengabdi kepada Raja Iblis, pemimpin dari kekuatan kegelapan. Penyihir itu dikenal sebagai Arkhel, seorang pria dengan rambut perak yang panjang, tatapan tajam seperti mata elang, dan aura yang mencekam. Konon, kekuatannya begitu besar sehingga dia bisa membalikkan siang menjadi malam, meruntuhkan gunung hanya dengan jentikan jarinya, atau menghancurkan seluruh pasukan manusia dengan satu mantra.
Namun, kekuatannya itu bukanlah sesuatu yang diberikan begitu saja. Arkhel telah menghabiskan berabad-abad untuk belajar dan menguasai setiap jenis sihir yang ada, mulai dari sihir hitam, darah, hingga ritual terlarang yang bahkan para iblis biasa takut untuk mencobanya. Satu hal yang membedakan Arkhel dari penyihir lainnya adalah ketidakhadirannya di medan pertempuran. Sebagai penyihir terkuat, Raja Iblis hanya memanggilnya pada saat-saat kritis—ketika dunia hampir terbalik.
Cerita ini dimulai di saat peperangan antara kaum manusia dan iblis mencapai puncaknya. Kekuatan manusia, yang dipimpin oleh Ksatria Tertinggi, Zauren, mulai mendekati gerbang Neraka, benteng terakhir Raja Iblis. Dalam kegelisahan yang merajalela, para jenderal iblis berlutut di hadapan Raja Iblis, memohon agar Arkhel segera dipanggil.
---
"Kita akan kalah! Ksatria Tertinggi Zauren dan pasukannya semakin dekat!" Jerit Jenderal Corvus, seorang iblis raksasa bersayap hitam yang sudah terlibat dalam ratusan peperangan.
Raja Iblis, duduk di singgasananya yang terbuat dari tulang-tulang manusia dan api abadi, memandang mereka dengan tenang. "Kalian lupa siapa yang kita miliki. Tidak ada yang bisa menandingi kekuatan Arkhel. Serahkan semuanya kepadanya."
Suasana dalam ruang tahta terasa semakin tegang. Setiap iblis yang ada di sana tahu kekuatan Arkhel, tapi mereka juga tahu betapa berbahayanya memanggilnya. Sebab, sekali Arkhel dipanggil, sihirnya tidak mengenal batas, dan ia tak segan-segan menghancurkan siapapun yang menghalanginya, termasuk sekutu.
“Arkhel, sudah saatnya kau muncul,” kata Raja Iblis, suaranya menggetarkan lantai.
Seketika, ruangan itu dipenuhi dengan aura gelap yang begitu pekat hingga setiap iblis di sana bisa merasakan tekanan sihir yang luar biasa. Dari bayangan di pojok ruangan, sesosok pria perlahan-lahan muncul. Itulah Arkhel, dengan jubah hitamnya yang melambai seakan ia adalah bayangan kegelapan itu sendiri.
“Apakah waktu pembantaian akhirnya tiba?” suaranya dingin dan tenang, tak menunjukkan emosi sedikit pun.
Raja Iblis tersenyum sinis. “Zauren mendekat. Hancurkan dia, dan bawa kemenanganku.”
Arkhel tidak menjawab, hanya mengangguk tipis sebelum menghilang dalam sekejap. Para jenderal yang tersisa hanya bisa menatap dengan cemas. Di benak mereka, muncul pertanyaan yang sama: Akankah Arkhel benar-benar mengendalikan kekuatannya kali ini, atau apakah mereka semua akan ikut dihancurkan dalam badai sihirnya?
Di medan pertempuran, pasukan manusia terus maju, dipimpin oleh Zauren, sang Ksatria Tertinggi yang terkenal dengan kekuatan dan kecerdasannya dalam berperang. Setiap ayunan pedangnya mampu memotong puluhan iblis dalam sekali serang, sementara perisainya mampu menangkis api neraka.
“Tetap maju! Kita akan memenangkan perang ini!” Zauren berteriak dengan semangat yang berkobar, sementara para ksatria di belakangnya mengikuti dengan penuh percaya diri.
Namun, angin berubah. Suara siulan angin yang aneh mulai terdengar, dan langit yang tadinya cerah tiba-tiba tertutup oleh awan gelap. Petir menyambar tanpa henti di kejauhan, dan tanah mulai bergetar. Suara ledakan sihir terdengar dari semua penjuru.
“Siapa yang datang?” Zauren berhenti sejenak, menatap ke arah gerbang Neraka yang sudah dekat. “Ini bukan sembarang sihir…”
Tiba-tiba, dari balik awan gelap, muncul sebuah bola api raksasa yang melesat ke arah pasukan manusia. Zauren segera mengangkat perisainya, namun kekuatan bola api itu terlalu besar. Ledakannya membuat tanah terbelah dan pasukan manusia terpental ke segala arah.
Dari awan yang bergulung-gulung, muncul sosok Arkhel, melayang di udara seperti dewa kematian. Matanya bersinar merah, dan aura hitam di sekelilingnya membuat siapapun yang melihatnya merasa seolah-olah mereka sedang dihisap ke dalam jurang kehancuran.
“Aku adalah Arkhel, penyihir terkuat di dunia ini,” suaranya menggema di seluruh medan perang. “Siapa pun yang berani melawan Raja Iblis akan merasakan kehancuran yang tak terelakkan.”
Zauren mencengkeram pedangnya lebih erat. “Jadi, kau yang disebut penyihir terkuat? Tidak peduli seberapa kuat kau, keadilan akan menang.”
Arkhel menatap Zauren dengan dingin. “Keadilan? Itu hanya ilusi yang diciptakan manusia untuk menenangkan diri mereka sendiri. Keadilan tidak berarti apa-apa di hadapan kekuatan.”
Dengan gerakan tangannya yang ringan, Arkhel memanggil ribuan tombak api yang segera melesat ke arah Zauren dan pasukannya. Zauren melompat dengan kecepatan luar biasa, menghindari serangan, namun banyak dari prajuritnya tidak seberuntung itu. Jeritan kesakitan terdengar dari berbagai sudut medan.
“Tidak ada yang bisa lolos dari takdir,” kata Arkhel lagi, dan kali ini ia mengangkat kedua tangannya ke langit. Awan hitam semakin pekat, dan dari dalamnya keluar makhluk-makhluk kegelapan—iblis-iblis yang lebih besar, lebih kuat, dan lebih ganas daripada yang pernah dilihat manusia.
Namun Zauren tidak menyerah. Dengan pedangnya yang bersinar terang, ia berlari ke arah Arkhel, mengabaikan semua makhluk yang menghalangi jalannya. “Aku akan menghentikanmu, Arkhel!”
Arkhel tersenyum tipis. “Sungguh ambisi yang sia-sia.”
Saat Zauren melompat ke udara, bersiap untuk memberikan serangan terakhirnya, Arkhel melancarkan mantra terakhirnya. Sebuah lingkaran sihir muncul di bawah kaki Zauren, dan seketika, tubuh Zauren terkunci di tempat. Tidak peduli seberapa keras ia berusaha melawan, tubuhnya tidak bisa bergerak.
“Apa ini?! Lepaskan aku!” teriak Zauren, matanya penuh kemarahan dan ketakutan.
Arkhel mendekat, wajahnya kini hanya beberapa inci dari Zauren yang terkunci di udara. “Kau telah berani menantang kekuatan yang jauh melampaui batas akal sehatmu. Kini, kau akan membayar harga atas kesombonganmu.”
Arkhel mengangkat tangannya perlahan, dan dengan satu jentikan jari, tubuh Zauren mulai retak, seperti kaca yang pecah perlahan-lahan. Rasa sakit yang tak terbayangkan mulai menyelimuti tubuh Zauren.
Namun, tepat saat Arkhel akan memberikan pukulan terakhir, tiba-tiba ada sesuatu yang aneh terjadi. Energi yang luar biasa kuat dan terang datang dari dalam tubuh Zauren. Sesaat kemudian, lingkaran sihir Arkhel pecah, dan Zauren terlepas dari cengkramannya.
“Apa ini?” Arkhel mundur selangkah, terkejut.
Zauren kini berdiri dengan cahaya terang yang memancar dari seluruh tubuhnya. “Kau salah, Arkhel. Keadilan bukanlah ilusi. Keadilan adalah kekuatan yang datang dari tekad mereka yang melindungi dunia ini!”
Pertarungan besar pun pecah antara Arkhel dan Zauren. Setiap serangan dari Zauren membawa cahaya yang mampu menembus kegelapan Arkhel, sementara setiap serangan Arkhel membawa kehancuran yang hampir tidak bisa dihindari. Medan pertempuran berubah menjadi ladang api, cahaya, dan sihir yang saling berbenturan.
Pada akhirnya, kekuatan mereka seimbang. Arkhel, untuk pertama kalinya dalam berabad-abad, merasakan ada seseorang yang mampu menandinginya. Namun, di benaknya, ia tidak merasa marah. Sebaliknya, senyumnya perlahan muncul.
“Menarik,” katanya sambil menyeringai.
“Sepertinya ini baru permulaan dari kisah kita.”