"Dia membuang sebuah berlian, tapi mendapatkan kembali sesuatu yang kurang berharga. Aku yakin dia akan menyesali setiap keputusannya di masa depan, Illana."—Lucas Mathius Griggori.
Setelah cinta pertamanya kembali, Mark mengakhiri pernikahannya dengan Illana, wanita itu hampir terkejut, tapi menyadari bagaimana Mark pernah sangat mengejar kehadiran Deborah, membuat Illana berusaha mengerti meski sakit hati.
Saat Illana mencoba kuat dan berdiri, pesona pria matang justru memancing perhatiannya, membuat Illana menyeringai karena Lucas Mathius Griggori merupakan paman Mark-mantan suaminya, sementara banyak ide gila di kepala yang membuat Illana semakin menginginkan pria matang bernama Lucas tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Eclaire, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Priaku sangat lembut.
"Illana!"
Suara Lucas berhasil menghentikan langkah istrinya, wanita itu berniat menghampiri mobil yang dikemudikan Beny, ia harus pergi bekerja hari ini meski baru saja melangsungkan pernikahan kemarin. Lagipula selain pihak keluarga—pihak luar tak mengetahui tentang pernikahan ini.
"Ya?" Ia memperhatikan bagaimana suaminya begitu cepat menuruni setiap anak tangga di halaman. "Kamu akan pergi, bukan?"
"Aku akan mengantarmu."
"Tapi, kamu bisa terlambat."
"Bukan masalah, mereka yang butuh bantuanku, sehingga meski aku datang terlambat, mereka takkan marah dan tetap menunggu." Ia tersenyum. "Sekarang aku sudah memiliki prioritas lain, sehingga harus mementingkannya lebih dulu. Ayo!" Lucas menarik tangan Illana, mengajaknya memasuki mobil lain—yang tidak dikemudikan oleh Beny.
"Eum, Lucas."
"Ya?"
"Bisakah kamu meminta agar Beny mengambil mobilku di basement apartemen?" Ia memasang sabuk pengaman.
"Untuk apa? Ada banyak mobil di sini, kamu hanya perlu memilih dan mengambil kuncinya, apa yang aku punya adalah milikmu juga sekarang."
Illana terdiam, ia merasa begitu dimanjakan oleh pria di sampingnya. "Aku hanya ... merasa belum terbiasa, maksudku adalah sejak lama selalu mengemudi sendiri, atau bersama Nora."
"Sebabnya mulai membiasakan diri sekarang, aku adalah suamimu, mari mencoba selalu mengandalkanku di masa depan. Kamu bisa melakukannya?"
Sikap Lucas cukup membuat siapa pun terpesona jika melihatnya, Illana sampai kesulitan menanggapi karena terhipnotis, ia tersadar ketika mobil melaju meninggalkan halaman penthouse.
"Oh ya, besok aku harus pergi ke Thailand selama dua hari. Aku sedikit cemas meninggalkanmu sendirian."
"Sendirian?" Illana mengerutkan kening. "Bagaimana aku sendirian? Ada banyak pelayan di rumahmu, lagipula sebelum menikah denganmu—aku juga sendirian di apartemen. Jelas bukan masalah, jangan mencemaskanku seperti itu. Aku adalah wanita berusia tiga puluh tahun, bukan bocah tujuh belas tahun."
"Benarkah? Entah mengapa aku selalu menganggapmu sebagai gadis dua puluh tahun."
Illana mencebik. "Artinya, kamu adalah pedofil. Aku mulai takut sekarang. Paman, tolong lepaskan gadis kecil ini."
Siapa sangka Illana mampu menanggapi lelucon Lucas dengan cara yang sama, sisi seperti ini sangat jarang ia perlihatkan.
Lucas mengusap puncak kepala Illana seraya berkata, "Tenanglah, gadis baik. Paman akan bersikap lembut."
Setiap sentuhan Lucas terasa akrab bagi Illana, ia takkan menolak atau menepisnya. Meski masih ada sedikit perasaan mengganjal untuk pria ini, tapi sepertinya waktu semakin mengubah banyak hal.
"Illana, kamu harus mengenali jalan menuju Rockstar Village jika ingin berkendara sendirian, jarak dari tempat ini ke kantormu lebih jauh dari jarak antara kantor dan apartemen."
"Apa Beny juga ikut ke Thailand?"
"Ya. Namun, akan ada supir yang mengantarmu, santai saja, aku telah mengaturnya. Aku berharap selama kamu bersamaku, tidak ada kesulitan yang berarti."
Perkataan Lucas selalu berhasil membuat Illana menjadi tenang, jika pria itu melakukannya kepada wanita lain, mereka pasti mudah mencintainya, bukan?
Namun, Illana masih menutup diri, ia sangat menghargai suaminya, tapi tetap membutuhkan waktu berbenah dan siap menerima pria itu tanpa alasan.
"Oh ya, sejujurnya aku penasaran terhadap sesuatu. Apa kamu bisa menjawabnya?"
"Katakanlah." Lucas mengemudi dengan kecepatan sedang, sekaligus membantu Illana agar menghafal arah jalan, seolah dia tidak mengerti cara menggunakan maps pada zaman ini.
"Mengapa hasil catatan medismu menunjukan bahwa kamu tidak memiliki riwayat seksual? Apa mereka benar?"
"Maksudmu adalah, kamu tidak yakin terhadap hasil yang diberikan dokter? Atau merasa bahwa catatan medisnya telah diubah?"
Illana menggeleng. "Tidak juga, bukankah kamu terus di sampingku hari itu? Pasti sulit bagimu jika harus menyuap dokter agar mengubah catatan medisnya. Aku lebih penasaran dengan—benarkah kamu tidak pernah melakukan hubungan seks?" Karena telah menikahinya, ia cukup berani bertanya sejelas ini. Daripada membiarkan dirinya tenggelam oleh rasa penasaran, sebaiknya segera meminta penjelasan.
"Iya, dan aku memang tidak memanipulasi catatan medis itu. Mengapa kamu ragu?"
"Sebelumnya aku pasti akan sangat sungkan dan tidak berani, tapi kamu adalah suamiku sekarang. Jadi, aku harus terbuka dan mengutarakan pendapat." Ia menarik napas panjang. "Kamu adalah pria matang, bahkan seorang bujangan, juga sering bersinggungan dengan banyak perempuan. Apa kamu tidak tergoda? Menurutku ini terlalu lucu."
"Lucu? Namun, mengapa aku harus berhubungan seks sebelumnya, bukankah hal yang menurutmu janggal atau lucu itu justru akan melukaimu di masa depan? Apa kamu bersedia disentuh oleh pria yang sudah berhubungan dengan banyak wanita?"
Illana menggeleng, mengapa ia sangat polos tentang hal seperti ini? Ia seperti menggali lubang kuburnya sendiri.
Lucas tersenyum, ia kembali mengusap puncak kepala Illana. "Maka jangan mencoba berasumsi dengan liar. Bukankah priamu ini sangat baik, sehingga hanya membiarkan istrinya saja yang boleh melihat dan menyentuh?"
Kalimat itu menghentak kesadaran Illana.
"Tidak, pembahasan apa ini." Ia merasa geli menanggapinya, ia mengalihkan pandang ketika tersipu sehingga wajahnya merona.
"Astaga. Bukankah kamu yang mengawalinya? Sekarang kamu membuatku tampak seperti pelaku."
"Sudah, sudah. Mari bicarakan hal lain, selama kamu sudah menjawabnya, aku merasa cukup."
Tak berselang lama, ponsel Lucas berdering.
"Ya, Beny. Ada apa?"
"Maaf, Tuan. Terjadi sedikit masalah di markas."
"Baik." Ia tak butuh penjelasan panjang dan mengakhiri telepon. "Illana, tolong kencangkan sabuk pengamanmu."
"Okey."
Tiba-tiba situasinya berubah, perasaan tenang dan santai yang sempat mengelilingi mereka kini menjadi menegangkan.
Jantung Illana berdebar kencang, ia sampai mencengkram sabuk pengaman ketika Lucas mempercepat laju kendaraan. Sialnya, tatapan pria itu hanya berfokus pada jalanan di depannya, ia belum sadar bahwa seseorang di sampingnya sudah ketakutan setengah mati.
"Tutup matamu, Illana. Kita akan segera sampai."
Ternyata benar, perjalanan yang biasanya dapat ditempuh sekitar tiga puluh menit, Lucas berhasil memangkasnya menjadi lima belas menit. Ia berhasil mengemudi dengan aman dan menghentikan mobilnya di depan lobi Cinnamon.
"Sudah sampai."
"Apa? Apa aku masih hidup?" Ia tetap terpejam, begitu takut membuka mata. "Apa aku masih hidup, huh? Katakan!"
"Tentu saja kamu masih hidup, bagaimana mungkin aku membiarkanmu mati." Tepat saat Illana membuka mata, Lucas berhasil mencium pipi istrinya. "Sekarang percaya padaku tidak?"
"Kamu sudah gila, huh?" Ia mengatur pernapasannya. "Aku pikir mobil ini sedang terbang, aku sangat takut, kamu ingin membunuh kita di sini, huh?" Ia menyentuh dada, jantungnya masih berdebar kencang. "Aku masih ingin hidup, Lucas."
"Aku salah, aku minta maaf. Aku bahkan belum mendapatkan cintamu, jadi takkan ada yang mati di antara kita. Tolong maafkan aku, ya?"
"Sudahlah, sudah." Ia menatap spion di atas kepala, memeriksa penampilannya. "Tolong jangan lakukan hal seperti ini lagi, pasti kamu akan mengebut lagi setelah aku keluar, kan!"
"Aku—" Ia merasa sangat bersalah.
"Jangan! Seperti katamu, kita baru saja menikah. Jadi, lakukan sesuatu dengan berhati-hati, bagaimana kamu akan mendapatkan cintaku jika mati sekarang, huh?" Illana memutar bola matanya, ia sangat kesal. "Sudahlah, aku harus pergi." Ia telah membuka pintu mobil, tapi Lucas menahan tangannya. "Apa lagi?"
"Kamu marah padaku?"
"Ya! Aku berhak marah kepadamu."
"Maaf, aku memang terburu-buru, tapi tidak memikirkan seseorang di sampingku. Kamu berhak marah."
"Berusahalah sedikit agar aku memaafkanmu!" Ia menepis tangan Lucas.
"Baiklah, tunggu aku membujukmu, istriku." Ia mendengkus membiarkan Illana memasuki lobi, pria itu merasa frustasi. "Aku bahkan lupa bahwa memiliki seseorang di sampingku, mungkin karena terlalu lama sendiri, berkendara tanpa siapa pun yang harus aku jaga sehingga lupa tentang posisinya. Aku memintanya agar terbiasa, tapi sikapku justru mengejutkan diri sendiri."
***
Visualisasi 'Lucas Mathius Griggori'