NovelToon NovelToon
Takdir Cinta Pangeran Terkutuk

Takdir Cinta Pangeran Terkutuk

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Beda Dunia / Mengubah Takdir / Kutukan / Menyembunyikan Identitas / Enemy to Lovers / Tumbal
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Piscisirius

Naina dijual ibu tirinya untuk menikah dengan pria yang tersohor karena kekayaan dan buruk rupanya, juga menjadi pemegang rekor tertinggi karena setiap tahunnya selalu menikahi ratusan wanita. Selain itu, Minos dikenal sebagai psikopat kejam.

Setiap wanita yang dinikahi, kurang dari 24 jam dikabarkan mati tanpa memiliki penyebab kematian yang jelas. Konon katanya para wanita yang dinikahi sengaja dijadikan tumbal, sebab digadang-gadang Minos bersekutu dengan Iblis untuk mendapatkan kehidupan yang abadi.

“Jangan bunuh aku, Tuan. Aku rela melakukan apa saja agar kau mengizinkanku untuk tetap tinggal di sini.”

“Kalau begitu lepas semua pakaianmu di sini. Di depanku!”

“Maaf, Tuan?”

“Kenapa? Bukankah kita ini suami istri?”

Bercinta dengan pria bertubuh monster mengerikan? Ugh, itu hal tergila yang tak pernah dibayangkan oleh Naina.

“... Karena baik hati, aku beri kau pilihan lain. Berlari dari kastil ini tanpa kaki atau kau akhiri sendiri nyawamu dengan tangan di pedangku?”

***

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Piscisirius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 14 - Permainan Panas?

Seperti perintah yang dilontarkan Tuan Minos sebelum langit berubah menjadi gelap, Naina sudah bersiap dengan tas selempang yang tersampir pada bahunya. Gadis itu siap meninggalkan kastil untuk mencari bunga mawar biru yang diminta.

Menyibak sedikit gorden, Naina menatap bulan purnama biru yang tak tersaput awan. Bintang gemintang bertebaran di sisinya, semakin memperelok langit malam.

Sore tadi Naina sudah mencari bahan masakan tanpa bertemu dengan para binatang berbulu putih, lalu menghidangkan makanan untuk Tuan Minos dengan menu andalan utama yaitu ikan. Dan meskipun pakaiannya rapih juga bersih, suaminya itu masih enggan satu meja dengan Naina.

“Apa kamu sudah siap?” Tora bertanya, berniat mengantar Naina hingga gerbang.

Naina mengangguk penuh semangat, sekilas mematut diri di depan cermin sebelum meninggalkan kamar. Memastikan penampilannya dengan gaun hijau army sederhana.

“Ingat untuk menggunakan bubuk sihir atau senjata yang aku berikan hari itu semisal terjadi sesuatu,” kata Tora mengingatkan, kakinya bertengger pada bahu gadis tersebut.

Lagi, Naina kembali mengangguk. “Tenang saja. Mereka— para binatang yang bisa berbicara, selalu menjagaku. Karena mereka semua selalu berada di sisiku ketika sedang di hutan.” Kakinya mulai berderap keluar dari kamar.

“Tetap saja kamu harus berjaga-jaga. Karena kamu belum melihat seberapa mengerikannya hewan pemburu manusia dengan wujudnya yang tak kalah menakutkan. Karena bisa saja hewan itu tiba-tiba muncul di depan wajahmu.” Tora tetap kukuh mengingatkan, merasa jengkel karena gadis itu terlalu tenang.

Dagunya ia usap, berpikir hingga dahinya mengerut. Lantas berbisik amat pelan, “Entah kenapa aku hanya terbayang wajah Tuan Minos jika membahas soal kengerian dan wujud yang menakutkan. Bukan apa-apa, karena sejauh ini hanya itu yang bisa membuat kakiku gemetar takut setengah mati.”

Tora menahan tawa, ingin rasanya menyahut dan meng-iyakan pernyataan tersebut. Tapi mendadak atensinya direbut oleh suara sesuatu.

“Ekhem!” Suara dehaman seseorang yang sudah sama-sama tahu siapa pemiliknya membuat mereka berdua terperanjat kaget.

Naina dengan wajah memucat menggerakkan kakinya secepat yang dirinya bisa, berlarian tergesa untuk bisa cepat-cepat keluar dari kastil. Sedang Tora sudah terbang dari bahunya, mengamati gerak-gerik gadis itu yang nampak lucu saat berlari-lari.

“Ah, aku pikir sudah seharusnya aku menjemput bunga mawar biru lebih cepat!” Suara Naina semakin jauh terdengar meninggalkan ruangan utama, siap melewati lorong sebelum bertemu gerbang kastil di luar sana.

Sedang Tuan Minos yang melihat apa yang terjadi barusan menyunggingkan senyum tipis. Sejak tadi dirinya berdiri di bawah tangga, karena minim pencahayaan sehingga pakaian serba hitamnya membuat kehadirannya tak terdeteksi.

Tora pindah ke sisi pria tinggi tersebut, hinggap pada bahu lebar Tuan Minos. “Harap dimaklum, Tuan. Dia hanya gadis muda yang mudah berkata jujur,” cicitnya dengan perasaan takut-takut.

Tubuh Tuan Minos berbalik, kaki panjangnya mulai menaiki undakan tangga. Dengan raut datar dan sorot mata yang tak menyiratkan apapun, Tora rasa ini cukup aman.

“Aku tidak berhak marah atas hal tersebut kan?” Hembusan napas pasrah keluar dari mulutnya yang rusak. “Apa yang dikatakannya tidak salah, karena memang aku mengerikan dan menakutkan. Jika bukan karena kutukan sialan ini, aku tidak perlu merenggut jutaan nyawa wanita hanya untuk melihat siapa yang mampu berada di sisiku.”

Tora diam tidak bicara. Ia tidak tahu harus berkata apa. Semua yang dikatakannya pun tidak akan pernah bisa memberi solusi atas keluhan tersebut. Keluhan yang belum menemukan jalan keluarnya.

Seperti biasa, Tuan Minos merenung di ruangan pribadinya. Di depan tungku perapian yang menguarkan bunyi gemerutuk dari kayu yang digerogoti kobaran api. Hawa panasnya terasa mengusap-usap betis hitam yang sengaja diselonjorkan mendekat.

Sambil memandangi bola sihir yang mengambang pada telapak tangan, dahi mengernyit menandakan pertanda ada banyak bertanyaan yang muncul dalam benak pria pemilik rupa mengerikan tersebut.

“Selalu saja para binatang itu menemaninya.” Tuan Minos mengetatkan rahangnya, terlihat jelas ada kekesalan bercampur rasa penasaran yang tertahan. “Aku tidak tahan lagi! Besok, ketika sore dan gadis itu keluar untuk mencari bahan masakan, kamu diam-diam harus mengikutinya.”

“... Pantang pulang sebelum mendapat informasi siapa dan dari mana para binatang itu berasal. Dan juga cari tahu kemana perginya para siluman dan hewan buas yang seharusnya berkeliaran di dalam hutan!” tambahnya dengan intonasi penuh penekanan.

Tora mengangguk patuh. “Baik, Tuanku.”

***

Malam beranjak larut, meskipun waktu yang dimiliki masih panjang sebab batasnya hingga matahari terbit, tapi Naina terpaksa harus segera pulang. Meninggalkan para binatang yang sebenarnya masih ingin mengajaknya bicara tentang banyak hal.

Naina teringat dengan pesan Tuan Minos yang mengatakan untuk datang menemuinya setelah mengantarkan bunga mawar biru. Selain itu Naina juga disuruh untuk memakai pakaian bagus, itu artinya malam ini dirinya harus terlihat menarik.

“Aku akan membawa mawar biru ini pada Tuan Minos. Kau bisa segera bersiap. Mandi jika perlu. Dan tak perlu terburu-buru. Pastikan agar kau tampak cantik. Ingat selalu bahwa Tuan Minos tidak suka perempuan jelek,” ujar Tora kembali mengingatkan.

Sambil meneguk ludah, Naina mengangguk. Lantas bergegas menuju kamar, melakukan apa yang disuruh Tora barusan. Mulai memilah-milah gaun atau dress apa yang cocok untuk dirinya pakai malam ini.

Dari berbagai warna yang berjejer rapih dari dalam lemari, Naina memilih warna hitam. Tepatnya dress hitam se atas lutut yang mengekspos bagian dada dan bahunya.

“Apa aku sudah gila?” Naina memukul kepalanya sendiri. Menyadari pilihan dress barusan berasa di luar kendalinya. “Bagaimana mungkin aku memilih dress seperti ini? Memangnya sudah pasti kami akan melakukan ‘itu’ malam ini? Kenapa aku terlihat seperti wanita penggoda?”

Rentetan pertanyaan terus saja keluar dari mulut gadis itu. Tapi entah apa yang membuatnya tetap memilih dress hitam tersebut untuk dikenakan malam ini.

Setelah mandi sekilas untuk membuat tubuhnya terasa segar dan tercium harum, dress hitam yang dipilihnya tadi sudah terpasang sempurna pada lekuk tubuhnya. Meski Naina memiliki luka di bagian belakang tubuhnya, itu tak membuat aura sexy yang terpancar jadi berkurang.

Sebelum meninggalkan kamar, Naina berdiri di depan cermin. Mengamati pantulan dirinya yang tersorot sinar rembulan dari luar, semakin nampak jelas bagaimana penampilannya saat ini.

“Kenapa aku mendadak gugup?” Tangannya ia taruh di atas dada. Dentuman dari dalam sana amat terasa, napasnya pun mulai tak beraturan.

Ketika suara ketukan di pintu terdengar, detik itu juga Naina terhenyak. Buru-buru ia berjalan keluar kamar, menatap bahwa Tora sudah menjemputnya untuk menuntunnya menuju ruangan Tuan Minos.

Tapi sebelum itu...

“Pakai ini. Tuan Minos yang memintanya,” pinta Tora sambil menyerahkan kain panjang seperti penutup mata pada Naina.

Menerimanya dengan dahi yang mengerut, Naina pun bertanya, “Kenapa aku harus memakai penutup mata?”

“Pakai saja. Itu perintah.” Tora tidak mau menjelaskan apa-apa. Otaknya buntu, takut salah bicara. Biar saja semuanya berjalan semestinya.

Naina pun melakukannya meski tak mau. Saat pandangannya berubah gelap, tidak dapat melihat apa-apa ketika kain sudah terpasang sempurna menutupi kedua matanya. Tora pun mulai menuntunnya pelan-pelan.

Mendengar pintu berderit pertanda terbuka, Naina menelan salivanya berulang kali. Menyadari bahwa saat ini kedua kakinya sudah melangkah masuk ke dalam ruangan yang di dalamnya ada Tuan Minos.

“Tunggu sampai Tuan Minos berbuat sesuatu.” Suara kepakan Tora semakin menjauh, dipastikan gagak itu terbang meninggalkan ruangan.

Naina tidak mendengar apa-apa terkecuali suara gemerutuk dari kayu yang dilahap oleh kobaran api. Tidak juga mendeteksi kehadiran siapapun. Baik dari suara ataupun aroma sesuatu.

“Apa kamu sudah siap?”

Bariton yang terdengar barusan sama persis dengan milik Tuan Minos. Berat dan agak serak. Terdengar dekat juga. Bahkan deru napasnya terasa berdampingan dengan telinga.

Tapi kenapa ini terasa berbeda? Naina tidak bisa mencium bau busuk yang biasa membuatnya harus menahan mual. Alih-alih bau busuk, justru yang tercium hanya semerbak wewangian layaknya sedang berada di taman bunga.

“Pastikan agar penutup mata itu tidak terlepas jika kamu tidak mau menjerit ketakutan saat sedang melakukan permainan panas denganku,” kata Tuan Minos yang kini sudah berdiri dengan jarak hanya beberapa centi dengan gadis di depannya.

“Permainan panas?” Naina bergumam tanpa suara, jantungnya semakin berdebar-debar tak karuan. Memikirkan apa yang akan terjadi beberapa menit ke depan.

***

1
Sandy Aulia Putri
👍👍👍👍👍
Cha Sumuk
bagus ceritanya tp ga suka krna MC ceweknya bodoh jg lemah,penakut jg cengeng,trs MC cw nya terlalu arogan bnr2 ga enk bngt di BC nya
Nona Bulan 🌜: Terima kasih karena sudah mampir dan membaca sampai di bab ini, Kak. Untuk pembangunan karakter antara Naina dan Tuan Minos memang sengaja dibuat seperti itu ya, Kak. Tentunya bukan hanya asal-asalan, ada alasan dibalik kenapa mereka dibuat mereka begitu. Kalau kakak berkenan masih mau baca, di bab-bab selanjutnya mungkin kakak akan tau jawabannya.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!