Narecha memilih untuk melarikan diri dari kehidupannya penuh akan kebohongan dan penderitaan
Lima tahun berselang, Narecha terpaksa kembali pada kehidupan sebelumnya, meninggalkan berjuta kenangan indah yang dia ukir ditempat barunya.
Apakah Narecha sanggup bertahan dengan kehidupannya yang penuh dengan intrik?
Di tengah masalah besar yang terjadi padanya, datang laki-laki dari masa lalunya yang memaksa masuk lagi dalam kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ssintia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali
...••••...
Setelah melewati perjalanan tiga jam di kapal, lima jam melewati daratan dengan sebuah mobil pick up, dan terakhir melewati penerbangan selama tiga jam akhirnya Echa kembali pada kota kelahirannya.
Tiba di bandara, Echa menenteng ransel besar yang berisikan barang-barangnya yang tidak cukup banyak dari waktu yang dihabiskannya selama lima tahun.
Kurun waktu lima tahun rupanya telah terjadi banyak perubahan yang signifikan. Rasanya Echa seperti baru menginjakkan kakinya di kota besar ini saking banyaknya yang berubah.
Seperti yang sudah direncanakan, bukan kembali ke rumah keluarganya, Echa memutuskan untuk tinggal di sebuah apartemen biasa, tidak mewah dan juga tidak terlalu kecil. Cukup untuk dirinya tinggal seorang.
Setelah setengah jam perjalanan menggunakan taksi, Echa sampai di depan bangunan apartemen yang akan dia tinggali.
"Terimakasih mbak." Echa menerima kunci kamarnya yang sebelumnya belum dia ambil.
Menaiki lantai dua puluh, Echa memasuki kamarnya yang terletak paling ujung lorong. Sengaja dia memilihnya karena menurutnya itu adalah letak yang paling strategis.
Begitu membuka pintu, hal yang pertama kali Echa lihat adalah kegelapan.
Masuk lebih dalam, Echa meletakkan ranselnya di atas sofa lalu berjalan untuk membuka tirai yang menutupi jendela besar membuat langit sore terlihat. Tidak sebagus pemandangan ditempat dulu, tapi setidaknya Echa masih bisa menikmati pemandangan dimana matahari terbenam.
Memasuki kamarnya, Echa kembali membuka tirai. Menilik seisi kamar, Echa menghembuskan nafasnya perlahan.
Sepi. Itulah yang dirasakan Echa.
Jika ditempat itu meskipun antar rumah warga berjauhan, tapi Echa tidak merasakan sepi seperti ini.
Mengambil ransel dari ruang tengah, Echa membongkar isinya untuk mengambil satu setel pakaian. Echa merasa tubuhnya harus segera dibersihkan karena lengket oleh keringat setelah belasan jam dalam perjalanan.
Juga setelahnya Echa berniat untuk belanja di minimarket yang berada di bawah apartemen.
Setelah rambutnya kering, Echa cepat-cepat keluar untuk melaksanakan niatnya.
Perutnya sudah meronta-ronta ingin diisi karena terakhir Echa makan ketika dalam perjalanan darat sebelum dirinya naik pesawat. Karena sepanjang perjalanan udaranya itu Echa habiskan dengan tidur hingga membuatnya melewatkan makan.
"Eh, bisa dimasak di sini?" Echa bergumam ketika melihat seorang gadis yang tengah memasak mie instan.
Echa yang penasaran memilih untuk mengikuti cara gadis itu makan. Echa mengambil mie instan cup, sosis pedas siap makan, juga dua telur matang.
Setelah mienya matang, Echa duduk di kursi yang telah disediakan. Bergabung bersama gadis yang sebelumnya dia perhatian.
"Kamu orang baru ya?" pertanyaan itu terdengar ketika Echa tengah mengupas telurnya.
"Kamu tanya sama aku?" Echa menunjuk dirinya karena takut salah mengartikan.
Gadis itu mengangguk, "Iya, lagian selain kita engga ada siapapun lagi."
Iya juga, Echa baru menyadari jika hanya ada mereka berdua.
"Iya, ini hari pertama aku disini."
"Pantes aja wajahnya asing, setiap hari aku keluyuran di area apartemen dan baru pertama kali lihat kamu." Sepertinya gadis disamping Echa itu adalah orang yang senang mengajak orang berbicara.
Beda sekali dengan Echa yang terkesan menutup jika ditempat baru atau ketika berada diantara orang-orang yang tidak dia kenal.
Echa hanya tersenyum sebagai tanggapan. Perutnya yang sudah lapar membuatnya fokus pada makanannya. Sedangkan gadis itu juga melanjutkan makanannya yang masih tersisa sedikit lagi.
Setelah semua makanan yang dibelinya masuk kedalam perut, Echa belum berniat untuk kembali ke atas. Echa menikmati minuman kaleng bersoda yang mendadak dia beli ketika melihat gadis disampingnya begitu menikmati minuman serupa.
Rupanya benar, rasanya begitu enak. Sepertinya itu adalah jenis minuman baru karena beberapa tahun yang lalu Echa tidak melihatnya.
"Boleh tahu kamu tinggal dilantai mana?"
"Dua puluh, aku tinggal di kamar enam sembilan tiga." Jawab Echa seraya menatap si gadis yang juga tengah memperhatikannya.
"Loh, kita tetanggaan dong. Aku kamar enam sembilan dua." Gadis itu berubah jadi bersemangat ketika mengetahui jika kamar disampingnya telah terisi setelah sekian lama.
"Kebetulan yang sangat bagus."
"Eh ngomong-ngomong kita belum kenalan." Gadis itu mengulurkan tangannya yang tentu saja langsung Echa sambut dengan senang hati.
"Nama aku Narecha, usia dua puluh lima tahun."
Gadis itu terlihat terperangah mendengar kalimat yang keluar dari mulut Echa.
"Yang bener aja, aku kira umur kakak masih belasan sama kaya aku," ujar gadis itu masih dengan kaget yang mendominasi.
Melihat penampilan Echa tidak ada sama sekali hal yang menunjukkan jika wanita itu sudah berusia dua puluh lima tahun.
Echa lagi-lagi tersenyum melihat wajah gadis disampingnya yang dari tadi menunjukkan berbagai ekspresi yang berbeda. Mengingatkannya pada Meta di sana. Ah, Echa merindukan gadis kecil itu jadinya.
"Padahal wajah aku udah keliatan tua loh." Echa tidak pernah berbesar kepala ketika mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan jika wajahnya tidak sesuai dengan wajah dan penampilannya.
"Ngga kak, percaya sama aku, wajah kak Narecha itu baby face banget."
"Ada-ada saja kamu ini, kamu belum kasih tau aku nama kamu loh,"
"Eh iya, saking kagetnya aku sampai lupa. Kenalin, nama aku Melania Kaneishia usia aku delapan belas bulan besok." Gadis yang bernama Melania itu menjabat tangan Echa kembali.
"Nama kamu bagus, salam kenal Melania."
"Kak Narecha bisa panggil aku Lania biar ngga kepanjangan."
"Oke Lania, kamu juga bisa panggil aku Echa."
"Oke kak Echa."
"Mau kembali keatas sekarang?" Echa merasa jika tubuhnya sudah harus diistirahatkan.
"Sebenarnya aku masih mau disini, tapi karena ngga ada orang ayo kita keatas." Lania berdiri membuat Echa juga ikut berdiri dan keduanya keluar dari minimarket.
Disepanjang jalan, keduanya banyak berbicara. Sepertinya dihari pertamanya kembali Echa sudah mendapatkan teman meskipun umur keduanya berbeda cukup jauh.
Ketika berbicara dengan Lania, Echa merasa dirinya melihat kembali sosok teman-teman kecilnya. Energi Lania sungguh tidak ada habisnya.
Bahkan Echa merasa energi dirinya disedot habis oleh gadis disampingnya ini.
Begitu tiba dilantai kamar keduanya berada, Lania berhenti didepan pintu kamarnya membuat langkah Echa sama terhenti.
"Kak Echa, kita bisa jadi teman kan?" Lania menatap Echa dengan lamat-lamat dan penuh dengan harapan.
Echa sengaja terlihat berpikir-pikir membuat Lania harap-harap cemas dibuatnya. Satu tahun tinggal di apartemen ini tidak ada seorang pun yang mau diajak berteman olehnya.
Setiap harinya Lania selalu berkeliling untuk mengusir bosan guna mencari orang yang bisa dia ajak kerja sama untuk menjalin hubungan sebagai teman. Tapi nyatanya sampai saat ini tidak kunjung dia dapatkan.
Kebanyakan penghuni apartemen adalah orang-orang yang senang berdiam diri di kamar dan keluar jika akan bekerja atau bermain. Tidak ada yang seperti Lania.
Dan kini Lania menemukan Echa yang dari awal menerima perkataannya membuatnya tidak ingin kehilangan kesempatan mengajak wanita itu berteman. Echa adalah orang yang asik.
Segala perkataan Lania tidak ada yang disanggah sedikitpun. Malah, Echa mendengarkan perkataanya dengan khidmat membuat Lania senang karena akhirnya ada seseorang yang mengerti dirinya.
"Iya-iya, kita bisa berteman," ujar Echa membuat senyum Lania terbit dengan lebarnya.
Setelah berpamitan dengan beberapa patah kata, Echa masuk kedalam kamarnya dan langsung menghempaskan tubuhnya diatas ranjang.
Tangannya terulur untuk mengambil ponsel yang sebelumnya sedang dia isi daya.
Mengetuk-ngetuk tangannya diatas perut ketika Echa menunggu ponsel hidup sepenuhnya.
Echa lupa, jika dia belum membeli paket internet membuatnya memilih untuk menyimpan kembali ponselnya diatas nakas kemudian memejamkan matanya.
Meskipun tidak baik jika setelah makan langsung tidur, tapi karena tubuhnya sudah begitu lelah Echa tidak bisa lagi menahannya hingga akhirnya dia terlelap.
......••••......