Siapa sangka, cinta yang dulu hangat kini berubah menjadi api dendam yang membara. Delapan tahun lalu, Alya memutuskan Randy, meninggalkan luka mendalam di hati lelaki itu. Sejak saat itu, Randy hidup hanya untuk satu tujuan : membalas sakit hatinya.
Hidup Alya pun tak lagi indah. Nasib membawanya menjadi asisten rumah tangga, hingga takdir kejam mempertemukannya kembali dengan Randy—yang kini telah beristri. Alya bekerja di rumah sang mantan kekasih.
Di balik tembok rumah itu, dendam Randy menemukan panggungnya. Ia menghancurkan harga diri Alya, hingga membuatnya mengandung tanpa tanggung jawab.
“Andai kamu tahu alasanku memutuskanmu dulu,” bisik Alya dengan air mata. “Kamu akan menyesal telah menghinakanku seperti ini.”
Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Mampukah cinta mengalahkan dendam, atau justru rahasia kelam yang akan mengubah segalanya?
Kisah ini tentang luka, cinta, dan penebusan yang mengguncang hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
“Iya, Om, hanya makan malam biasa saja. Kita ‘kan tidak pernah berkumpul. Randy ingin kita bisa makan malam dan berbincang santai. Katanya, sudah lama ia merindukan bisa makan malam bersama keluarganya. Keluarga Randy ‘kan hanya Om dan Tante. Nadia minta Om bersedia hadir nanti malam ya, Om, ajak Tante dan Yolanda juga,” pinta Nadia dalam panggilan teleponnya dengan Om Tama.
Tak lama, ia mematikan teleponnya setelah mendengar jawaban dari Om Tama.
“Bagaimana?” tanya Randy yang sedari tadi berdiri di dekat Nadia, menguping pembicaraan mereka.
Mengangguk, Nadia mengatakan bahwa Om Tama mau menghadiri acara nanti malam karena kebetulan sedang tak ada kesibukan.
“Kamu belum pernah mengatakan pada Om Tama ‘kan, kalau aku menghamili Alya?” tanya Randy memastikan.
Menggeleng, Nadia memang belum sempat mengatakannya, meskipun ia ingin sekali menceritakannya saat itu.
Randy lalu mengingatkan Nadia agar terus berada di pihaknya demi sang papa.
Hanya mengangguk, Nadia diam.
Puas akan hal ini, Randy pergi meninggalkan kamar.
“Lia!” teriaknya memanggil asisten rumah tangganya itu.
“Ya, Tuan?” Tak lama Lia pun datang menghampiri tuannya.
"Sudah tahu ‘kan apa tugasmu nanti malam? Kamu akan ditemani Hito,” perintah Randy padanya.
Lia pun mengangguk paham akan tugasnya nanti malam.
Randy lalu menghubungi Geni untuk mengkoordinasikan kembali secara matang pada anak buahnya yang lain untuk tugas mereka nanti malam. "Waktu kita tak banyak, lusa Alex sudah kembali ke Indonesia. Makan malam kami juga hanya beberapa jam saja," tutur Randy mengingatkan.
Setelah menutup panggilan Geni, Randy menghubungi seseorang yang sudah ia tunjuk menjadi kuasa hukumnya, untuk mengurus urusannya bersama Nadia.
Sementara itu di panti, Bu Puri tak henti mengajak Alya bicara.
Ia juga kembali memanggil dokter yang dulu pernah menangani kejiwaan Alya 5 tahun lalu.
“Terpaksa obat ini harus diminumkan kembali. Setidaknya, agar jiwanya lebih tenang. Jangan lupa juga selimurkan pada hal-hal lain yang membuat dia lupa dengan kejadian itu,” pinta dokter pada Bu Puri.
***
Pukul 7 malam, Om Tama dan sang istri juga Yolanda beserta calon tunangannya datang ke rumah Randy. Disambut asisten rumah tangga Randy yang lain, mereka dipersilakan menuju ruang tamu. Tak lama, Randy dan Nadia pun menemui mereka.
“Halo Om, Tante, Yolanda. Apa kabar? Randy senang sekali Om, Tante, dan Yolanda mau datang. Entah kenapa, Randy ingin sekali merasakan kehangatan momen makan malam keluarga. Maklum, Randy sedang rindu ayah dan ibu. Apalagi, meski kita satu kantor tapi rasanya hampir tak pernah bertemu,” sapa Randy berbasa-basi.
Sedikit tertawa, Om Tama mengatakan bahwa jelas saja mereka tak saling bertemu karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Tak banyak bicara, istri Om Tama hanya sedikit tersenyum seolah tak ingin berlama-lama berada di rumah keponakannya itu.
“Tentu Randy harus bekerja keras, karena hanya itu yang bisa Randy lakukan untuk Om Tama, sebagai bentuk terima kasih Randy karena Om dan Tante sudah mengurus Randy dari kecil,” jelas Randy berpura-pura.
Tersenyum kecil, Om Tama tak ingin Randy berbicara demikian, karena apa yang ia berikan pada Randy adalah hal yang memang seharusnya dilakukan. Ia lalu memperkenalkan calon menantunya yang kini berada di samping Yolanda. Hal ini cukup membuat Randy sedikit terkejut karena Om Tama begitu ingin mempercepat anak-anaknya menikah.
“Randy ikut senang, Om, biar keluarga kita semakin ramai,” jawab Randy halus.
Sedikit berbincang, Randy lalu mengajak para tamunya itu makan malam karena jamuan telah siap.
Saat yang lain berjalan lebih dulu menuju meja makan, Om Tama mendekati Nadia dan berbisik lirih padanya. “Apa benar yang kamu pernah katakan dulu kalau Randy selingkuh?”
Menggeleng, Nadia mengaku hanya salah paham saja saat itu.
“Benar begitu? Anak buahku pernah beberapa kali melihatnya berada di Taman Kanak-kanak,” lanjut Om Tama.
Nadia lalu mencari alasan bahwa suaminya itu memang ingin mengadopsi seorang anak laki-laki, tapi tak diizinkannya. “Dia memang suka dengan anak kecil, jadi mungkin itu alasannya sering mengunjungi taman kanak-kanak.”
Meminta agar rencana adopsi itu tak pernah terjadi, Om Tama memperingatkan Nadia.
Mengangguk, sungguh Nadia ingin sekali menangis rasanya saat ini. Ia kembali teringat pada papanya yang masih disembunyikan Randy. Ia yang selama ini selalu judes dan garang, kini terlihat bak kucing peliharaan yang begitu patuh pada pemiliknya.
Sementara itu di kediaman rumah Om Tama, Lia dan Hito, salah seorang anak buah Randy yang menemaninya, sedang meminta izin pada satpam yang berjaga di gerbang.
“Kami diminta Tuan Randy yang saat ini sedang makan malam bersama keluarga Pak Tama, untuk mengantarkan makan malam ini pada satpam dan asisten rumah tangga di sini. Tapi maaf, karena tadi tidak siap dengan wadah sekali pakai, jadi kami pakai wadah ini. Jadi, kami minta makanannya dipindahkan agar kami bisa bawa pulang wadahnya lagi, karena begitu pesan Nyonya Nadia,” ujar Lia dengan sopan dan hati-hati.
Teguh, satpam yang sedang berjaga itu pun mengangguk. Ia lalu mempersilakan dan menemani Lia masuk ke dapur melalui pintu samping, untuk bertemu salah seorang asisten rumah tangga. Sementara Hito hanya menunggu di luar.
Setelah mereka berdua masuk, tak lama satpam lain datang dari dalam, sepertinya baru dari toilet. Hito pun mengatakan tujuannya ke rumah itu, sebelum dituduh macam-macam. Mengecohnya, Hito lalu dengan sengaja membawanya menjauh dari gerbang agar tak terjangkau CCTV.
“Sumpah, tadi saya lihat ada orang di sana,” ujar anak Hito berbohong.
Celingukan, satpam plontos bernama Sugeng itu merasa tak melihat apa-apa. Hito yang berdiri di belakangnya, dengan cepat menyekapnya dengan memberikan obat bius yang memiliki efek samping amnesia sementara waktu. Tujuannya agar Sugeng melupakan sejenak apa yang terjadi setelahnya.
Setelah satpam botak itu tak sadarkan diri, Hito memberi kode pada temannya yang sudah rapi dengan seragam satpam untuk masuk ke dalam.
“Tadi Lia lewat pintu samping,” tunjuk Hito pada Andik, salah seorang anak buah Randy yang lain.
Andik yang juga berkepala botak itu memang sengaja diminta menyamar sebagai satpam dengan memakai topi, agar jika tertangkap pantauan CCTV akan terlihat seperti Sugeng. Dengan setengah berlari Andik masuk melewati pintu samping menuju dapur. Hingga ia pun tak sama sekali berhenti ketika berpapasan dengan Lia dan Teguh.
Kembali di luar bertemu Hito, mereka bertiga pun berbincang sejenak. Hito dan Lia sengaja berbasa-basi agar Teguh acuh pada aksi orang yang dikira Sugeng itu. Sementara Andik yang sudah di dalam, segera mencari kamar utama yang diduga adalah kamar Om Tama.
Yang ia ingat betul dari ucapan Randy adalah bahwa kamar itu terletak di lantai 2 dan paling besar menghadap utara, tak lupa, ia juga mengingat ucapan Randy agar selalu membelakangi kamera CCTV.
Tak sulit menemukan kamar Om Tama, Andik segera masuk ke dalam dan menguncinya. Tak ingin buang waktu, ia segera mencari berkas yang Randy minta di meja kerja Om Tama. Rak dan lemari belakang meja pun tak luput dari pandangannya.
Hampir 15 menit tak menemukan apa pun, peluhnya mulai membasahi baju. Tak peduli, ia terus mencari. Hingga kedua bola matanya menangkap laci lemari paling bawah yang belum dijamahnya. Segera dibukanya laci itu dan dilihatnya satu per satu berkas di dalamnya.
Sayangnya, ia tetap tak menemukan berkas yang diinginkan Randy, tapi ia menemukan sebuah berkas yang bertuliskan “Akta Notaris” pengajuan perubahan nama perusahaan.
Waktu terus berjalan, Andik segera mendokumentasikan berkas tersebut ke dalam ponselnya dan segera keluar kamar.
Sementara itu, Lia dan Hito yang akan berpamitan, segera mendistraksi perhatian Teguh saat Andik sudah mulai terlihat.
...****************...
kecurangan lambat laun pasti akan terbongkar...
keren thor , makasih Uda kasih bacaan yang bagus.😍😍
alurnya teratur baca jdi rileks banyak novel yang lain tulisan nya di ulang ulang terlalu banyak kosakata aku senang cerita kamu terus deh berkarya walaupun belum juara
Semangat kutunggu Karya selanjutnya Thoor, semoga sehat selalu