Sebuah pengkhianatan seorang suami, dan balas dendam seorang istri tersakiti. Perselingkuhan sang suami serta cinta yang belum selesai di masa lalu datang bersamaan dalam hidup Gladis.
Balas dendam adalah jalan Gladis ambil di bandingkan perceraian. Lantas, balas dendam seperti apa yang akan di lakukan oleh Gladis? Yuk di baca langsung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gadisti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jangan salahkan aku
Sepasang kekasih yang romantis, dan selalu membuat orang lain iri dengan keromantisannya. Termasuk sahabatnya Sandra. Ia merasa iri, dan ingin mendapat pria seperti Darren yang lembut dan penuh perhatian. Namun, setelah Darren pergi meninggalkan sahabatnya, membuat pandangan Sandra terhadap Darren mulai berubah. Sandra menjadi benci pada laki-laki itu karena telah meninggalkan luka pada hati sahabatnya.
"Sya, aku ingin bertemu dengamu. Banyak hal yang harus aku beritahu kamu. Salah satunya adalah alasan mengapa aku pergi meninggalkanmu dulu. Jujur saja, sampai saat ini aku masih merasa bersalah terhadapmu. Aku ingin menebus kesalahanku karena telah meninggalkanmu tanpa mengucapkan sepatah katapun, dulu."
"Berikan aku kesempatan untuk menebusnya, Sya."
Suara Darren kembali terdengar di telinga Gladis, menyadarkan Gladis dari lamunan tentang masa lalunya.
Gladis menghela nafasnya. Jujur saja jika ia mengingat tentang kepergian Darren di masa lalu, membuat hatinya masih terasa sedikit sakit. Karena bagaimana pun juga, pada saat itu Gladis begitu mencintai Darren. Gladis tidak ingin kehilangan Darren, pria yang membuatnya merasakan indahnya cinta. Namun, tidak ada angin tidak ada hujan, Darren tiba-tiba saja pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Menghilang seperti di telan bumi, tidak ada kabar sama sekali, bahkan nomor Darren pun langsung tidak aktif.
"Gladis, apakah kamu mendengarku?" tanya Darren ketika ia tak kunjung mendapat jawaban dari Gladis. Gladis terlalu asik mengenang perpisahannya yang menyakitkan hati itu.
Menarik nafasnya dalam, lalu membuangnya perlahan. Gladis berdehem pelan, sebelum akhirnya ia menjawab ucapan mantan kekasihnya tersebut.
"Aku mendengarnya," ucapnya pelan.
Suara yang begitu Darren rindukan, suara yang begitu ingin Darren dengar selama ini. Kini suara itu benar-benar terdengar nyata, membuat kerinduan Darren sedikit terobati.
Pria tampan berusia matang itu tersenyum di seberang telpon sana, tidak ada yang lebih membahagiakan selain mendengar suara perempuan yang selama ini selalu terpatri dalam otak kecilnya. Selalu menghiasi mimpi indahnya, selalu membuat dirinya hampir hilang kendali ketika ia mengingat perempuan itu.
"Gladis... Kemana saja kamu selama ini? Aku mencarimu kemana-mana, tapi aku sama sekali tidak menemukan keberadaanmu. Bahkan, aku sampai mendatangi kampung halamanmu, tapi tetap saja aku tidak menemukanmu. Aku benar-benar merasa frustasi saat itu. Aku pikir, aku tidak akan bisa mendengar suaramu lagi, tapi ternyata aku salah. Tuhan masih berbaik hati dan memberiku kesempatan untuk mendengar suara indahmu lagi, aku benar-benar merasa sangat bahagia meksipun aku belum bisa bertemu muka dengan dirimu." Ucap Darren panjang lebar.
Pria itu mengutarakan isi hatinya kepada wanita pujaannya. Suaranya benar-benar terdengar sangat bahagia, tidak ada tanda-tanda kebohongan dari nada bicaranya. Dia benar-benar berkata jujur kepada perempuan itu.
"Aku masih tinggal di bumi yang sama denganmu. Memangnya dimana lagi aku tinggal! Tidak mungkinkan aku pindah ke planet Mars setelah kamu pergi meninggalkanku dulu." Gladis berkata dengan datar. Dalam hati, ia masih menyimpan kekesalan terhadap mantan kekasihnya tersebut. Namun, demi menjalankan rencananya untuk balas dendam kepada sang suami, maka dia harus melupakan kekesalannya dan memaafkan mantan kekasihnya itu.
"Sudahlah, jangan bahas masa lalu lagi. Semuanya sudah terjadi, dan aku pun sudah memaafkanmu." Sambung Gladis seraya berjalan menuju ruang tengah, untuk melihat putrinya bermain.
"Benarkah kamu sudah memaafkanku?"
"Untuk apa aku berbohong? Tidak ada gunanya juga." Sahut Gladis sambil menghentikan langkah kakinya ketika ia tiba di dekat lemari hias yang tak jauh dari ruang tengah. Ia bisa melihat bahwa putrinya masih asik bermain dengan temannya. Bahkan, kedua bocah lucu itu sedang memakan cemilan yang Gladis siapkan tadi.
"Aku akan percaya kamu sudah memaafkanku, kalau kamu mau bertemu denganku di luar."
"Hah! Untuk apa aku bertemu denganmu?"
"Untuk memastikan bahwa kamu benar-benar sudah memaafkanku. Bagaimana? Apa kamu mau?"
"Astaga... Kenapa seolah-olah aku yang melakukan kesalahan, lalu aku harus membuktikan bahwa aku telah mengakui kesalahanku terhadapmu? Bukankah itu sangat aneh? Bukankah seharusnya kamu yang membuktikan bahwa kamu benar-benar ingin menebus kesalahanmu terhadapku? Kenapa malah aku yang harus membuktikan bahwa aku sudah memaafkanmu? Dasar aneh!" kesal Gladis seraya memijit pelipisnya yang sedikit berdenyut. Bersandar pada lemari hias, dengan tatapan yang terus menatap awas pada putrinya.
"Maka dari itu, mari kita bertemu. Biarkan aku membuktikan bahwa aku benar-benar ingin menebus kesalahanku terhadapmu. Sekaligus mengurangi rasa rinduku kepadamu," ucap Darren terdengar berat.
"Baiklah, kita bertemu besok lusa di tempat yang biasa kita datangi dulu, pukul sepuluh pagi, bagaimana? Apa kamu punya waktu?"
"Tentu saja, punya. Untukmu aku pasti punya waktu kapan pun itu. Sekalipun tengah malam, aku pasti punya waktu." Sahut Darren antusias. Bagaimana dia tidak antusias, dia akan segera bertemu dengan mantan kekasihnya di tempat yang biasa mereka datangi dulu. Sungguh, Darren tidak sabar menunggu besok lusa, waktu yang telah di tentukan oleh Gladis untuk pertemuan pertamanya setelah delapan tahun tidak bertemu.
"Hmm baiklah aku tutup dulu panggilannya. Karena aku harus menemani putriku bermain," ucap Gladis dengan seulas senyuman di bibirnya.
Menutup panggilannya, lalu ia pun tersenyum kembali. "Evan, jangan salahkan aku jika aku mengikuti perbuatanmu yang menyakitkan itu. Ini semua aku lakukan agar kamu bisa merasakan apa yang aku rasakan selama kamu menjalin hubungan dengan perempuan itu." Batin Gladis sambil menggenggam erat ponsel miliknya. Lalu berjalan kembali menuju ruang tengah dimana putrinya sedang bermain bersama teman seusianya.
makasih Thor🙏💪