Terlihat jelas setiap tarikan bibirnya menampakkan kebahagiaan di raut wajah gadis itu. Hari di mana yang sangat di nantikan oleh Gema bisa bersanding dengan Dewa adalah suatu pilihan yang tepat menurutnya.
Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu timbullah pertanyaan di dalam hatinya. Apakah menikah dengan seseorang yang di cintai dan yang mencintainya, bisa membuat bahagia ?
1 Oktober 2024
by cherrypen
Terima kasih sebelumnya untuk semua pembaca setia sudah bersedia mampir pada karya terbaruku.
Bantu Follow Yuk 👇
IG = cherrypen_
Tiktok = cherrypen
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cherrypen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20. AMP
Dua hari lagi Gema, Dewa dan Merry akan pergi ke luar kota. Rencana sudah tersusun rapi dari hotel dan akomodasi yang akan di gunakan di sana. Selama tiga hari mereka akan berada di kota Surabaya memeriksa langsung proyek perusahaan Baskara.
"Sayang, sudah di persiapkan baju-baju buat kita ke Surabaya?" tanya Dewa seraya memakai sepatu pantopel warna hitam.
"Oh iya ..., kita kan akan ke luar kota. Hari ini aku akan menyiapkan semua keperluan kita selama di sana."
"Jangan sampai ada yang ketinggalan, terutama vitamin dan susu untuk dedek bayi nya," sahut Dewa.
"Iya Mas."
Dewa mengecup kening Gema dan juga mencium perutnya yang sudah kelihatan besar. Dia kemudian mengambil kunci mobil yang tergantung di tempatnya lalu menyalakannya dan berangkat ke kantor. Pria itu berangkat dengan rasa bahagia lantaran kepergian kali ini rasanya seperti bulan madu saja. Di saat dirinya berkaca di spion yang ada di dalam mobil rupanya dirinya lupa memakai dasi. Otomatis dia pun memutar kembali laju mobilnya yang belum terlalu jauh dari rumah. Dewa memarkir mobilnya di pdepan rumah kemudian keluar dari mobil dan menggeser gerbang rumah dengan tergesa-gesa seraya berlari masuk ke dalam.
"Mas, kenapa balik lagi?" tanya Gema yang sedang berada di dapur membuat susu hamil.
"Mas lupa pakai dasi Sayang," balas Dewa seraya terengah-engah di ruang tamu.
"Gema ambilkan sebentar Mas, tunggu saja di sini," timpal Gema.
"Biar aku saja. Kamu lanjutkan buat susunya."
Dewa segera naik tangga menuju kamar. Ia membuka lemari mencari dasinya. Dia juga membuka-buka setiap tumpukan baju. "Di mana ya?" ucapnya. Ia melanjutkan kembali mencari. Pasalnya yang menaruhnya adalah Gema sendiri dan biasanya di siapkan Gema, tetapi untuk hari ini entah kenapa dirinya kelupaan.
Dewa masih mencarinya seraya menarik beberapa baju dan mengangkatnya dan sebuh selembar kertas terjatuh ke mengenai kakinya. Seketika atensinya tertuju pada kertas itu. Dia menekuk ke dua lututnya kemudian mengambil kertas itu dan membacanya.
Dadanya langsung meradang bak seperti ada kobaran api yang membara. Ia membacanya seraya bola matanya berapi-api kemudian meremasnya sekuat tenaga. Dewa memukul pintu almari hingga berkali-kali lantaran dirinya merasa di khianati. Hatinya koyak lagi merasakan sakit di saat Mama kandungnya hadir kembali malah di tambah lagi mendapat tikaman yang membuatnya merasa sakit hati.
Dewa menghela nafas kasar dan mengeluarkannya hingga berkali-kali. Hatinya tengah di butakan sesuatu yang belum tentu terbukti kebenarannya sembari mengobrak-ngabrik kamar di mana dirinya dan Gema memadu kasih.
"Kok Mas Dewa lama. Apa dia belum menemukannya?" ucap Gema.
Penasaran dengan Dewa yang tak kunjung turun dari kamar. Gema naik tangga menuju kamar memastikan apakah suaminya sudah menemukan dasinya atau belum. Dari daun pintu Gema terkejut melihat kamarnya berantakan. Bantal guling yang isinya kapas sudah berhamburan di lantai dan berterbangan di udara. Selimut yang acak kadul juga semua isi almarinya yang berantakan berserakan di lantai.
Gema berjalan masuk ke dalam kamar kebingungan. Dia tidak tau apa yang sudah terjadi dengan kamarnya. "Mas ada apa ini. Kenapa jadi berantakan?" tanya Gema.
Gema berjalan pelan seraya kakinya memilah-milah lantai agar tak menginjak baju-baju yang bertebaran di atas lantai dan ranjang. Ia berdiri menatap Dewa yang tengah duduk di sofa yang ada di dalam kamar seraya membuka kakinya dan menyenderkan bahunya ke belakang dengan tegap. Sorot matanya tajam menatap istrinya bak singa kelaparan yang siap menerkam mangsanya. Di tangan kanannya menggenggam kertas yang di remasnya.
Gema sekali lagi bertanya lantaran Dewa masih terdiam. "Mas, ada apa?"
Dewa seketika berdiri dari tempat duduknya hingga Gema terperanjat dan mundur satu langkah. Ia merundukkan kepalanya, mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah istrinya. Gema masih tidak mengerti dengan sikap Dewa yang tiba-tiba berubah menyeramkan sama seperti saat dirinya di hajar habis-habisan.
"Apakah kamu setia padaku?" Dewa bertanya seraya menekan nada bicaranya.
Gema hanya menganggukan kepalanya seraya menatap mata Dewa. Jujur di sini Gema merasa ketakutan tubuhnya bergetar dan tak mampu berbicara melihat suaminya seakan tengah mengintimidasinya. Susu di dalam gelas yang tengah di pegangnya pun ikut beriak karena tangan Gema bergetar.
Plaaak ...
Gela berisi susu terlepas dari tangan Gema di saat Dewa melayangkan tangannya ke pipi merah merona istrinya. Gema seketika memegang pipinya. Dalam sekejap buliran-buliran bening terus mengalir dari pelupuk netranya. Tidak tau ke salahannya Gema pun dengan berani mengangkap kepalanya menatap suaminya.
"Apa salahku Mas?" tanya Gema dengan suara parau.
Dewa melepar kertas itu ke wajah Gema. Dan Gema akhirnya memungut kertas itu dari lantai kemudian membukanya dan membacanya. Setelah selesai membacanya Gema menggeleng-gelengkan kepalanya menatap wajah Dewa.
"Mas, ini surat waktu aku masih SMA. Tidak ada artinya sama sekali, sampai detik ini aku masih setia sama kamu Mas," jelas Gema dengan bercucuran air mata seraya berdiri pelan.
Surat cinta dari Andrean mantan pacarnya Gema. Tanpa sengaja sewaktu membereskan baju-bajunya yang akan di bawa dari rumahnya sendiri ikut masuk ke dalam tas tanpa sepengetahuan dirinya yang kala itu di bantu oleh pembantunya. Dan saat menatanya kembali ke almari yang ada di rumah, Dia juga tidak mengetahui jika surat ikut masih ada bahkan sampai tertata rapi di dalam lemarinya. Kenangan lama itu belum sepenuhnya di musnakan oleh Gema. Dia kurang teliti di saat membakar kado-kado dan surat cinta dari Andrean. Meskipun saat itu mereka sudah menggunakan ponsel, namun Andrean kerap memberinya kejutan manis dengan meletakkan surat cinta, bunga di dalam laci meja sekolah Gema.
"Pembohong!"
Dewa melangkah pergi meninggalkan Gema. Akan tetapi, Gema seketika menekuk ke dua lutunya memegang kaki Dewa dan menghentikan langkahnya.
"Mas, aku mohon percaya padaku. Aku hanya mencintaimu, aku tidak mencintai Andrean itu hanya masa lalu," jelas Gema.
"kalau itu hanya masa lalu, kenapa kamu masih menyimpan surat itu. Apa kamu masih menyimpan perasaan sama dia!" bentak Dewa seraya menarik kakinya kasar hingga Gema tersungkur ke depan.
"Sumpah Mas, aku ngga bohong," ucapnya sembari terisak sesenggukan.
Dewa menekuk ke dua lututnya agar sejajar dengan istrinya sembari menghadap istrinya. Dia memegang ke dua bahu Gema lalu membantu berdiri dengan perlahan. Dewa juga membantu Gema duduk di pinggir ranjang sembari mengusap lembut pipi istrinya yang basah.
"Mas percayalah, jangan salah paham padaku," kata Gema seraya mendongak ke atas.
Dewa tersenyum manis menatap istrinya. Terus terang hatinya juga porak poranda dengan pikirannya sendiri. Dia tidak tau harus bagaimana. Dewa berusaha bersikap lembut pada Gema dengan membelai pipi istrinya.
"Siapkan semua keperluan kita selama di Surabaya, jangan menangis lagi sayang. Aku percaya sama kamu," ucapnya penuh kelembutan kemudian dia melangkah pergi keluar dari kamar. Gema hanya bisa melihat punggung suaminya berlalu pergi. Dirinya masih menyimpan pertanyaan di dalam hatinya, benarkah Mas Dewa memaafkanku dan tidak marah sama aku. Kenapa kali ini kemarahannya tidak se kasar dulu. Mas, benarkah kamu percaya padaku kalau aku ngga selingkuh.
Dewa memarkir mobilnya di parkiran perusahaan dengan kecepatan tinggi, hampir saja dia menyerempet mobil yang ada di sebelahnya. Pria itu membuka pintu dan menutupnya kembali dengan kasar. Dia berjalan di lobbi hingga suara sepatunya terdengar di telinga karyawannya. Sangat terlihat jelas sorot mata Dewa masih menyimpan kemarahan, bahkan dia tak menghiraukan salam dari karyawan yang jalan berpapasan dengannya.
To be continued 😊
Bantu author yuk dengan memberi Vote, like dan jiga komentar yang positif agara aku lebih semangat lagi. Terima kasih 🙏