Riska tak pernah menyangka hidupnya yang sederhana akan terbalik begitu saja setelah pertemuannya dengan Aldo Pratama, CEO muda yang tampan dan penuh ambisi. Sebuah malam yang tak terduga mengubah takdirnya—ia hamil di luar nikah dari pria yang hampir tak dikenalnya. Dalam sekejap, Riska terjebak dalam lingkaran kehidupan Aldo yang penuh kemewahan, ketenaran, dan rahasia gelap.
Namun, Aldo bukanlah pria biasa. Di balik pesonanya, ada dendam yang membara terhadap keluarga dan masa lalu yang membuat hatinya dingin. Baginya, Riska adalah bagian dari rencana besar untuk membalas luka lama. Ia menawarkan pernikahan, tetapi bukan untuk cinta—melainkan untuk balas dendam. Riska terpaksa menerima, demi masa depan anaknya.
Dalam perjalanan mereka, Riska mulai menyadari bahwa hidup bersama Aldo adalah perang tanpa akhir antara cinta dan kebencian. Ia harus menghadapi manipulasi, kesalahpahaman, dan keputusan-keputusan sulit yang menguji kekuatannya sebagai seorang ibu dan wanita. Namun, di bal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29: Dalam Bayang-Bayang Pengkhianatan
Udara malam terasa dingin menusuk tulang. Riska berdiri di balik jendela kamar hotel yang diterangi temaram lampu kota. Matanya memandang kosong ke arah jalanan, tetapi pikirannya dipenuhi pertanyaan dan ketidakpastian. Di belakangnya, Adrian duduk di sofa, menatap ponselnya dengan raut serius.
Aldo. Nama itu terus terngiang dalam benaknya. Pria itu kembali, membawa segudang janji untuk melindunginya dan anak yang ada di dalam rahimnya. Namun, apakah dia bisa dipercaya?
Suara dering telepon memecah keheningan. Adrian mengangkatnya dengan nada tegas.
---
"Ya?" Adrian berbicara singkat. Suaranya berubah serius. "Apa? Baik. Aku akan segera ke sana."
Riska berbalik, menatap Adrian dengan cemas. "Apa yang terjadi?"
Adrian berdiri, mengenakan jaket kulit hitamnya. "Andre bergerak cepat. Dia tahu kita bersembunyi di sini."
Riska menggenggam tangannya. "Apa yang harus kita lakukan? Kita tidak bisa terus-menerus melarikan diri."
Adrian menatapnya dengan tajam. "Itu sebabnya aku akan menghadapinya. Tapi kau harus tetap di sini."
Riska menggelengkan kepala, air matanya hampir jatuh. "Tidak, aku tidak akan membiarkanmu pergi sendirian. Kita sudah cukup kehilangan segalanya. Jangan tinggalkan aku lagi."
Adrian mendesah, mencoba menenangkan dirinya. "Riska, aku tidak bisa mempertaruhkan keselamatanmu. Kau dan anak ini adalah yang terpenting."
---
Narasi:
Namun, sebelum Adrian bisa melangkah keluar, pintu kamar terbuka. Aldo muncul, wajahnya terlihat lelah tetapi penuh tekad.
"Aku tahu di mana Andre berada," katanya tanpa basa-basi.
Adrian menatapnya dengan penuh kecurigaan. "Bagaimana aku tahu ini bukan jebakan?"
Aldo balas menatap Adrian dengan sorot mata tajam. "Kau tidak punya pilihan lain. Jika kita tidak bergerak sekarang, dia akan datang untuk kita."
---
Riska melangkah maju, berdiri di antara dua pria itu. "Cukup! Kita tidak punya waktu untuk saling mencurigai. Jika Aldo punya informasi, kita harus mendengarnya."
Aldo menatap Riska dengan penuh penyesalan. "Aku hanya ingin memastikan kau aman. Aku tahu aku telah melakukan banyak kesalahan, tapi kali ini, aku tidak akan membiarkan Andre menang."
Adrian mengepalkan tangannya, terlihat jelas bahwa ia menahan amarah. "Jika kau berbohong, aku tidak akan segan-segan menghabisimu."
Aldo mengangguk. "Aku paham. Tapi percayalah, aku ingin menebus segalanya."
---
Perjalanan ke tempat persembunyian Andre penuh dengan ketegangan. Riska duduk di kursi belakang mobil, memegangi perutnya yang mulai terasa nyeri. Ia berusaha keras untuk tetap tenang, tetapi ketakutan menyelimuti hatinya.
Aldo yang duduk di kursi penumpang depan, sesekali melirik ke arah Riska melalui kaca spion. Sementara itu, Adrian mengemudi dengan tatapan fokus, tetapi cengkeraman tangannya pada setir menunjukkan emosinya yang mendidih.
Di dalam mobil, ketegangan di antara mereka terasa seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.
---
"Apa kau yakin Andre akan ada di sana?" tanya Adrian dengan nada dingin.
Aldo mengangguk. "Dia tidak akan meninggalkan lokasi itu sampai transaksinya selesai."
Riska memandang Aldo dengan ragu. "Apa ini benar-benar rencanamu? Atau kau hanya ingin membawa kami ke perangkap?"
Aldo menoleh, menatap Riska dengan sorot mata penuh kesedihan. "Riska, aku tahu aku tidak pantas mendapatkan kepercayaanmu. Tapi demi anak kita, aku akan melakukan apa pun untuk melindungi kalian."
Adrian tertawa kecil, sinis. "Kau baru bicara soal tanggung jawab setelah semuanya hancur."
Aldo menghela napas, mencoba menahan emosinya. "Aku tidak meminta maaf padamu, Adrian. Aku hanya ingin memastikan Riska dan anak itu selamat."
---
Mereka tiba di sebuah gudang tua di pinggir kota. Tempat itu terlihat sunyi, tetapi Aldo tahu bahwa di balik keheningan itu, Andre dan anak buahnya tengah bersiap untuk sesuatu yang besar.
Adrian memeriksa senjatanya, memastikan semuanya siap. Sementara itu, Riska merasa cemas tetapi mencoba menenangkan dirinya.
"Kau tunggu di sini," ujar Adrian kepada Riska.
"Tidak!" Riska bersikeras. "Aku tidak akan duduk diam sementara kalian mempertaruhkan nyawa kalian."
Aldo memegang bahu Riska, suaranya lembut tetapi tegas. "Percayalah padaku, Riska. Aku akan melindungimu."
---
Ketika Aldo dan Adrian masuk ke dalam gudang, suasana berubah menjadi semakin mencekam. Mereka bergerak dengan hati-hati, berusaha menghindari penjaga yang berseliweran di sekitar area itu.
Di dalam ruangan utama, Andre sedang duduk di kursi, dikelilingi oleh anak buahnya. Ia tersenyum tipis ketika melihat Aldo dan Adrian muncul.
---
"Akhirnya kalian datang juga," ujar Andre dengan nada mengejek. "Kalian benar-benar pikir bisa menghentikanku?"
Adrian mengangkat pistolnya, menatap Andre dengan penuh kebencian. "Ini adalah akhir permainanmu."
Andre tertawa, melambaikan tangannya. "Oh, tidak, Adrian. Ini baru permulaan."
Aldo melangkah maju, mencoba berbicara. "Andre, kau tidak harus melakukan ini. Kau sudah cukup menghancurkan hidup banyak orang."
Andre menatap Aldo dengan sorot mata dingin. "Dan kau, Aldo, berani mengkhianatiku setelah semua yang kulakukan untukmu? Kau tidak lebih dari alat yang bisa dibuang."
---
Ketegangan semakin memuncak ketika suara tembakan tiba-tiba terdengar dari luar gudang. Adrian dan Aldo langsung bergerak, berlindung di balik peti-peti kayu. Andre tertawa keras, menikmati kekacauan yang terjadi.
"Kalian tidak akan keluar hidup-hidup dari sini!" teriak Andre.
Namun, di tengah kekacauan itu, Riska tiba-tiba muncul di pintu gudang. Wajahnya penuh tekad, meskipun ketakutan jelas terlihat di matanya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" teriak Adrian, terkejut.
"Saya tidak akan membiarkan kalian berjuang sendirian," jawab Riska.
---
Sebelum Adrian atau Aldo sempat bergerak, Andre mengarahkan pistolnya ke arah Riska.
"Langkah yang buruk, nona manis," ujar Andre dengan senyum jahat.
Suara tembakan menggema di seluruh ruangan. Riska terhuyung, dan darah mulai terlihat di pakaian putihnya.