Malam itu petir mengaum keras di langit, suara gemuruhnya bergema. Angin mengamuk, langit menangis, meneteskan air dengan deras. Alam seolah memberi pertanda, akan datang suatu bencana yang mengancam sebuah keluarga.
Clara seorang ibu beranak satu menjadi korban ghibah dan fitnah. Sampai mati pun Clara akan ingat pelaku yang sudah melecehkannya.
Akankah kebenaran akan terungkap?
Siapa dalang di balik tragedi berdarah ini?
Ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Korban Kedua
"Clara, akhirnya aku menemukanmu," pria itu dengan lancangnya menarik tangan Dilara dan menguncinya dalam pelukannya.
"To ... toloooooooong!" teriak Dilara sambil mencoba terus berontak melepaskan pelukan pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Tercium bau alkohol yang sangat menyengat bercampur dengan aroma rokok dari pria itu.
"Clara, aku tidak akan melepaskan mu!" Pria itu memanggul tubuh Dilara dan membawanya jauh dari taman bermain.
Dilara terus berteriak, memukul dan mencubit keras bagian belakang tubuh pria itu. Pria itu hanya tertawa kecil, tangannya tidak segan meremas-remas bokong Dilara. Semakin Dilara berontak semakin keras remasannya. Dilara mengambil ponsel dari saku kemejanya. Dilara menghubungi Dira dan mengirimkan lokasinya sekarang. Dilara juga menghubungi Dira. Dan saat Dira mengangkat teleponnya Dilara langsung berteriak.
"TOLOOOOOOOONG!" Dilara dengan cepat menyimpan ponselnya.
"Dila, Dila!" terdengar teriakan Dira dari dalam telepon.
"Diam kamu!"
PRAAAKKK!
Pria itu memukul kepala Dilara dengan botol kaca kosong yang baru dia ambil dari bak sampah. Bunyi pecahan kaca menggema di telinga Dilara. Kepala Dilara terasa berat, darah menetes dari kepalanya. Pandangannya buram.
"Ma ... mama," lirih Dilara kemudian dia tidak sadarkan diri.
Pria itu memasukkan Dilara ke dalam bagasi mobilnya. Pria itu kemudian melarikan mobilnya meninggalkan kawasan Villa.
"Clara, bertahun-tahun gue dihantui perasaan bersalah ini. Dan sekarang lu sendiri yang datang kepada gue. Kali ini gue sendiri yang akan mengirim lu ke malaikat maut!" Pria itu terus melaju di jalan raya.
Pria itu menelpon temannya dan mengatakan dia sudah menemukan Clara. Temannya kembali mengingatkan bahwa Clara sudah meninggal 4 tahun yang lalu. Dan temannya bilang dia harus melupakan semuanya, kalo tidak dia bisa gila.
"Bobby, ini semua gara-gara lu. Lu yang sudah membuat gue jadi begini. Kalau bukan karena ajakan lu, gue akan jadi begini! Clara sudah bersama gue. Kali ini gue akan memastikan dia benar-benar sudah mati!"
"Tony, sadar Ton, lupakan semua!" terdengar suara Bobby begitu mengkhawatirkan sahabatnya.
Tony melempar ponselnya ke kursi belakang mobil. Tony sungguh menyesal mengapa waktu itu mau dibayar seorang wanita untuk membuat celaka Clara. Awalnya Tony dan temannya saat itu hanya disuruh menyebarkan fitnah kepada keluarga Clara, tapi setelah melihat teman-temannya mencicipi Clara, Tony pun terangsang juga.
Sejak mendengar berita kematian Clara dan hangusnya Desa Ghibah, Tony sepanjang malam diteror rasa bersalahnya. Tony selalu saja melihat Clara di mana-mana. Bahkan di dalam mimpi Clara terus menghantuinya. Dan hari ini, Tony akan benar-benar menghabisi Dilara yang dia lihat sebagai Clara karena wajah mereka yang mirip.
Tony memarkirkan mobilnya di sebuah peternakan kosong. Tony membuka bagasinya dan kembali memanggul Dilara yang masih tidak sadarkan diri. Tony menghempaskan Dilara di tumpukan jerami. Tony berniat membakar Dilara.
Sebelum membakar Dilara, Tony ingin memastikan Dilara benar-benar mati. Tony mengambil pistol yang sudah dia siapkan. Tony mengarahkan pistolnya ke kepala Dilara. Tony menarik pelatuknya.
DOR!
DOR!
Tony melihat tidak ada pergerakan dari Dilara. Tony bisa memastikan Dilara sudah mati.
"Clara, selamat tinggal," Tony menuangkan bensin di sekitar jerami.
Dan tiba-tiba saja sosok Clara masuk ke dalam tubuh Dilara. Clara marah melihat Dilara yang berlumuran darah. Clara menyerang Tony. Clara melemparkan botol miras yang banyak berserakan di lantai ke kepala Tony.
PRAAAKK!
PRAAAKK!
"KURANG AJAR! AAAAGGGGHHHHHH!" pekik Tony.
"Kamu, kamu, bukannya sudah mati!" Tony memegang kepalanya yang mulai bercucuran darah.
"Iya, aku memang sudah mati. Dan aku akan membuatmu merasakan kematian!"
Clara dengan tangan panjangnya mengangkat tubuh Tony, membantingnya ke lantai, mengangkatnya lagi dan kembali membantingnya ke lantai. Tony meringkuk kesakitan di atas lantai kayu, tubuhnya terasa remuk, tulang-tulangnya seperti ada yang patah.
"Dasar wanita jalang! Kamu sudah melakukan pesugihan. Kamu banyak mengorbankan bayi-bayi tidak bersalah. Kamu sungguh hina. Kamu pantas mendapatkan perlakuan itu dari kami semua!"
PLAK!
PLAK!
Clara memukul wajah Tony dengan sekuat tenaga. Tony mengerang kesakitan, giginya perlahan rontok satu demi satu.
"Kalian percaya fitnah begitu saja tanpa mencari buktinya! Kami tidak bersalah! Kami tidak bersalaaaaaaahh!" teriak Clara tepat di depan wajah Tony.
Tony menutup kedua telinganya. Clara melihat pistol yang ada di lantai di samping Tony. Clara mengendalikan tubuh Tony. Tangan kanan Tony mulai bergerak sendiri. Tangan kanannya perlahan turun dan mengambil pistol yang ada di lantai dan mengarahkan ke bagian pahanya. Tony menarik pelatuk.
DORRRRR!
"AAAAGGGGHHHHHH! Ampuuunnn!" Tony menangis, dari pahanya mengucur deras darah segar.
"Siapa yang menyuruhmu!" Clara melotot.
Tony tidak menjawab, hanya merintih menahan sakit.
Dan lagi-lagi tangan Tony bergerak dengan sendirinya. Kali ini tangan kanannya mengarahkan pistol ke kening Tony.
"Ampuuuuun, ampuuuuun," tubuh Tony bergetar hebat, keringat dingin bercampur dengan darah terus membasahi. Jantungnya berdegup tidak beraturan. Tercium bau pesing karena Tony saking ketakutannya kencing di celana.
"Siapa dia! Siapa orang yang meracuni pikiran kalian!" Clara melayang-layang di depan Tony.
Lagi-lagi Tony diam, Tony hanya menangis. Dan tangan kanan Tony menarik pelatuk pistolnya. Tony panik.
"Ampuuuun! Dia, dia, wanita tua itu. Emak tua itu yang menyuruh kami." Tony memejamkan matanya.
"Di mana dia sekarang?" terdengar suara penuh amarah dari Clara.
"Tidak tahu, gue tidak tahu. Tolong, maafin gue. Gue nyesel," Tony menangis histeris.
"Katakan! Di mana diaaaaaaaa!" Clara berteriak di depan Tony.
DORRRRR!
Saking kagetnya Tony dengan suara menggelegar Clara, Tony menembakkan pistolnya. Peluru itu langsung bersarang di kepala Tony. Tony jatuh ke lantai kayu dengan mata yang melotot dan kepala bersimbah darah.
Clara terbang membawa Dilara ke luar dari peternakan kosong dengan api yang berkobar-kobar melahap seluruh bangunan kayu peternakan. Kebakaran besar terjadi.
🌑 Di taman bermain
Dira, Salma dan Salman menemukan ponsel Dilara jatuh di taman bermain. Mereka berpencar mencari Dilara. Dan Dira menemukan Dilara di dalam perosotan anak dengan kondisi menahan sakit.
"Dila," Dira perlahan mengeluarkan Dira dari dalam perosotan.
"Salma, Salman, tolong!" teriak Dira.
Salma dan Salman mencari Dira. Mereka membantu Dira mengeluarkan Dilara yang kembali pingsan di dalam perosotan. Dira mengangkat tubuh Dilara masuk ke dalam mobil. Mereka segera menuju rumah sakit terdekat.
Diperjalanan menuju rumah sakit, Salman memutar saluran video Tube. Dari sana mereka mendapatkan informasi, seorang pria ditemukan tewas di dalam peternakan dengan sebagian tubuh gosong terbakar api dan diperkirakan sebelum pria itu meninggal, dia melakukan aksi bunuh diri dengan menembakkan pistol ke arah kepalanya.
Dari video itu juga didapatkan informasi pria itu dalam keadaan mabuk. Dan ada rekaman CCTV sebelum meninggal pria itu menculik seorang gadis di taman bermain.
"Dila, itu Dila!" tunjuk Salma ke monitor televisi.
"Ma, Ma," lirih Dilara dalam pelukan Dira.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...