Ethan, cowok pendiam yang lebih suka ngabisin waktu sendirian dan menikmati ketenangan, gak pernah nyangka hidupnya bakal berubah total saat dia ketemu sama Zoe, cewek super extrovert yang ceria dan gemar banget nongkrong. Perbedaan mereka jelas banget Ethan lebih suka baca buku sambil ngopi di kafe, sementara Zoe selalu jadi pusat perhatian di tiap pesta dan acara sosial.
Awalnya, Ethan merasa risih sama Zoe yang selalu rame dan gak pernah kehabisan bahan obrolan. Tapi, lama-lama dia mulai ngeh kalau di balik keceriaan Zoe, ada sesuatu yang dia sembunyikan. Begitu juga Zoe, yang makin penasaran sama sifat tertutup Ethan, ngerasa ada sesuatu yang bikin dia ingin deketin Ethan lebih lagi dan ngenal siapa dia sebenarnya.
Mereka akhirnya sadar kalau, meskipun beda banget, mereka bisa saling ngelengkapin. Pertanyaannya, bisa gak Ethan keluar dari "tempurung"-nya buat Zoe? Dan, siap gak Zoe untuk ngelambat dikit dan ngertiin Ethan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Papa Koala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikmati Keanehan Dunia
Pagi yang cerah menyambut Ethan di apartemennya. Matahari menembus tirai tipis di jendela, menciptakan pola bayangan di lantai. Biasanya, pagi-pagi seperti ini dia akan menghabiskan waktu dengan secangkir kopi sambil merenung. Tapi hari ini berbeda. Setelah percakapan mereka kemarin di kafe, pikirannya terus melayang ke Zoe.
Dia merasakan sesuatu yang asing, sebuah kecemasan yang halus, seperti menunggu sesuatu yang tidak bisa ia kendalikan. Ethan tidak terbiasa dengan ini. Selama ini, dia hidup dalam dunianya yang teratur dan stabil. Namun, Zoe seakan datang dengan ledakan energi yang menghancurkan semua rutinitasnya. Aneh juga, pikirnya, kenapa aku nggak merasa keberatan dengan itu?
Zoe, di sisi lain, sudah bangun lebih awal. Dia duduk di balkon apartemennya yang kecil, menyilangkan kaki di kursi rotan sambil meminum teh favoritnya. Di hadapannya ada secarik kertas berisi to-do list yang dipenuhi dengan coretan warna-warni. Bikin hidup lebih berwarna, kenapa nggak? pikirnya sambil mencoret-coret daftar dengan spidol hijau.
Tapi meski Zoe sibuk dengan kegiatannya, bayangan Ethan terus menghantui pikirannya. Dia merasa aneh, karena biasanya dia bisa menyimpan teman-temannya di ‘kotak’ yang jelas: teman main, teman curhat, teman biasa, dan sebagainya. Namun Ethan... Ethan tidak masuk ke salah satu kategori itu.
"Kamu tuh kategori apa sih?" gumam Zoe sambil memainkan bulu mata palsu yang belum ia tempelkan.
Telepon berdering, membuat Zoe melompat sedikit dari tempat duduknya. Itu Ethan, tepat waktu seperti biasa, dan Zoe tersenyum kecil melihat namanya di layar ponsel.
“Yo, Eth! Udah rindu, ya?” Zoe menyapa dengan nada bercanda.
“Rindu? Enggak. Tapi aku pikir kita harus pergi ke acara festival itu, kamu kan sudah ngajak. Kalau nggak, kamu pasti bakal ngingetin aku terus,” jawab Ethan datar, tapi nada suaranya sedikit bercanda.
Zoe tertawa. “Ya, ya, kamu benar. Harus diingatkan biar nggak lupa. Siap-siap, ya, kita berangkat sore ini!”
Setelah menutup telepon, Zoe langsung bergegas. Di dalam kepalanya, dia sudah merencanakan semuanya. Ini bakal jadi hari yang menyenangkan, dan mungkin, kalau suasana mendukung, dia akan mencari tahu lebih dalam soal Ethan. Bukan soal apa pekerjaannya atau hobinya, tapi soal apa yang sebenarnya ada di balik kepribadiannya yang tenang dan misterius itu.
Sore itu, Ethan tiba di taman kota lebih awal, seperti biasa. Dia duduk di bangku kayu sambil mengamati keramaian di sekitarnya. Ada banyak pasangan, keluarga, dan anak-anak yang berlarian. Festival mini yang Zoe bicarakan ternyata cukup meriah. Ada berbagai macam stand makanan, musik live di panggung kecil, dan beberapa tenda permainan yang dikelilingi lampu-lampu warna-warni.
Ethan tidak terbiasa berada di tengah keramaian seperti ini. Dia lebih suka tempat yang sunyi, tapi Zoe membuatnya merasa tidak begitu buruk berada di sini. Setidaknya, pikirannya tidak terus-menerus berputar soal betapa tidak nyamannya dia berada di antara orang banyak.
Lima belas menit kemudian, Zoe muncul dengan gaya khasnya jaket denim oversized, sepatu sneakers putih, dan kacamata hitam yang agak terlalu besar untuk wajahnya. “Hei! Maaf telat, tapi kali ini cuma lima belas menit, kok!” katanya sambil tersenyum lebar.
“Lima belas menit bukan telat, itu udah bagian dari jadwalmu kayaknya,” kata Ethan sambil tersenyum kecil.
“Ya kan, hidup itu harus fleksibel, Eth! Kalau semua tepat waktu terus, di mana serunya?” Zoe menepuk bahu Ethan dan menariknya menuju stand makanan tanpa menunggu jawaban.
“Lihat tuh! Ada food truck es krim yang viral di Instagram! Kamu harus coba.”
Ethan tidak begitu peduli soal apa yang viral di Instagram, tapi dia ikut saja. Mereka berdua berdiri di depan truk es krim dengan antrian yang cukup panjang. Zoe sibuk scrolling ponselnya, sesekali menunjukkan meme lucu atau video anjing yang konyol ke Ethan.
“Lihat ini, Eth. Anjingnya bisa skateboard! Serius, ini anjing lebih berbakat dari aku.”
Ethan mengangguk sambil tertawa kecil. “Mungkin anjing itu lebih tepat waktu juga.”
Mereka akhirnya sampai di depan truk es krim dan Zoe, seperti biasa, memesan sesuatu yang penuh warna es krim pelangi dengan taburan permen warna-warni. Ethan, di sisi lain, hanya memesan es krim cokelat klasik.
“Serius? Kamu pesen es krim cokelat biasa? Gimana caranya kamu bisa hidup dengan pilihan yang monoton kayak gitu?” Zoe menggodanya.
Ethan mengangkat bahu. “Sederhana itu kadang lebih baik.”
“Tapi hidup itu nggak cuma tentang cokelat biasa, Eth. Kadang kamu harus coba yang lain, kayak... ini!” Zoe menunjuk es krim pelanginya dengan bangga.
“Terima kasih atas pencerahannya,” jawab Ethan sambil menyendok sedikit es krimnya, lalu tersenyum tipis.
Mereka berjalan menyusuri festival, berbincang tentang hal-hal kecil sambil menikmati suasana malam yang mulai dingin. Zoe sibuk dengan kegiatannya mencatat setiap stand menarik yang ia temui di ponselnya, sementara Ethan merasa semakin nyaman berada di sampingnya.
“Eth, kamu pernah kepikiran nggak, gimana rasanya hidup di dunia di mana semuanya serba spontan?” tanya Zoe tiba-tiba sambil menggigit cone es krimnya.
“Spontan? Maksudmu nggak ada rencana sama sekali?” Ethan bertanya balik.
“Yup! Kamu tahu kan, kayak tiba-tiba memutuskan untuk melakukan sesuatu tanpa mikir panjang. Langsung aja, tanpa perencanaan.”
Ethan berpikir sejenak. “Aku nggak yakin bakal nyaman dengan itu. Aku lebih suka ada rencana, meskipun kadang rencana itu nggak berjalan sesuai harapan.”
Zoe tertawa. “Itulah masalahnya, Eth. Kamu terlalu terstruktur. Padahal kalau mau coba sedikit spontan, hidup bisa jadi lebih seru. Lihat aja aku! Hidupku penuh kejutan!”
“Dan drama,” tambah Ethan dengan senyum kecil.
Zoe tertawa keras. “Iya, itu juga. Tapi nggak apa-apa kan? Drama bikin hidup lebih menarik.”
Ethan hanya tersenyum. Dia memang tidak pernah mengerti cara berpikir Zoe yang selalu mengalir begitu saja, tapi dia menyukai keanehan itu. Zoe, dengan segala kekacauannya, telah membawa warna yang tidak pernah dia sadari dibutuhkan dalam hidupnya yang tenang.
Mereka melanjutkan perjalanan di festival, bermain beberapa permainan sederhana, dan tertawa bersama. Zoe berhasil memaksa Ethan untuk bermain lempar bola, meskipun Ethan jelas-jelas tidak tertarik. Hasilnya? Zoe kalah telak, dan Ethan, meskipun lebih tenang, memenangkan boneka beruang kecil.
“Wah, aku kalah!” keluh Zoe, memasang wajah pura-pura sedih. “Tapi nggak apa-apa, kan kamu menangin boneka buat aku!”
Ethan menyerahkan boneka itu tanpa banyak bicara. Zoe langsung memeluknya dengan gaya berlebihan, membuat beberapa orang di sekitar mereka menoleh.
“Lihat nih, Eth. Boneka ini bakal jadi simbol kemenangan kita hari ini!” seru Zoe.
“Kemenangan?” Ethan mengerutkan kening.
“Yup! Kemenangan karena kita nggak cuma duduk di apartemen dan baca buku. Kita keluar, Eth! Hidup!”
Ethan tertawa pelan, menggelengkan kepala sambil melihat Zoe yang bersemangat. Meski di kepalanya, dia berpikir bahwa keluar dari rutinitasnya memang sebuah kemenangan kecil yang patut dihargai.
Malam itu, di tengah festival yang mulai mereda, mereka berjalan perlahan kembali ke parkiran. Zoe masih sibuk menceritakan hal-hal konyol yang terjadi di festival, sementara Ethan hanya menikmati kehadirannya. Tak ada rencana, tak ada yang pasti. Tapi untuk pertama kalinya, Ethan merasa bahwa mungkin, menjalani sesuatu tanpa rencana bukanlah ide yang buruk.