Rivandra,, menjadi seorang penerus perusahaan besar membuatnya harus menjadi dingin pada setiap orang. tiba-tiba seorang Arsyilla mampu mengetuk hatinya. apakah Rivandra akan mampu mempertahankan sikap dinginnya atau Arsyilla bisa merubahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Widyastutik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 20
"Ryan? Setelah kematiannya?" tanya Rivandra bingung.
"Apa Mas Rivan juga mengenal Ryan?" tanya Bu Kinasih senang.
"Aku pernah mendengar Syilla menyebut nama itu. Yang aku tahu Syilla bilang Ryan sahabatnya." jawab Rivandra tegas seolah mempertanyakan kejelasan hubungan mereka pada Bu Kinasih. Karena menanyakan pada Arsyilla tidak akan menemukan jawaban.
"Ryan itu, teman sekolah Syilla sedari SD. Sewaktu SMA, Ryan menjadi korban tabrak lari. Meskipun waktu itu, Syilla sudah mendonorkan darahnya, Ryan hanya bertahan selama tiga jam setelah itu meninggal. Karena itu orang tua Ryan sudah menganggap Syilla seperti anak mereka sendiri. Mereka yang membiayai sekolah Syilla hingga kuliah." jelas Bu Kinasih.
Rivandra melihat Bu Kinasih sudah berkali-kali menguap menahan rasa kantuknya.
"Terima kasih untuk penjelasannya Bu Asih. Aku sangat menghargainya." ujar Rivandra tulus.
"Ibu tidak memintamu berjanji. Tapi, ini hanya permintaan seorang Ibu panti asuhan. Tolong, tolong bantu ibu menjaga Syilla di kota nanti." pinta Bu Kinasih sangat berharap memang Rivandra lah jodoh Arsyilla nanti.
"Aku juga tidak bisa menjanjikannya Bu Asih. Tapi, aku akan menjaga Syilla semampuku."
"Itu sudah lebih dari cukup, Mas Rivan." jawab Bu Kinasih senang.
"Istirahatlah, Bu Asih. Pasti ibu sudah mengantuk."
"Iya, Mas Rivan. Mungkin Syilla juga sudah ketiduran di kamar adik-adiknya. Mas Rivan sebaiknya istirahat."
"Iya, Bu." jawab Rivandra.
Rivandra melihat Bu Kinasih sudah masuk ke kamarnya. Rivandra menatap pekatnya langit dengan ratusan bintang di atas sana.
'Sungguh aku semakin mencintaimu, Syilla, tapi aku terlalu pengecut untuk memperjuangkannya. Aku lebih memilih menyerah sebelum bertanding.' batin Rivandra sedih.
Flashback on..
Teringat saat makan malam bersama Papanya sewaktu Rivandra di temukan pingsan oleh Zaen.
"Apa Papa dan Mama menikah juga karena perjodohan?" tanya Rivandra tanpa menoleh. Hanya melihat makanannya, tanpa ada niat untuk memakannya.
"Apa kamu sedang menyukai seseorang?" tanya Daniel sambil menatap perubahan anaknya Rivandra.
"Tidak, Pa!" seru Rivandra kaget.
Daniel menghela nafas panjang, menyayangkan Rivandra yang terlihat tegas, disiplin bahkan dingin pada orang lain ternyata bisa jatuh cinta. Sayangnya, saat perjodohan dengan kliennya hanya tinggal menunggu waktu saja.
"Pernikahan di dalam agama kita itu sangat sakral. Menikah seumur hidup. Tidak memberi celah sedikitpun untuk hadirnya orang ketiga apalagi sampai selingkuh." tegas Daniel.
Rivandra terpaku tidak bisa mendebat apapun. Lidahnya kelu, kalau di kantor dia bisa memojokkan anak buahnya. Tapi, di rumah, sekali Papa dan Mamanya bicara, seolah menjadi perintah tidak tertulis untuknya.
"Selesaikan urusanmu dengan wanita itu sebelum pertunanganmu dengan Katty. Papa tidak mau mendengar tentang skandal affair di kantormu lagi." seru Daniel sambil berdiri.
"Bagaimana kalau aku memilihnya?" tanya Rivandra ragu.
"Itu artinya kamu siap melepaskan nama Danendramu." kata Daniel sembari pergi meninggalkan Rivandra.
Flashback Off.
'Kalau aku melepaskanmu, aku hanya kehilangan hati dan juga kehilangan kebahagiaanku. Tapi kalau aku melepaskan nama Danendra, aku akan kehilangan orang tuaku, adikku, dan semua aset yang telah di berikan orang tuaku. Lalu apa yang bisa aku tawarkan padamu, Syilla? Sudah sejak kecil kamu mengalami kepahitan hidup, rasanya aku gak sanggup menarikmu dalam kepahitan hidup lagi saat aku tidak memiliki apapun.' batin Rivandra sedih.
Rivandra memejamkan matanya agar bisa merasakan angin yang sedang menenangkan kepalanya yang terlalu berisik. Ada sedikit nyeri di hatinya.
'Semakin jauh aku mengenalmu, semakin dalam perasaanku padamu, Syilla. Apa yang harus aku lakukan? Aku gak sampai hati melihatmu harus melawan keegoisan keluargaku nantinya.'
*****
"Shayna, papa ingin bicara!" seru Daniel sambil masuk ke ruang kerjanya.
Shayna mengikuti dengan langkah berat. 'Pasti tentang Kak Rivan.'
"Duduk!" tegas Daniel saat Shayna sudah berdiri di depan meja kerjanya.
Shayna duduk dengan malas, "Ada apa, Pa?" tanya Shayna tanpa menoleh.
"Apa kamu tahu siapa wanita itu?"
Shayna mendongak, melihat raut wajah Daniel yang tegas dan dingin membuat Shayna heran. 'Apa Kak Rivan sudah menceritakan tentang Syilla pada Papa?' tanya Shayna dalam hati.
"Wanita? Siapa yang papa maksud?"
"Kamu jangan pura-pura, kalian berada di satu divisi. Bahkan Rivan menempatkanmu sebagai asistennya. Pasti kamu tahu siapa yang di sukai Rivan saat ini."
Shayna menghela nafas lega karena papanya tidak menyebutkan nama Arsyilla.
"Papa salah. Kak Rivan itu orang yang profesional. Meskipun aku di tempatkan sebagai asisten Kak Rivan. Tapi, dia bersikap dingin padaku. Malah, beberapa kali menyuruhku merevisi semua laporan proposal yang aku buat." gerutu Shayna pura-pura kesal agar papanya tak lagi membahas tentang perasaan Rivandra.
"Kalau kakakmu bisa profesional seperti yang kamu katakan. Pasti dia bisa menjaga hatinya untuk Katty. Kakakmu tahu kalau dia sudah punya tunangan."
"Calon, Pa. Calon tunangan. Aku gak suka cara papa mengintimidasi Kak Rivan seperti ini."
"Mengintimidasi? Kapan papa melakukannya?"
"Pa, baik aku ataupun Kak Rivan. Kami semua sudah tahu kewajiban dan tanggung jawab kami sebagai generasi penerus Danendra. Kami bahkan sudah melakukan yang terbaik yang kami bisa."
Daniel menggebrak meja saking kesalnya.
"Itu memang tanggung jawab kalian sebagai penerus Danendra."
"Tapi tidak bisakah papa sedikit saja perduli dengan perasaan kami?! Setidaknya berikan pujian pada kami. Good job, Rivan! Good job, Shayna! Pernah, Pa?!" seru Shayna sembari berdiri seolah menantang papanya.
"Pasti ada yang kalian sembunyikan sampai kamu bahkan berani melawan papa sekarang."
"Menyembunyikan? Apa yang bisa kami sembunyikan dari papa? Bahkan kemanapun kami pergi, papa selalu menyuruh orang untuk mengintai kami. Satu-satunya yang bisa aku dan Kak Rivan sembunyikan hanya perasaan kami!" Shayna semakin emosi melihat Papanya tidak mempunyai simpati sama sekali pada anak-anaknya.
"Apa pernah papa sekali saja, memuji aku dan Kak Rivan yang sudah berprestasi?"
"Keluarga Danendra memang selalu berprestasi."
"Papa diktator!!" pekik Shayna marah.
"Shayna!!" seru Daniel sambil kembali menggebrak meja.
Valencia masuk ke ruang kerja dengan tergopoh-gopoh. Dan segera mendekap suaminya yang sudah mendekat ke arah Shayna bahkan sudah bersiap untuk menampar Shayna.
"Pa, sudah,, tenangkan dirimu." hibur Valencia sambil mengusap lengan Daniel.
"Mau menamparku, Pa? Tampar saja, Pa!" seru Shayna.
"Shayna, sudah. Masuk ke kamarmu!" hardik Valencia bingung. Karena tiba-tiba melihat anak dan suaminya saling bertatapan penuh kemarahan.
Shayna mendengus kesal dan beranjak menuju kamarnya dengan marah. Tidak di pungkiri air matanya mengalir dengan deras. Ada sedikit penyesalan sudah bersikap kurang ajar pada papanya. Kalau ada Rivandra saat ini, mungkin Shayna sudah dipaksa untuk minta maaf pada papanya.
"Cepat pulang, Kak Rivan. Aku kangen, Kak Rivan. Tapi, aku juga ingin Kak Rivan bahagia lebih lama lagi. Aku lebih senang Kak Rivan bersama Syilla daripada bersama Katty. Karena hanya Syilla yang bisa membuat Kak Rivan tersenyum." gumam Shayna di antara tangisnya sambil merebahkan tubuhnya.