Di usianya ke 32 tahun, Bagaskara baru merasakan jatuh cita untuk pertama kalinya dengan seorang gadis yang tak sengaja di temuinya didalam kereta.
Koper yang tertukar merupakan salah satu musibah yang membuat hubungan keduanya menjadi dekat.
Dukungan penuh keluarga dan orang terdekat membuat langkah Bagaskara untuk mengapai cinta pertamanya menjadi lebih mudah.
Permasalahan demi permasalahan yang muncul akibat kecemburuan para wanita yang tak rela Bagaskara dimiliki oleh wanita lain justru membuat hubungan cintanya semakin berkembang hingga satu kebenaran mengenai sosok keluarga yang selama ini disembunyikan oleh kekasihnya menjadi ancaman.
Keluarga sang kekasih sangat membenci seorang tentara, khususnya polisi sementara fakta yang ada kakek Bagaskara adalah pensiunan jenderal dan dirinya sendiri adalah seorang polisi.
Mampukah Bagaskara bertahan dalam badai cinta yang menerpanya dan mendapatkan restu...
Rasa nano-nano dalam cinta pertama tersaji dalam cerita ini.
HAPPY READING.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEMBALI KE TANAH AIR
Dua minggu telah berlalu dan Bagaskara yang mendapatkan pesan dari Bondan jika sahabatnya itu telah berhasil menemukan keberadaan Audry pun segera melesat ke divisi litbang dimana sahabatnya itu bertugas.
Semua orang yang ada didivisi litbang menatap Bagaskara dengan tatapan penasaran melihat lelaki tersebut masuk kedalam ruanga dengan wajah panik.
Brakkk....
Begitu pintu ruang kerja Bondan dibuka, Bagaskara segera berjalan menghampiri sahabatnya yang tengah fokus pada layar monitor dihadapannya.
“Dimana dia sekarang ?”, tanya Bagaskara tak sabar mengetahui keberadaan gadis yang membuatnya hampir gila selama dua minggu terakhir ini.
Melihat Bagaskara menghampirinya dengan nafas tersenggal-senggal, Bonda segera spontan memberikan botol air mineral yang langsung ditegak habis oleh Bagaskara karena dia berlari dari ruang kerjanya yang berjarak lumayan jauh dari tempat dimana divisi litbang berada.
“Ponselnya telah aktiv dan sekarang dia berada dibandara internasional”, ujar Bondan sambil menunjukkan titik Audry berada saat ini.
Belum juga Bagaskara kembali bertanya, ponsel dalam sakunya berbunyi dan nama Rafie tertera.
“Halo, ada apa Fi”, tanya Bagaskara to the point.
“Cek pesanku sekarang!”, ucapnya dan langsung mematikan telepon secara sepihak membuat Bagaskara menautkan kedua alisnya penasaran.
Bagaskara yang cukup penasaran pun segera mengecek pesan yang masuk kedalam ponselnya atas nama Rafie.
Begitu foto dalam pesan yang Rafie kirim dibuka, Bagaskara cukup terkejut sekian detik sebelum dia kembali menormalkan ekspresi wajahnya.
Diapun menscroll foto yang menampilkan gambar Audry dan memperbesarnya untuk memastikan sesuatu.
“Lambang ini....”, batin Bagaskara tercengang.
Bagaskara yang pernah menempuh pendidikan di luar negeri tentunya sedikit tak asing dengan logo yang ada di blazer hitam yang Audry kenakan saat ini.
Sebuah lambang salah satu organisasi bawah atau biasa disebut mafia dan lambang itu milik salah satu mafia yang ada di benua Eropa.
“Kenapa Audry memakai atribut mereka. Apa Audry merupakan salah satu dari mereka”, batinnya penuh kecurigaan.
Bondan yang melihat ekpresi Bagaskara tak bisa membendung rasa penasaran dalam hatinya dan mulai bertanya “Apa yang dikatakan Rafie ?”, tanyanya kepo.
“Dia melihat Audry dibandara dan mengirim fotonya kepadaku”, ujar Bagaskara menjelaskan.
Bondan mengangguk paham karena dia tahu jika hari ini Rafie ditugaskan oleh pimpinan mereka untuk menjemput salah satu tamu mereka yang datang dari luar negeri sehingga wajar jika sahabatnya itu mungkin melihat Audry disana.
Bondan yang melihat wajah Bagaskara yang masih tampak tegang pun kembali mengarahkan kursor dilayar monitor yang ada dihadapannya dimana titik lokasi Audry berada saat ini.
“Sepertinya gadismu itu akan langsung bekerja karena rute yang dia lalui saat ini menuju ke PT.HG”, ujar Bondan yang melihat dilayar monitor titik merah yang mewakili Audry berjalan mendekat ke arah perusahaan tempatnya bekerja.
Tak ingin membuang kesempatan yang ada, Bagaskara pun beranjak pergi menuju perusahaan dimana Audry bekerja dengan harapan dia bisa bertemu dan berbicara dnegan gadis itu meski hanya sejenak.
Audry yang tiba di perusahaan pun segera masuk kedalam ruang kerja Axel dimana direkturnya itu sedang menunggu kedatangannya.
“Jadi, keputusanmu sudah bulat untuk resign dari perusahaan ?”, Axel bertanya dengan tatapan penuh harap kepada Audry.
“Seperti yang sampaikan sebelum cuti saya akan melakukan serah terima pekerjaan mulai besok dan akan mengajari penganti saya dengan baik”, jawab Audry penuh keyakinan.
Melihat tekad Audry telah bulat, Axel hanya bisa pasrah karena niatnya untuk menjalin hubungan pribadi seperti saran sang mami pun langsung ditolak oleh Audry dengan tegas.
“Baiklah, aku harap kita masih bisa menjalin hubungan baik meski kamu tak lagi bekerja disini. Dan jika suatu saat nanti kamu membutuhkan bantuan, jangan sungkan untuk menghubungiku”, ucap Axel hangat.
“Pasti pak. Pertemanan kita tak akan putus hanya karena aku sudah tak berada disini lagi”, jawaban dari Audry sambil tersenyum manis membuat hati Axel merasa lega.
Karena hari ini Audry hanya membantu Axel untuk menangani beberapa kasus yang tak terlalu rumit dan baru akan melakukan serah terima esok hari jadi gadis itu pergi setelah tugasnya selesai tanpa menunggu jam pulang kantor karena hari ini dia masih dianggap cuti.
Bagaskara yang selama hampir tiga puluh menit menunggu di depan gedung tersenyum senang melihat sosok yang sejak dua minggu ini sangat dirindukannya keluar dari dalam gedung.
Audry yang melihat Bagaskara sudah standby didepan mobilnya pun berjalan mendekat sambil tersenyum manis.
“Sudah lama menunggu ?”, tanyanya basa-basi.
Audry yang merasa tak bisa terus menerus menghindari Bagaskara pun mengiyakan tawaran lelaki itu untuk bertemu melalui pesan yang dikirmnya tadi.
“Aku juga baru saja sampai jadi jangan sungkan”, ujar Bagaskara sambil membukakan pintu mobil untuk Audry dengan senyum lebar yang senantiasa terus mengembang di bibirnya.
Audry yang sejak turun dari pesawat belum makan pun mengajak Bagaskara untuk makan siang sekalian dia ingin berbicara empat mata dengan lelaki tersebut sebelum bertemu dengan keluarga Purnomo yang tentunya juga merasa khawatir atas menghilangnya dia selama dua minggu kemarin.
Bagaskara tampak mengamati pakaian yang dikenakan Audry untuk memastikan kecurigaannya, namun sayangnya blazer yang Audry kenakan saat ini polos tak ada lambang atau tulisan apapun disana.
"Apa aku salah lihat", batin Bagaskara bingung.
Bagaskara yang tertangkap basah oleh Audry pun sedikit gugup “Bagaimana kondisi kakekmu? Apa sudah membaik ?”, tanya Bagaskara sedikit kikuk.
“Kakek, sudah meninggal sehari setelah aku tiba dirumah”, jawab Audry sedih.
Mendengar jawaban Audry, Bagaskara pun langsung merasa tak enak hati “Eh, maaf aku tak tahu. Aku turut berduka cita atas meninggalnya kakekmu”, ujarnya tulus.
“Tak perlu merasa bersalah karena aku juga tak memberitahumu”, jawab Audry singkat.
Setelah itu tak ada lagi percakapan dalam mobil hingga keduanya tiba disalah satu restoran yang akan mereka tuju untuk makan siang.
Audry yang masuk lebih dulu memesan ruang VIP sehingga mereka bisa membicarakan apapun dengan leluasa.
Setelah memesan, Audry yang merasa bagaskara sedikit canggung setelah percakapan mereka dimobil pun berinisiatif ubtuk membuka obrolan.
“Bagaimana kondisi mami Gladys? Maaf, aku tak sempat pamit kepada kalian semua karena kondisinya begitu mendadak dan aku sendiri tak bisa berpikir jernih hari itu sehingga memutuskan untuk menonaktivkan ponsel dan hanya mengirim pesan kepada Resti agar tak khawatir”, ujar Audry menjelaskan.
Bagaskara yang mengerti kondisi Audry pun hanya menjawab “Tak apa, aku mengerti. Semua orang pasti akan melakukan hal yang sama jika berada di posisimu”, ujarnya penuh pengertian.
“Untuk kondisi mami, Alhamdulillah sudah membaik dan mami sudah bisa beraktivitas seperti sedia kala meski masih belum boleh terlalu capek”,ucap Bagaskara menjelaskan.
Audry mengangguk sambil tersenyum bahagia mendengar kabar jika mami Gladys sudah sehat seperti semula.
Obrolan keduanya terhenti saat pelayan masuk membawakan hidangan makan siang yang mereka pesan.
Keduanya pun segera menyantap makan siang yang tersaji diatas meja sebelum kembali melanjutkan obrolan siang ini.