Lahir di sebuah keluarga yang terkenal akan keahlian berpedangnya, Kaivorn tak memiliki bakat untuk bertarung sama sekali.
Suatu malam, saat sedang dalam pelarian dari sekelompok assassin yang mengincar nyawanya, Kaivorn terdesak hingga hampir mati.
Ketika dia akhirnya pasrah dan sudah menerima kematiannya, sebuah suara bersamaan dengan layar biru transparan tiba-tiba muncul di hadapannya.
[Ding..!! Sistem telah di bangkitkan!]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bayu Aji Saputra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langkah Awal
Keesokan paginya, suasana di sekitar kediaman Vraquos dipenuhi dengan keheningan sakral.
Cahaya lembut dari matahari pagi menembus kaca jendela, memantulkan kilauan emas
pada pilar-pilar megah di lorong kastil.
Mirelle dan Franca berdiri di depan pintu kamar Kaivorn.
Angin pagi yang membawa aroma bunga-bunga suci dari taman kastil perlahan menyapu wajah mereka.
Mirelle tak kuasa menahan kegugupan yang merayapi tubuhnya.
Ia menyeka keringat dingin di dahinya.
Di belakangnya, Franca, Saintess of Light, berdiri dengan aura kemurnian yang memancar.
"Saintess of Light di belakang saya…" pikirnya gemetar, merasa tidak layak berdiri di dekat sosok yang begitu dihormati.
Dengan tangan gemetar, Mirelle mengetuk pintu kayu ukiran halus itu.
"Tuan Muda… Apakah Anda sudah bangun?" suaranya terdengar lemah, hampir tenggelam dalam keheningan lorong.
Beberapa saat berlalu, dan tak ada jawaban dari dalam.
Franca menyipitkan matanya, perasaan curiga muncul di hatinya yang tenang.
Tanpa sepatah kata pun, ia melangkah maju dengan anggun, melewati Mirelle yang tampak bingung.
"Permisi," ucap Franca lembut namun tegas, membuka pintu kamar Kaivorn tanpa aba-aba.
Begitu pintu terbuka, yang menyambut mereka hanyalah keheningan.
Mata indah Franca segera menyapu seluruh ruangan, mencari tanda-tanda keberadaan Kaivorn.
Kamar itu terlihat rapi, seolah baru saja ditinggalkan.
Di sudut dekat tempat tidur, ada selembar kertas yang tergeletak di atas meja, menarik perhatian Franca.
Tanpa terburu-buru, Franca berjalan mendekati meja, setiap langkahnya begitu halus dan penuh keanggunan, seperti seorang dewi turun dari langit.
Mirelle hanya bisa mengikuti di belakangnya, merasa takut namun juga takjub oleh kehadiran Saintess yang begitu mulia.
Franca mengambil kertas itu dengan jemarinya yang ramping dan halus.
Matanya yang berkilau lembut membaca tulisan di atasnya.
"Tuan Kaivorn…" gumamnya, suaranya jernih seperti aliran sungai, tenang namun penuh dengan kehangatan.
...----------------...
...Salam semuanya!! (>.<)/...
...Setelah latihan dengan Sir Amon, aku merasa seperti sudah menjadi sangat kuat! (Serius). Jadi, aku mau izin keluar rumah sebentar buat ngecek seberapa kuat aku sekarang dan juga agar mendapatkan pengalaman nyata....
...Titipkan salamku untuk Sir Amon dan Saintess of Light!! (Maaf karena aku tidak bisa mengantar kalian pulang T.T). Tapi nanti kita pasti ketemu lagi kok di Kota Suci Azzas!! Mungkin¿...
...Salam pahlawan yang (sebenarnya) jenius,...
...Kaivorn ( ^-^)/...
...----------------...
Franca menutup mulutnya, berusaha menahan senyuman yang perlahan muncul di wajahnya.
Pipinya yang biasanya bersih dari emosi kini memerah lembut. "...Ini imut sekali…" gumamnya, suaranya penuh kasih sayang dan kelembutan.
Tak bisa menahan diri lagi, Franca tertawa pelan, suara tawanya begitu indah, seperti lonceng suci yang bergema di dalam kuil.
Mirelle, yang menyaksikan pemandangan ini, terpesona.
Bagaimana mungkin Saintess yang begitu suci, bisa tertawa dengan begitu lepas?
"Cantik... sekali..." pikir Mirelle, hatinya terpana oleh keanggunan Franca yang tampak bagaikan cahaya ilahi yang turun ke dunia manusia.
...****************...
Sementara itu, di sisi lain, Kaivorn melangkah dengan tenang di antara pepohonan raksasa yang menjulang tinggi.
Dedaunan dan tanaman liar yang ukurannya jauh lebih besar dari normal.
Cahaya matahari yang sedikit tersaring melalui kanopi daun yang lebat.
Kaivorn berjalan dengan langkah penuh keanggunan sendirian, sikapnya tetap menjaga martabat seorang bangsawan.
Di pinggangnya, pedang besi berkualitas tinggi yang dibawanya dari kastil bergoyang lembut setiap kali ia melangkah.
"Tiba-tiba aku menyesali keputusanku untuk pergi dari rumah," gumamnya dalam hati, mengenang kenyamanan kamarnya yang hangat dan terlindungi.
Tiba-tiba, suara desisan samar terdengar dari balik semak belukar.
Tanpa membuang waktu, Kaivorn menarik pedangnya dengan gerakan halus dan cepat.
Dalam satu tebasan yang sempurna, seekor ular yang bersembunyi di balik dedaunan terpotong tanpa sempat meluncurkan serangannya.
[The basic sword art of Vraquos (B) sedang di aktifkan.]
"Itu berbahaya sekali," gumamnya sambil menyeka keringat tipis di dahinya, meski wajahnya tetap tenang.
Ia memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung, lalu melanjutkan langkahnya, matanya tetap waspada terhadap setiap pergerakan di sekitarnya.
Setelah beberapa saat berjalan dalam keheningan, Kaivorn melihat semak-semak di depannya bergerak-gerak, tak wajar di antara angin yang tenang.
Alisnya berkerut, curiga. "Kenapa semak itu bergoyang…?" pikirnya penuh perhatian, mata merahnya yang tajam memancarkan kewaspadaan yang terlatih.
Dengan hati-hati, Kaivorn mendekati semak-semak itu.
Tangan kanannya sudah siap di gagang pedang, siap menghunusnya kapan saja.
Begitu ia mendekati jarak yang cukup, dan telah bersiap untuk menebas semak-semak itu.
Sebuah teriakan memekakkan telinga tiba-tiba terdengar dari sebelah kanannya.
"AAAAA!!!"
Kaivorn refleks menoleh, suara itu begitu mendadak dan mendistorsi keheningan hutan.
Namun, saat ia memutar tubuhnya ke arah suara, sesuatu yang lebih berbahaya sudah mendekat.
Dari dalam semak-semak di hadapannya, sebuah tangan muncul dengan kecepatan yang mengerikan.
Sebuah tangan mirip manusia namun bersisik tebal dengan warna hitam kemerahan, mencengkram udara dengan kasar, mencoba meraih kepalanya.
Mata Kaivorn langsung terfokus pada ancaman itu. "Sialan," umpatnya dalam hati.
Tubuhnya bergerak cepat, mundur satu langkah dengan gerakan yang hampir tak terlihat.
Tangan kanan yang sudah siap di gagang pedang menariknya keluar dalam satu tarikan halus, dan sebelum tangan bersisik itu sempat mencapai kepalanya.
Krlashh!
Suara logam pedang beradu dengan kulit keras terdengar nyaring.
Tangan bersisik itu terputus dalam satu tebasan sempurna, darah hitam pekat menyembur keluar, memenuhi udara dengan bau busuk yang menusuk.
Makhluk itu meraung dari balik semak-semak, "Grworl!!" suaranya dalam dan memekakkan, menunjukkan bahwa apa pun itu bukanlah hewan biasa.
Kaivorn melangkah mundur, matanya masih memancarkan ketenangan. "Apa itu...?" gumamnya.
Dari dalam semak, makhluk itu akhirnya menampakkan dirinya sepenuhnya.
Tubuhnya besar dan bengkok, jauh dari manusia—sisik-sisik hitam pekat menutupi seluruh tubuhnya, matanya merah menyala.
Napasnya berat, dan dari mulutnya, cairan hitam menetes, seperti sebuah racun.
Kaivorn berdiri tegap, pedangnya diangkat, memantulkan kilauan samar dari sinar matahari yang tersaring.
Ekspresinya tetap tenang dan tak terganggu. "Mahluk macam apa ini?," pikirnya.
Makhluk itu meluncur maju dengan kecepatan yang mengejutkan, namun Kaivorn sudah siap.
Dengan satu gerakan cepat, ia menyingkir ke samping, menghindari cengkraman mematikan makhluk itu.
Pedangnya berputar di tangannya, dan dengan gerakan indah, Kaivorn menebas lagi—kali ini leher makhluk tersebut.
Slash!
Kepala makhluk itu terlepas dari tubuhnya, berguling ke tanah dengan bunyi berdebam.
Sementara tubuhnya yang besar jatuh beberapa detik kemudian, mengguncang tanah di bawah mereka.
Kaivorn menarik napas panjang, menatap makhluk yang tak lagi bernyawa di depannya.
"Dia tidak sekuat penampilannya…" gumamnya seraya membersihkan darah hitam dari pedangnya dengan sapuan ringan.
"Ngomong-ngomong," Kaivorn berkata, suaranya tenang namun penuh perhatian, sambil memandang ke arah suara teriakan yang ia dengar sebelumnya.
Dengan satu gerakan halus, ia menyarungkan kembali pedangnya, tatapannya menyelidik namun hangat.
Kaivorn tersenyum lembut, aura ketenangan terpancar dari dirinya. "Apa yang sedang kau lakukan sendirian di tengah hutan seperti ini, nona?" tanyanya dengan nada yang sopan.
Di hadapannya, seorang wanita muda terduduk lemah, tubuhnya gemetar dan matanya dipenuhi ketakutan.
Rambut panjangnya yang berwarna cokelat tua tampak kusut dan tidak terawat, seolah telah lama berjuang melawan alam liar.
Mata hijaunya yang lembut memancarkan ketidakberdayaan.
Gaun panjang yang dikenakannya terbuat dari kain sederhana berwarna pastel, kini tampak usang, dengan beberapa bagian yang robek dan kotor.
Kaivorn berlutut di dekatnya, memperhatikan dengan seksama. "Apa kau terluka?" tanyanya lembut, memastikan keselamatannya dengan penuh perhatian.