Jatuh cinta pas masih umur enam tahun itu mungkin nggak sih?
Bisa aja karena Veroya Vogt benar-benar mengalami jatuh cinta pas usianya enam tahun. Sayangnya, cinta Ve sama sekali nggak berbalas.
Dua puluh tahun kemudian, ketika ada kesempatan untuk bisa membuat Ve mendapatkan pria yang jadi cinta pertamanya, apa Ve akan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya?
Gimana perjuangan Ve, untuk mendapatkan cinta dari King Griffin A. Cassano?
" Bagaimana dengan membentuk aliansi pernikahan dengan ku? Bukankah tujuan mu akan tercapai? "
" Kau mabuk, ya? "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little ky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau menyakiti ku
Sesekali Veroya melirik ke arah meja dimana suaminya dan sepupu jauhnya yang ganjen itu duduk untuk berbincang entah membahas apa. Ingin rasanya Veroya menyusul, tapi dia tidak ingin terlihat menyedihkan di depan sepupunya bila terlihat terlalu kepo dengan urusan suaminya.
Veroya bahkan tak sadar sudah menghabiskan cukup banyak minuman beralkohol yang tersaji di mejanya. Masa bodohlah jika dia mabuk, perasaannya memang sangat kesal kini. Sepupu jauhnya itu susah mengibarkan bendera perang secara terang-terangan. Sungguh memuakkan.
" Cantik... " Veroya langsung menengok ke samping.
Di tempat yang tadi diduduki oleh Fayre, sekarang sudah diduduki oleh Jade. Entah kemana perginya ipar lucknut Veroya itu. Tapi melihat Jade yang tersenyum begitu lebar padanya, membuat perasaan kesal Veroya menguap seketika.
" Hai tampan... Apa yang kau lakukan disini? " tanya Veroya basa basi membalas sapaan Jade.
" Ingin bertemu dengan ratu pesta ini.. Andai aku bisa melihat mu dengan gaun-gaun pesta pernikahan mu. Pastinya kau terlihat sangat amat cantik, Ve.. " meski tersenyum, suara Jade terdengar getir.
" Makanya segera saja ikuti saran keluarga mu untuk menjalani operasi mata, Jade.. Aku berjanji, aku akan ada di saat kau membuka mata mu untuk pertama kalinya. " Jade terkekeh. Veroya memang selalu mampu menghidupkan suasana. Yang tadinya sedih menjadi lebih menyenangkan.
Jade menyodorkan sebuah kotak tepat ke depan Veroya. Sebuah kotak sedang, dengan warna pink tua juga ada pita yang besar di ujung kotak itu. Tampilannya sangat cantik, membuat Veroya gatal ingin tahu apa isinya.
Tak..
Tangan Jade langsung menghalangi tangan Veroya yang akan membuka kotak itu, " Jangan dibuka disini. Aku ingin kau membukanya nanti saat sudah sendiri. Jangan sampai Griffin dan lain tahu ya. This is our secret, Ve.. " Veroya berjengit kaget, kok bisa Jade tahu dia akan membuka kotak itu. Insting menyebalkan.
" Bisa kau berjanji pada ku bahwa ini hanya kita berdua yang tahu? " Veroya terlihat ragu. Tapi kemudian dia mengangguk saja, padahal Jade tidak akan bisa melihat anggukannya.
" Good Girl.. " Jade mengusap kepala Veroya penuh sayang.
" Tapi, bisakah kau memberikan bocoran pada ku apa isi kotak ini, Jade? " tanya Veroya berbisik.
" Kau akan tahu nanti. Tapi yang jelas, apa yang ada di kotak ini adalah sesuatu yang akan sangat membantu rencana yang sudah kau susun di otak cantik mu itu.. " Veroya mencebik. Gagal untuk menjawab rasa penasaran nya.
" Sudah ya.. Mata suami mu sudah hampir keluar karena melotot terus ke arah kita. " Jade pun beranjak pergi di bantu oleh asisten pribadinya.
Ucapan Jade langsung membuat Veroya menengok ke arah meja dimana Griffin berada. Benar saja, meski wajahnya terkesan datar tapi tidak dengan matanya. Ada sebuah rasa tak suka terlihat di mata Griffin saat memandangnya. Apakah mungkin pria itu cemburu?
' Hihihi... Suka bilang, bos.. Sok-sokan jual mahal tapi setiap aku dekat dengan Jade, dia akan kebakaran jenggot. ' batin Veroya terkikik senang.
Tapi rasa senang Veroya langsung lenyap saat matanya melihat Rukia yang kini justru senyum-senyum sendiri sembari menatap wajah Griffin. Keenakan sekali mata ulat bulu burik itu karena bisa menikmati keindahan ciptaan Tuhan di depannya.
" Ck... Suami ku itu. Kenapa kesannya wanita gatal itu ingin langsung menerkam King sih? Ingin rasanya aku colok saja matanya itu. " Veroya menghentakkan kakinya.
*
*
" Jika tidak ada yang ingin kau katakan lagi, aku permisi. " tanpa mendengar tanggapan Rukia, langsung saja Griffin berdiri dan pergi diikuti Dexon di belakangnya.
" Eh.. tung.... " ucapan Rukia menggantung karena posisi Griffin sudah cukup jauh darinya. Berteriak di tempat ramai seperti ini sangatlah tidak etis. Rukia sebisa mungkin harus menunjukkan sikap yang baik di depan keluarga Griffin.
' Masih banyak waktu untuk berdekatan dengan Griffin, Kia... ' gumamnya memberikan semangat pada diri sendiri dalam hati.
*
*
Griffin lekas menyusul Veroya yang ternyata sudah masuk ke dalam lift. Jam tangan mewah yang dikenakan Griffin sudah menunjukkan waktu hampir tengah malam. Tak terasa saja, jika waktu telah berjalan sangat cepat.
Rasanya baru beberapa menit yang lalu pesta ini dimulai, tahu-tahu sudah tengah malam saja. Sepertinya Griffin menikmati jalannya pesta ini meski sempat kesal di bagian akhirnya karena ada pengganggu.
" Apa itu? " Griffin bertanya saat melihat kotak hadiah dari Jade tadi.
" Hm.. " Veroya menoleh, " Rahasia.. Jade bilang ini rahasia di antara kami berdua. " jawabnya.
Griffin melengos, cukup tak suka mendengar jawaban Veroya, " Kita berangkat besok siang dengan kereta. Kau bersiaplah malam ini. " ujarnya mencoba mengalihkan topik yang membuatnya kesal sendiri tanpa sebab.
" Dexon akan ikut? " Tanya Veroya yang langsung diangguki Griffin.
" Kalau begitu aku akan mengajak Adea. "
" Manager mu? "
" Hm.. Sekarang dia akan menjadi asisten pribadi ku. Bolehkan? " Veroya merasa perlu untuk meminta persetujuan Griffin sebagai suaminya.
" Boleh.. Biar nanti Dexon yang akan membantunya beradaptasi dengan pekerjaan barunya. " Veroya bertepuk tangan girang.
Keduanya langsung menuju ke pintu luar. Mobil yang akan membawa mereka ke hotel sudah menunggu di depan pintu keluar. Malam ini, merasa akan beristirahat di hotel sebelum besok pagi bertolak ke Paris menggunakan kereta api.
Veroya ingin suasana baru, berkendara dengan kereta api melintas negara pasti sangat menyenangkan. Banyak pemandangan menarik di sepanjang jalan yang akan dia temui. Hal inilah yang membuat Veroya ingin pergi dengan kendaraan darat saja.
Griffin tentu saja setuju, apapun itu asalkan Veroya senang. Semakin Veroya senang, semakin istrinya itu tidak akan mengganggunya dengan rengekan yang membuat telinga Griffin sakit. Bukan karena cinta mati ya, tapi memang Griffin tidak mau direcoki Veroya karena keinginannya tidak di turuti.
*
*
Masih di tempat pesta pernikahan Griffin dan Veroya. Di pojok meja yang paling dekat dengan sungai Spree, Fayre duduk dengan segelas vodka di tangannya. Memilih untuk mabuk, setidaknya rasa sakit di hati Fayre bisa melayang karena minuman yang di teguknya.
Melihat Veroya berhasil bersanding dengan kembarannya, ada sedikit sesak di hati Fayre. Bukan tidak suka, tapi lebih ke Fayre yang iri karena kisah cinta Veroya akhirnya bisa direngkuhnya, sangat berbeda dengan dirinya.
Cinta Fayre bertepuk sebelah tangan. Sudah puluhan kali dia disakiti oleh pria yang dia cintai itu. Tapi Fayre tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Dia yang ngotot untuk tetap jatuh cinta padahal dia tahu bahwa yang akan dia lewati adalah jalan penuh duri.
" Huft... kenapa rasa sesaknya tak kunjung hilang? " gumam Fayre frustasi.
" Padahal sudah berkali-kali disakiti tapi anehnya bukannya cinta ku berkurang padanya malah semakin bertambah. Disini yang gila aku atau dia sih? " racaunya.
Sepertinya Fayre sudah berada dalam pengaruh minuman beralkohol yang dikonsumsi olehnya. Fayre terlihat mulai mabuk saking banyaknya alkohol yang sudah di teguknya.
" Aduh... Kenapa dia muncul tiba-tiba begini sih? Pasti ini hanya halusinasi.. " Fayre menggeleng-gelengkan kepalanya sambil terkekeh.
Pengaruh alkohol membuatnya berhalusinasi melihat pria yang dia cintai tepat duduk di depannya. Hal yang sangat jarang terjadi karena semenjak Fayre mengungkapkan perasaannya pada pria itu, sang pria justru mulai menjauhinya dan enggan berada di satu tempat yang sama.
" Bahkan ketika sedang berhalusinasi seperti ini kau tetap saja tampan.. Sepertinya aku sudah gila karena cinta. " Fayre terbahak.
" Kenapa kau terus bertahan meski hanya mendapat luka dari cinta sepihak mu? " tanya pria itu.
" Hehehe... Lalu harus apa aku? Melupakan mu jauh lebih sakit daripada tetap mencintai mu meski hanya aku saja yang cinta. " jawab Fayre jujur. Orang mabuk biasanya akan lebih jujur.
" Aku.... Tidak bisa... Bukan tidak cinta tapi aku mencoba melindungi mu. " ucap pria itu terdengar aneh di telinga Fayre.
" Melindungi ku? Dari apa? " Fayre meringsek maju hingga jarak antara dia dan pria itu tidak lebih dari sejengkal.
" Melindungi ku kau bilang? Nyatanya kau lah yang menyakiti ku paling banyak. " setelah mengatakan itu Fayre terhuyung menabrak tubuh pria ini dan langsung tak sadarkan diri.
Pria ini tertegun mendengar ucapan Fayre barusan. Apakah dirinya salah jika menjauh dari wanita yang sialnya mampu membuatnya gila ini.