Alaish Karenina, wanita berusia dua puluh sembilan tahun itu belum juga menikah dan tidak pernah terlihat dekat dengan seorang laki-laki. Kabar beredar jika wanita yang akrab dipanggil Ala itu tidak menyukai laki-laki tapi perempuan.
Ala menepis semua kabar miring itu, membiarkannya berlalu begitu saja tanpa perlu klarifikasi. Bukan tanpa alasan Ala tidak membuka hatinya kepada siapapun.
Ada sesuatu yang membuat Ala sulit menjalin hubungan asmara kembali. Hatinya sudah mati, sampai lupa rasanya jatuh cinta.
Cinta pertama yang membuat Ala hancur berantakan. Namun, tetap berharap hadirnya kembali. Sosok Briliand Lie lah yang telah mengunci hati Ala hingga sulit terbuka oleh orang baru.
Akankah Alaish bisa bertemu kembali dengan Briliand Lie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfian Syafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Kisah Alaish Karenina
Aku mencintaimu seperti seorang penulis mencintai penanya.
Menggoreskan tinta dengan hati yang terlena.
Mengisi setiap lembar buku dengan kata yang indah.
Menciptakan sebuah karya yang penuh cinta dan membuat pembacanya ikut hanyut dalam kisah yang sempurna.
Cinta yang indah, mampu menghadirkan warna dalam kehidupan yang gelap. Memberi cahaya kebahagiaan pada setiap langkah.
Cinta adalah sebuah wujud mahakarya yang sempurna dan tidak akan pernah bisa terlupakan. Setiap bait kata yang tercipta meski sederhana tapi terkesan keindahannya.
Walaupun redup tapi akan tetap selalu bersinar sampai kapanpun. Aku menggoreskan namamu dalam sebuah karya agar abadi untuk selamanya.
***
Alaish Karenina, seorang gadis berusia dua puluh sembilan tahun belum menikah dan sedang menata hati karena cinta pertamanya. Ala tidak pernah menyangka jika rasa cintanya itu sangatlah dalam. Jarang sekali ada yang mencintai seseorang begitu luar biasa seperti Ala.
Hanya saja takdir selalu membawanya dalam kesedihan. Tidak pernah mendapatkan kebahagiaan maupun keadilan dalam hidupnya. Menciptakan kebahagiaan sendiri walau harus terluka setelahnya.
Dibalik senyum tipis yang selalu terukir, sifatnya yang pendiam dan tidak mudah bergaul dengan orang baru itu menyembunyikan beban dan luka yang teramat berat.
Hatinya selalu terhimpit rasa sesak yang tidak pernah hilang seiring berjalannya waktu. Takdir seolah sudah menggariskan bahwa Alaish tidak akan pernah bahagia selama hidupnya.
Dua puluh sembilan tahun bukan waktu yang singkat. Dimana dia harus tertatih sendirian ketika ada masalah yang menimpanya. Orang lain atau keluarga terdekat pun seolah tutup mata dan telinga, tidak peduli terhadap apapun yang Ala alami. Bahkan apa yang Ala dapatkan, sebuah keberhasilan misalnya, tidak pernah mendapatkan sanjungan barang sedikitpun.
Jalan yang Ala tempuh demi menciptakan sebuah kehidupan yang berbeda untuk menuju kesuksesan pun tidak pernah mendapatkan dukungan dari orang terdekat.
Orang bilang ... Anak bungsu itu manja dan tidak akan bisa jauh dari kedua orang tuanya. Nyatanya semua ucapan itu hanya isapan jempol belaka.
Anak sulung membawa beban yang berat. Ikut memikul beban keluarga dan harus menjadi sapi perah ketika dewasa nanti.
Dalam hidup Ala, anak terakhir selalu mendapatkan kesedihan yang tak berujung. Dikekang, dibandingkan dan bahkan selalu salah dimata keluarganya.
"Jangan menulis terus! Jika hanya membuatmu malas belajar!"
Masih teringat jelas ketika buku itu disobek, hasil karya Ala pertama kali tentang sebuah kehidupan yang menyenangkan. Penuh cinta dan kasih sayang dari pasangan setelah menikah. Harus berakhir pada tempat sampah karena jam sepuluh Ala belum memejamkan matanya.
"Penulis nggak ada uangnya. Untuk apa kamu bekerja sampingan seperti itu? Kalau nggak difilmkan itu cuma dapet capeknya!"
Ketika sebuah postingan di akun WhatsApp terbaca oleh sang Kakak, lagi dan lagi semangat Ala harus dipatahkan.
Ala tidak pernah mengeluh atau membalas semua ucapan pedas itu. Menanggapi dengan senyuman getir dan menjalani apa yang mereka inginkan tanpa memperdulikan perasaan Ala.
Meski selalu dipatahkan, Ala tidak pernah menyerah. Diam-diam Ala kembali menulis dan membuat akun sosial media baru tanpa berteman dengan orang yang mengenalnya. Mengganti nomor WhatsApp, menggunakannya khusus keluarga dan memiliki nomor lain khusus untuk promo novel juga bergabung dengan grup kepenulisan. Belajar dan memahami materi yang disampaikan demi sebuah cita-cita yang belum sempat diraihnya.
Menulis adalah cara Alaish untuk tetap tenang, menjaga kewarasan dan juga mencurahkan isi hatinya tanpa perlu bercerita kepada orang lain.
Bahagia? Bahkan Ala sendiri tidak tahu apa itu bahagia.
Dia menjalani kehidupan seperti yang Tuhan takdirkan. Membeli apapun yang dia inginkan sebagai hadiah untuk diri sendiri karena telah berjuang dan bertahan sejauh ini.
Ala sudah tidak lagi peduli dengan yang namanya cinta. Menikah atau tidak itu urusan nanti. Ala hanya ingin meraih sesuatu yang dia impikan selama ini.
Malam yang panjang membuat Ala sulit memejamkan kedua matanya. Membaca kembali sederet pesan dari Brian. Rasa haru itu masih ada, entah sudah berapa banyak air mata yang menetes untuk laki-laki itu.
[Apa kabar, La? Kemana saja kamu selama ini? Aku mencarimu untuk meminta maaf. Mungkin Tuhan mempertemukan kita kembali atas doa-doa yang aku panjatkan. Memberiku kesempatan untuk meminta maaf padamu. Maafin semua kesalahan aku yang dulu ya, La. Aku banyak salah sama kamu dan telah menyakiti kamu.]
Ala menutup bibirnya karena terharu dengan ungkapan Brian. Jarang sekali ada laki-laki yang mau meminta maaf dan mengetik panjang lebar seperti itu.
[Kabar aku baik. Kamu?]
[Ya sudah aku maafkan.]
Ala membalas singkat chat itu karena tidak tahu harus bagaimana. Sekian lama asing lalu dipertemukan kembali karena ketidaksengajaan.
[Aku juga baik. Terima kasih ya, sudah memaafkan aku. Dulu kenapa kamu pergi tinggalin aku? Jika karena aku menduakan kamu, bukankah kamu sudah memaafkannya dan aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Aku sudah buktikan semua itu, tapi kamu kenapa pergi? Aku selama ini cari kamu. Sampai aku membuat kekacauan karena frustasi kamu tinggalin.]
Jika tidak menyayangi Brian, maka Ala tidak akan bertahan ketika dia mendua. Ala akan pergi meninggalkan Brian karena hatinya kecewa dan terluka.
Awalnya Ala masih baik-baik saja karena tidak melihat secara langsung dan hanya mendengar dari orang lain. Ala meyakinkan diri bahwa mereka hanya iri dan ingin memisahkan Ala dengan Brian.
Nyatanya Brian mengakui itu, membuat hati Ala sangat sakit sampai tidak tahu lagi harus bagaimana. Akan tetapi gadis itu sudah terlatih untuk kuat, tidak manja dan juga cengeng. Apapun masalahnya hadapi dengan lapang dada juga senyuman.
Bertahan adalah cara Ala. Memperbaiki hubungan dan koreksi diri sendiri yang mungkin kesalahan ada pada Ala sehingga Briannya selingkuh. Katakan Ala egois karena tidak menginginkan Brian direbut oleh orang lain.
Kenyamanan memang membuat orang segila dan senekat itu ya?
[Jangan bahas masa lalu lagi. Aku sudah lupa dan hidupku sudah tenang.]
Ala baru sadar jika jawabannya terkesan sombong dan pasti membuat Brian terluka.
[Aku hanya ingin meluruskan saja. Kita tidak tahu kapan Tuhan memanggil kita kembali. Jadi apa salahnya kita berdamai dan menyelesaikan masalah di masa lalu yang belum usai. Kenapa kamu pergi? Apalagi tanpa perpisahan. Aku belum menjawab ucapan kamu waktu itu tapi kamu bener-bener nggak datang lagi menemui aku. Tiba-tiba kamu berubah dan nomor pun tidak bisa dihubungi.]
[Kalau saja kamu tahu, La. Sejak saat itu kedua orang tuaku marah padaku karena kamu pergi. Aku kacau, aku bahkan mabuk-mabukan parah karena kehilangan kamu.]
Hati Ala terasa sakit membacanya. Bukan hanya dia saja yang kacau karena hubungan itu telah kandas. Brian pun sama seperti Ala. Cinta Brian ke Ala juga sama tulusnya. Mereka sama-sama saling mencintai tapi sayang harus berakhir karena suatu hal.
[Udah ya, jangan bahas yang lalu. Aku dah maafin kamu dan semua selesai.]
Ala tidak memperdulikan semua ucapan Brian. Kebencian masih mendominasi hatinya dan ucapan Heri terus terngiang ditelinga. Sehingga Ala tetap teguh pada pendiriannya bahwa Brian tidak benar-benar mencintainya. Brian hanya memanfaatkan dirinya saja.
[Aku hanya ingin tahu, kenapa dulu kamu pergi. Itu aja. Kalau kamu tahu, sampai saat ini aku belum bisa gantiin posisi kamu dihati aku. Bahkan aku mengukir namamu ditubuhku, La. Itu semua aku lakukan untuk mengenangmu. Agar kamu tidak pergi dari hatiku meski orangnya entah kemana.]
Mana mungkin belum bisa menggantikan posisi Ala dihatinya. Jelas-jelas Brian sudah tunangan dan sebentar lagi akan menikah.
Apakah Ala buta? Tentu tidak! Ala bisa lihat dengan jelas bahwa Brian sangat bahagia bersama gadis itu. Setiap momen selalu diabadikan agar dunia tahu jika mereka sangat bahagia.
Lagi dan lagi Ala harus memendam rasa sakit hatinya.
Dulu Ala ingin seperti itu, mengabadikan setiap momen yang indah. Sayangnya zaman dulu belum memiliki gawai yang ada kameranya dan juga belum begitu mengenal sosial media.
Tidak ada sosial media pun Ala banyak yang iri apalagi jika mengabadikan momen tersebut pada akun sosial media. Sudah pasti lebih banyak yang tidak suka dengan hubungan mereka. Brian yang tampan bersama Ala yang bentukannya tidak jelas.
Memiliki tinggi minimalis, kulit kuning langsat, kumis tipis dan tidak cantik. Ala selalu minder dan berpikir jika itu yang membuat Brian mendua. Setiap ada laki-laki yang mendekat Ala tidak pernah merespon karena dulu dia juga pernah dikhianati oleh sahabat sendiri.
Laki-laki itu dekat dengan Ala, tapi rupanya demi bisa mendapatkan sahabatnya. Lalu pernah juga ada yang dekat setelah pisah dari Brian, tapi rupanya sudah memiliki kekasih. Entah apa tujuannya dia hadir dalam hidup Ala.
Hingga sekarang, Ala tidak lagi percaya bahwa ada laki-laki yang benar-benar mencintai dan menerima apa adanya.
[Lalu kalau nggak bisa gantiin posisi aku, kenapa ada wanita lain? Kamu mau nikah, bukan?]
Ala tidak mau terlena dengan semua ucapan manis Brian.
[Sudah aku bilang, tidak ada yang bisa menggantikan posisi kamu. Nggak ada yang bisa ambil hati aku seperti kamu mengambilnya. Aku susah buka hati buat orang baru.]
[Cintaku sudah habis di kamu, La. Bahkan orang yang bersamaku saat ini tidak bisa membuatku nyaman saat bersamamu. Kamu benar-benar membuatku sadar ketika kamu pergi. Cintamu luar biasa. Aku pun merasakannya. Maafin semua kesalahan aku ya, La. Katakan apa yang membuat kamu pergi?]
Lebih sakit mana? Di duakan atau harus pergi pas lagi sayang-sayangnya karena sebuah ucapan yang belum tentu benar adanya?
[Itu udah berlalu jadi nggak perlu dibahas. Aku udah maafin kamu dan sekarang kita punya kehidupan masing-masing.]
Berat mengatakan hal ini, Ala sebenernya ingin bercerita banyak dan juga mengatakan hal yang sama. Gengsi membuat Ala jadi enggan mengungkapkan isi hatinya bahwa Ala juga masih mencintai Brian. Sama seperti Brian mencintainya dan bahkan belum bisa menggantikan posisi Brian dihati Ala.
Ala ini ... Kenapa harus gengsi? Jika pada akhirnya menyesal lagi.
Takdir begitu lucu ya? Terluka karena cinta, tetap bertahan. Dihasut oleh orang lain malah memilih pergi. Bertahan dengan rasa sakit, rasa sayang, rasa rindu, ketakutan dan penuh kebencian. Dipertemukan kembali dengan cerita yang berbeda dan alur yang sudah bisa Ala tebak seolah itu cerita Ala yang buat padahal Ala tidak tahu kedepannya seperti apa.
Brian datang meminta maaf dan bertanya tentang hal itu agar semua selesai dan hidupnya tenang. Malah Ala menyembunyikan alasan kenapa dia pergi karena tidak mau membuat hubungan Brian dan calon istrinya itu hancur. Meski hati Ala yang harus hancur menyaksikan orang yang sangat dia sayangi bahagia dengan orang lain bukan Ala.
[Aku tahu dan aku tidak akan mengganggumu lagi setelah kamu mengatakan apa yang sebenarnya membuat kamu pergi.] kata Brian tetap memaksa.
[Heri bilang kamu guna-guna aku supaya menuruti semua yang kamu mau. Kamu ambil foto dan sehelai rambut untuk melakukan ritual supaya aku luluh. Jadi perasaan ini benar-benar bukan murni dari hati melainkan kamu yang membuatnya. Semua itu palsu, bukan? Pantas aja pas kamu selingkuh aku biarin dan tetap bertahan.] Balas Ala.
Pada akhirnya Ala bercerita, mungkin jika semua sudah selesai hidup Ala tenang dan bisa membuka lembaran baru bersama orang baru yang entah siapa orang itu.
[Astagaaaa ... Aku tidak seperti yang kamu bilang. Oh, jadi Heri yang buat kita berpisah. Kamu percaya sama dia tanpa bukti yang nyata. Kalau kamu bicarakan ini padaku saat itu, semua bisa aku katakan dan kita akan tetap bersama.]
[Aku tidak seperti itu, La. Bahkan tidak melakukan hal apapun padamu. Kamu benar-benar mencintai dan menyayangiku dari hatimu sendiri. Tidak pernah bosan meski setiap hari bertemu. Sekarang tanyakan pada hatimu, jika benar aku melakukan itu apa kamu benar-benar benci atau malah perasaan itu masih ada? Kalau masih ada itu berarti perasaan kamu tulus padaku.]
Semua sebenarnya bisa selesai sejak dulu jika Ala mau menyelesaikan dan bertanya langsung kepada Brian. Hanya saja Ala sudah lelah dan percaya pada Heri jika semua yang dikatakan itu benar.
[Heri memintaku untuk fokus ibadah dan hasilnya aku membencimu.]
Ala benar-benar munafik, padahal hatinya berkata lain dan masih memendam perasaan itu. Rasa yang sama dan bahkan belum berubah sama sekali. Andai Brian tahu jika selama ini Ala ada dibelakangnya. Memantau setiap pergerakan Brian dimedia sosial dan sering galau ketika Brian sudah memiliki kekasih baru.
Gengsi membuat Ala terjebak pada labirin kisah masa lalu yang membuatnya tidak bisa keluar.
[Ya itu karena kamu percaya sama dia. Aku tidak melakukan apapun bahkan foto mana yang aku ambil? Semua itu mengalir apa adanya dan perasaan kamu kepadaku memang tulus. Kalau kamu bilang ini sejak dulu, aku nggak akan biarin kamu pergi. Rupanya dibalik kepergian kamu itu Heri dalangnya. Awas saja kalau ketemu nanti.]
Bimbang.
Itulah yang Ala rasakan saat ini. Kepada siapa dia harus percaya? Jika Heri membohonginya dulu ... Apa tujuannya? Apakah dia termasuk salah satu orang yang iri dengan hubungan mereka?
Sementara ucapan Brian benar. Jika sampai saat ini Ala masih memiliki perasaan yang sama. Rasa cinta dan sayang itu hanya untuk Brian dan tidak bisa digantikan oleh siapapun.
[Udah selesai dan jangan lagi bahas masa lalu. Aku lelah.]
Ala kembali menutup aplikasi messenger setelah puas membaca kembali chattnya bersama Brian. Pesan terakhir belum dibalas. Laki-laki itu sudah offline karena memang malam sudah larut. Ala memilih memejamkan netranya, tapi pikirannya berisik. Sudah berusaha tidur dan membayangkan adegan apa saja tidak membuat kedua netranya mengantuk.
Buka laptop dan menulis yang ada pada pikirannya sampai lelah dan tertidur itu adalah kebiasaan Ala. Dia salah satu orang yang gila menulis karena isi kepala yang berisik dan mengakibatkan sulit tidur.
"Jika Tuhan mentakdirkan kita bersama ... Pasti akan ada pertemuan kembali di dunia nyata maupun dunia maya."
Bersambung....
Hallo Kakak syg, selamat membaca yaa. Jangan lupa like, komen dan subscribe. bagaimana kisah ini menurut kalian?
semangat kakak,
udu mmpir....
btw...ni pnglman pribadi y????
🤭🤭🤭