Aillard Cielo Van Timothee adalah seorang Grand Duke yang sangat dikagumi. Dia sangat banyak memenangkan perang yang tak terhitung jumlahnya hingga semua rakyat memujanya. Namun hal yang tak disangka-sangka, dia tiba-tiba ditemukan tewas di kamarnya.
Clarisse Edith Van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Keberadaannya bagaikan sebuah noda dalam keluarganya hingga ia di kucilkan dan di aniaya. Sampai suatu hari ia di paksa bunuh diri dan membuat nyawanya melayang seketika. Tiba-tiba saja ia terbangun kembali ke dua tahun yang lalu dan ia bertekad untuk mengubah takdirnya dan memutuskan untuk menyelamatkannya.
"Apakah kamu tidak punya alternatif lain untuk mati?"
"Aku disini bukan untuk mencari mati." jawab Clarisse tenang.
"Lalu untuk apa kamu kesini, menyodorkan dirimu sendiri ke dalam kamp musuh?" Aillard mengangkat alisnya sambil memandang Clarisse dengan sinis.
"Aku disini berniat membuat kesepakatan denganmu. Mari kita menikah!"
➡️ Dilarang memplagiat ❌❌
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 21 - PANGERAN KE SEMBILAN
"Lalu apakah anda ingin saya pergi bersamanya?" ganti Clarisse bertanya balik.
Verel tidak menjawab, dia malah menundukkan kepalanya tidak ingin berbicara.
Clarisse menghela nafas lalu mendudukkan tubuhnya di tepi tempat tidur Pangeran Verel, "Apakah anda baik-baik saja, Lady Diana?"
"Ya, saya baik-baik saja Yang Mulia." jawabnya sambil tersenyum dengan wajahnya yang masih pucat.
"Syukurlah, jika anda merasa tidak sehat tolong beri tahu saya!" ujar Clarisse khawatir. Dia tidak terlalu melihat lukanya sebelumnya, tetapi melihat gaunnya yang sampai robek Clarisse memperkirakan lukanya cukup dalam.
"Baik." balas Lady Diana sambil menganggukkan kepalanya.
"Apa tujuan anda, Putri?" Verel tidak tahan lagi melihat sikap Putri ke tujuh yang baik pada ibunya. Sejujurnya apa yang dia rencanakan? Kenapa dia memberi mereka harapan palsu padahal sebelumnya dia tidak berniat membantu mereka berdua. Apakah ini juga bagian dari skema permaisuri?
"Tentu saja untuk membantumu." jawab Clarisse dengan senang hati. Ia menatap sekeliling melihat ruangan yang saat ini menjadi tempat tidur sang pangeran. Semuanya sangat kuno dan tidak ada satupun perabotan yang layak di kamar ini. Bahkan mereka tidak mempunyai sofa untuk bersantai atau menyambut tamu. Ia yakin kedua ibu dan anak itu juga tidur bersama di ruangan ini.
Clarisse menghela nafas, melihat situasi Pangeran Verel yang tidak jauh berbeda darinya. Permaisuri benar-benar kejam, ia bahkan tanpa belas kasihan memakan biaya hidup anak tirinya sendiri. Ia yakin kediaman Permaisuri pasti sangat mewah dan perabotannya berlapis emas.
Brengsek. Dia sangat berharap menyelesaikan semua rencana balas dendamnya dan menghancurkan wajah permaisuri.
"Ck."
Verel mendecakkan lidahnya menatap Clarisse dengan tidak percaya. Omong kosong apa yang dia bicarakan? Membantu? Tentu saja ini lebih seperti menghancurkan. Padahal sebelumnya dia berharap bisa mendapatkan kesempatan ini untuk mengguncang permaisuri. Walaupun tidak sampai ke akarnya, setidaknya dia bisa menghancurkan salah satu dahannya.
"Baiklah. Aku akui ini kesalahanku." Clarisse menghela nafas pasrah melihat sikap Verel yang sangat sinis padanya.
"Sebenarnya ini bukan waktu yang tepat bagi anda untuk menghukumnya, karena itulah saya mencegah anda. Dia masih memiliki kegunaan di masa depan dan saya yakin anda juga akan membutuhkannya."
"Kegunaan apa?" tanya Verel ingin tahu. Hal apa yang akan terjadi di masa depan sehingga dia membutuhkan bantuan wanita tua itu.
Clarisse ragu-ragu karena dia juga tidak ingin Verel terlibat dalam masalahnya, akhirnya dia memutuskan untuk menjawab dengan, "Hmm, soal itu... Aku belum bisa memberitahukannya padamu. Setelah semuanya berjalan lancar aku pasti akan memberitahumu."
"Baiklah, aku juga tidak akan memaksamu."
"Terimakasih." balas Clarisse sambil tersenyum. Kenapa dia tidak menyadarinya sebelumnya bahwa Pangeran ke sembilan cukup manis? Lihatlah betapa pengertian dan perhatiannya dia, tidak ada saudara-saudaranya yang memiliki sifat seperti itu.
"Untuk apa anda berterimakasih, seharusnya akulah yang mengucapkan itu." kata Verel memprotes. "Terimakasih telah menyelamatkanku dan ibuku." ujarnya sambil menundukkan kepalanya.
"Sama-sama. Lagipula aku juga kebetulan lewat di depan istanamu dan melihat sikap seorang pelayan yang mencurigakan membuat aku penasaran dan mengikutinya sampai kesini.
"Oh seperti itu." kata Verel sambil memanggut-manggutkan kepalanya. Salah satu pelayan yang menganiaya ibunya memang datang belakangan setelah Madeline dan Lea.
"Maafkan aku." gumam Clarisse dalam hati. Tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya bahwa dia melihat kecelakaan ini di kehidupan masa lalunya.
Clarisse menghela nafas melihat kedua ibu dan anak itu yang sedang duduk di tempat tidur. Jika dia tidak datang tepat waktu untuk menyelamatkan mereka berdua sebelumnya, mungkin nasibnya akan sama seperti dulu. Mulai sekarang dia harus melindungi keduanya supaya rencananya juga berjalan lancar.
"Apakah kita tidak saling berkenalan?" tanya Clarisse dengan senyum jenaka yang menghiasi bibirnya.
"Hah?" Verel melongo, tidak mengerti apa yang Clarisse bicarakan.
"Mari kita berkenalan! Kurasa kamu sudah menebak identitas ku sebelumnya, tetapi aku masih ingin memperkenalkan diriku padamu. Aku Putri Clarisse, saudarimu yang ke tujuh." ujar Clarisse berdiri lalu membungkukkan badannya memberinya salam.
"Saudari ke tujuh?" beo Verel terkejut. Putri Clarisse yang di kabarkan murung dan pendiam itu? Bagaimana dia menjadi seperti ini? Sejujurnya dia sudah menebak bahwa dia adalah saudaranya, karena mereka memiliki warna rambut yang sama. Namun ia juga tidak menyangka identitasnya akan menjadi orang itu.
"Hahahaha." Clarisse tertawa melihat wajah Verel yang sangat kaget. "Apakah aku semenakutkan itu? Aku melihat kamu memandangku sebagai hantu."
"Tidak...tidak." bantah Verel dengan keras. "Aku hanya... sangat terkejut."
"Baiklah, mulai sekarang jangan terkejut lagi. Terimalah identitasku mulai sekarang dan perlakukan aku dengan baik."
"Perlakukan anda.. dengan baik. Apa maksud anda?" tanya Verel tidak mengerti.
"Kedepannya kita akan saling bertemu, adikku yang manis." ujar Clarisse sambil mengusap kepala Verel dengan pelan.
"Apa yang anda lakukan?" Verel tersipu melihat wajah cantik wanita itu mendekat padanya. Ia beringsut mundur menjauhkan dirinya dari pandangan Clarisse yang sayangnya itu tidak berguna karena dinding yang menghalanginya. Jujur saja ia tidak pernah di sentuh oleh seseorang sebelumnya selain ibunya.
"Baiklah, aku tidak akan melakukannya lagi." kata Clarisse tersenyum melihat Verel yang salah tingkah. Dia sangat imut dengan rona merah yang menghiasi pipinya.
Berapa umurnya sekarang? Clarisse menebak bahwa usianya mungkin sebelas tahun. "Berapa umur anda, Pangeran?"
"Umurku tiga belas tahun." jawab Verel setelah menormalkan ekspresinya kembali.
"Tiga belas tahun." gumam Clarisse tidak percaya. Badannya sangat kecil hingga Clarisse tidak menyangka bahwa dia sudah menginjak usia remaja.
"Perempuan ular itu." Clarisse menggeram berharap dia bisa membunuh permaisuri sekarang juga. Ia bahkan membuat seorang anak mengalami malnutrisi. Dimana hati nuraninya?
"Baiklah, kalian istirahatlah sekarang juga. Aku akan kembali ke istana." Jika ia terus berada lama-lama disini, ia tidak menjamin akan menerobos masuk ke istana permaisuri.
"Apakah anda akan pergi secepat itu?" tanya Verel dengan keengganan yang tidak bisa dia sembunyikan.
Clarisse tersenyum sambil mengelus rambut Verel dengan lembut. "Ya, jadi istirahatlah dengan baik. Saya masih punya urusan yang harus saya selesaikan."
"Lalu apakah anda akan datang lagi kesini?"
"Tentu saja. Aku akan datang lagi untuk memeriksa keadaanmu."
"Baiklah." jawab Verel sambil menganggukkan kepalanya. Helaan nafas lega mengalir dari bibirnya yang membuat Clarisse tersenyum kecil. Bagaimanapun ia masih anak-anak, yang masih membutuhkan kasih sayang.
Clarisse mengalihkan pandangannya melihat ibu Verel yang setengah berbaring, "Lady Diana, tolong perhatikan kesehatan anda. Jika anda merasa kurang sehat tolong segera beritahu dokter!"
"Baik, Yang mulia. Terimakasih juga telah menyelamatkan hidupku dan Pangeran."
"Sama-sama, lagipula dia juga adalah adikku. Sudah sewajarnya aku merawatnya." balas Clarisse sambil tersenyum.
"Kalau begitu saya pamit."
Verel dan Lady Diana menganggukkan kepalanya secara bersamaan.
...----------------...
"Gawat, Yang mulia."
Suara seorang perempuan cantik bergema di ruangan itu membuat Clarisse mengalihkan pandangannya penasaran.