Cerita ini mengisahkan tentang kehidupan seorang gadis yang sangat ingin merasakan kehangatan dalam sebuah rumah. Tentang seorang gadis yang mendambakan kasih sayang dari keluarganya. Seorang gadis yang di benci ketiga kakak kandungnya karena mereka beranggapan kelahirannya menjadi penyebab kematian ibu mereka. Seorang gadis yang selalu menjadi bulan- bulanan mama tiri dan saudara tirinya. Kehidupan seorang gadis yang harus bertahan melawan penyakit mematikan yang di deritanya. Haruskah ia bertahan? Atau dia harus memilih untuk menyerah dengan kehidupannya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#21
Suster Tasya mengusap lembut pergelangan tangan Keyla. Sedangkan keyla memilih memejamkan matanya untuk menahan rasa sakit yang dirasakannya saat cairan berbagai obat mulai memasuki pembulu darah pada lengannya lewat jarum infus. Air matanya berhasil lolos melewati sudut matanya.
"Apa terasa sakit?" Tanya suster Tasya lembut sambil tetap mengusap pergelangan tangan Keyla.
Keyla membuka kedua matanya, menatap sendu suster Tasya. Suster Tasya adalah suster yang hampir setiap saat menemaninya saat melakukan pemeriksaan yang Keyla lakukan dari awal. Keyla menganggukkan kepalanya.
Suster Tasya mengusap lembut rambut Keyla. "Saya tidak tahu sesakit apa rasa sakit yang kamu rasakan. Tapi aku tahu kamu gadis yang kuat. Kamu gadis yang hebat. Kamu harus memiliki semangat untuk sembuh. Jika bukan demi keluargamu, paling tidak demi teman- teman yang selalu berusaha ada untuk kamu." Suster Tasya mencoba menghibur Keyla. Ia usap Air mata yang kembali menetes melewati sudut mata Keyla. "Apa kamu ingin suster temani?" Tawar Tasya.
Keyla menggelengkan kepalanya pelan. "Suster harus bekerja." Jawabnya lirih.
Suster Tasya tersenyum. "Jadwal jaga suster malam." Ucap suster Tasya yang membuat Keyla sedikit mengerutkan keningnya. "Jadwal saya sampai jam 7 pagi tadi."
"Lalu kenapa suster belum pulang?" Tanya Keyla.
"Karena saya tahu hari ini jadwal kamu untuk melakukan kemo lagi. Jadi saya sengaja untuk menunggu kamu." Jawab suster Tasya.
Keyla menatap haru suster Tasya. "Jika bunda masih hidup pasti bunda seumuran dengan suster Tasya." Batin Keyla.
Melihat Keyla yang tiba- tiba kembali menangis membuat suster Tasya merasa bingung. "Kamu kenapa Key? Apa terlalu sakit. " Tanyanya khawatir. Melihat kekhawatiran dari suster Tasya membuat Keyla semakin menangis.
"Key." Panggil suster Tasya.
"Keyla hanya kangen bunda sus." Jawabnya Keyla di tengah- tengah isakkannya.
"Stt.. Stt.. Stt.. Jangan menangis." Suster Tasya mengusap kening Keyla. "Ada suster disini. Kalau kamu mau kamu bisa menganggap suster sebagai bunda kamu."
"Terima kasih sus." Ucap Keyla tulus.
"Lebih baik kamu tidur untuk mengalihkan rasa sakitnya." Ucap suster Tasya. Keyla pun menurut. Ia pejamkan matanya sambil merasakan usapan lembut dari suster Tasya.
.
.
"Bagaimana keadaanmu?" Tanya dokter Ferdi menghampiri Keyla yang baru saja selesai kemoterapi.
"Seperti yang dokter lihat." Jawab Keyla dengan senyuman tipis.
"Apa kamu masih berniat untuk mendonorkan ginjalmu Key?" Tanya dokter Ferdi. Keyla menganggukkan kepalanya. Kemarin setelah bertengkar dengan seluruh keluarganya Keyla menemui dokter Ferdi di temani Aga untuk menanyakan tentang seputar pendonoran ginjal.
"Key saya sudah mengatakannya kepadamu bukan. Untuk kondisimu yang seperti ini benar- benar tidak di anjurkan untuk melakukan donor organ. Apalagi ini ginjal. Pikirkan juga tentang kesehatanmu." Ucap dokter Ferdi. Keyla terdiam saat mendengarkan perkataan dokter Ferdi. "Jika dengan mendonorkan ginjalmu membuat keadaanmu semakin memburuk untuk apa? Pikirkan lagi Key. Pikirkan bagaimana perasaan orang- orang yang sudah berusaha untuk selalu ada untuk kamu jika harus melihat kamu kesakitan. Sekali- sekali menjadi manusia yang egois itu tidak salah Key." Dokter Ferdi menatap Keyla.
"Apa kemungkinan terburuk jika aku tetap mendonorkan ginjalku dok?" Tanya Keyla.
"Kamu akan semakin dekat dengan kematian."Jawab dokter Ferdi tanpa menutup- nutupi.
"Apa tidak ada cara lain dok? Maksudku Jika aku tetap melakukan donor ginjal apa tidak ada cara lain untuk membuatku bertahan atau dapat menghindari dari kemungkinan terburuk itu?"
Dokter Ferdi menggelengkan kepalanya.
.
.
Aga berlari menyusuri lorong rumah sakit untuk mencari keberadaan Keyla karena sahabatnya itu tidak ada di ruangan kemoterapi. Aga mengedarkan pandangannya saat berada di taman rumah sakit, satu- satunya tempat yang belum ia hampiri.
Aga langsung berjalan mendekat saat melihat sosok gadis yang ia kenali. "Kenapa tidak menjawab telfonku?" Tanya Aga sambil menarik tangan Keyla lalu memeluk tubuh kurus sahabatnya. "Aku benar- benar takut terjadi sesuatu denganmu." Keyla terdiam karena merasa terkejut dengan kehadiran Aga yang tiba- tiba.
Nafas Aga sedikit memburu dan matanya berkaca- kaca. Sungguh Aga merasa terlalu khawatir sampai- sampai merasakan sedikit sesak di dadanya.
"Aku hanya ingin mencari angin segar saja Ga." Ucap Keyla sambil mengusap pelan tubuh Aga.
Aga semakin mengeratkan pelukkannya. "Kenapa tidak mengirimiku pesan Key." Protesnya.
"Aku tadi sudah meninggalkan pesan. Aku titipkan kepada suster yang jaga di sana. Jadi aku pikir tidak perlu mengirimimu pesan lagi." Bela Keyla.
"Apa kamu mengkhawatirkan aku?" Tanya Keyla.
"Melihat keadaanku sekarang apa masih perlu aku menjawabnya pertanyaanmu?" Aga balik bertanya.
"Maaf. Maafkan aku. Sungguh aku tidak berniat untuk membuatmu khawatir. Aku hanya ingin jalan- jalan saja." Ucap Keyla.
Aga diam. "Ga. Aku benar- benar minta maaf. Karena selama ini aku selalu melakukan apa- apa sendiri dan tidak pernah ada yang mengkhawatirkan diriku. Jadi aku fikir hanya meninggalkan pesan itu sudah lebih dari cukup. Aku tidak mengira bahwa kamu akan sekhawatir ini kepada ku. Aku sungguh- sungguh minta maaf Ga." Ulang Keyla.
Aga melepaskan pelukkannya lalu memberi sedikit jarak antara dirinya dan Keyla. "Jangan ulangi lagi. Bukan kah aku sudah sering bilang kepadamu. apaun itu selalu beri aku kabar." Pinta Aga yang langsung di jawab anggukkan oleh Keyla. "Jangan hanya menganggukkan kepalamu. Kamu tidak tahu setakut apa aku tadi." Lanjut Aga.
"Maaf."
Aga menggenggam tangan Keyla. "Tangan kamu dingin Key. Apa kamu ingin kita pulang sekarang?"
Keyla menggelengkan kepalanya. "Aku masih ingin disini." Jawabnya.
"Dimana Nico dan Feli?" Tanya Keyla karena tidak melihat batang hidung dari kedua sahabatnya.
"Mereka berdua langsung pergi ke tempatmu." Jawab Aga tanpa mengalihkan pandangannya dari langit yang terlihat cerah. "Apa dokter Ferdi tadi menemuimu?" Keyla menganggukkan kepalanya. "Lalu apa katanya?"
Keyla menundukkan kepalanya lalu menghela nafas. Ingin menutupi dari Aga pun percuma karena ia nanti pasti akan mencari tahu sendiri bagaimana kondisinya dengan menemui dokter Ferdi langsung.
"Key." Panggil Aga membuyarkan lamunan Keyla.
Keyla menceritakan semua percakapannya dengan dokter ferdi tanpa ada yang ia tutup- tutupi. "Lalu?" Tanya Aga.
Keyla mengedikkan bahunya. "Aku tidak tahu Ga, aku sendiri masih bingung." Keyla menatap langit dengan wajah sendunya.
"seharusnya kamu tidak perlu bingung Key. Urungkan saja niatmu itu. Jika dengan mendonorkan ginjalmu bisa membuat keadaanmu semakin memburuk, aku tidak akan izinkan. Aku tidak mau kehilanganmu. Kamu harus sembuh." Ucap Aga.
Mata Keyla berkaca- kaca. "Tapi ini satu- satunya cara supaya aku terbebas dari mereka Ga. Aku tidak mau lagi hidup dalam ketakutan. Aku tidak mau lagi menjadi sasaran kemarahan setiap kali mereka marah. Aku tidak mau lagi di pukuli mereka. Aku sudah lelah Ga. Aku ingin jauh dari mereka."
"Aku akan coba mencari donor ginjal lain untuk menggantikanmu." Putus Aga.
"Tidak bisa Ga." Keyla menatap Aga sendu.
"Kenapa?"
"Karena operasinya akan dilakukan dua hari lagi." Jawab Keyla yang membuat Aga terkejut.