Hai, kenalin! Ini adalah novel gue yang bakal ngajak kalian semua ke dunia yang beda dari biasanya. Ceritanya tentang Lila, seorang cewek indigo yang punya kemampuan buat liat dan ngerasain hal-hal yang nggak bisa dilihat orang lain. Tapi, jangan mikir ini cuma cerita horor biasa, ya!Lila ini kerja di kota besar sebagai jurnalis, sambil terus nyoba buat hidup normal. Sayangnya, dunia gaib nggak pernah jauh dari dia. Dari gedung-gedung angker sampai pesan misterius, Lila selalu ketarik ke hal-hal aneh yang bikin bulu kuduk merinding. Di tengah kesibukannya ngeliput berita, Lila malah makin dalam terlibat dengan makhluk-makhluk dari dunia lain yang seolah ‘nungguin’ dia buat ngungkap rahasia besar.Penasaran gimana dia bakal hadapin semuanya? Yuk, ikutin terus perjalanan Lila di "Bayangan di Kota: Kisah Gadis Indigo". Siap-siap deh, karena lo bakal nemuin banyak misteri, ketegangan, dan sentuhan supranatural yang bikin lo nggak bisa berhenti baca!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hansen Jonathan Simanjuntak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Selalu Mengawasi
Setelah malam penuh teror di kos, Lila dan Rina nggak bisa tidur tenang lagi. Suasana kos yang biasanya berisik sekarang terasa sepi, tapi bukan sepi yang nyaman. Ada sesuatu yang berubah, aura tempat itu semakin gelap.
Pagi-pagi, mereka duduk di ruang tamu kosan, masing-masing dengan secangkir kopi di tangan. Rina kelihatan lusuh, matanya merah karena kurang tidur, sedangkan Lila masih merasa badannya berat, seperti ada sesuatu yang menghisap energinya semalaman.
“Gue nggak tahan lagi di sini,” kata Lila, suaranya serak. “Kayak ada yang ngikutin gue terus, Rin. Lo juga ngerasain nggak sih?”
Rina manggut-manggut. “Ya iyalah, Lil. Gue dari semalem nggak bisa tidur. Kayak ada bayangan di pojokan, tapi pas gue liat, nggak ada apa-apa.”
Lila menatap lurus ke depan, mencoba mikir jernih. Mereka nggak bisa terus-terusan kayak gini. Kalau tetap bertahan, mungkin lama-lama mereka bisa gila. Tapi pindah bukan solusi instan, apalagi kalau sosok yang ganggu mereka itu bisa ngikut ke mana-mana.
“Apa kita harus panggil paranormal lagi?” tanya Lila ragu-ragu. “Kemarin lo bilang nggak yakin sama mereka, tapi sekarang...”
“Gue juga bingung, Lil,” Rina menghela napas panjang. “Gue udah nggak tau harus ngapain. Paranormal atau apapun, asal kita bisa bebas dari semua ini, gue setuju.”
Akhirnya mereka sepakat buat mencari bantuan lagi, tapi kali ini nggak asal. Lila ngubek-ngubek internet, nyari rekomendasi dari forum-forum spiritual yang lumayan terpercaya. Mereka akhirnya nemu satu nama, seorang mediator spiritual yang terkenal bisa bantu ngusir makhluk halus tanpa bikin orang yang dibantunya ketakutan.
...****************...
Malamnya, mediator spiritual yang mereka panggil, Bu Sari, datang ke kosan. Penampilannya simpel, cuma pake baju hitam longgar dan selendang putih di pundaknya. Tanpa banyak basa-basi, Bu Sari langsung ngeliat-liat sekitar kosan, terutama kamar Lila dan Rina.
“Energi di sini berat banget,” katanya pelan. “Bukan cuma ada satu sosok, tapi beberapa.”
Lila dan Rina saling pandang, ngeri. Beberapa? Mereka cuma ngerasa satu makhluk yang ngikutin, tapi ternyata ada lebih dari itu?
“Ini tempat memang dulunya penuh konflik,” lanjut Bu Sari. “Makhluk-makhluk ini terjebak di sini karena nggak bisa lepas dari masa lalu mereka. Tapi sekarang, energi kalian menarik perhatian mereka.”
“Jadi gimana, Bu? Bisa diusir, kan?” tanya Lila, nada suaranya penuh harap.
“Bisa, tapi kalian harus kuat. Kalau kalian takut, mereka akan terus kembali. Kalian harus tegas, jangan kasih ruang untuk mereka.”
Bu Sari mulai ritualnya. Dia membakar dupa, menyebar garam di sudut-sudut kamar, sambil menggumamkan doa-doa yang nggak Lila pahami. Suasana di kamar mulai berubah, makin dingin, dan udara jadi berat. Tapi anehnya, rasa takut yang tadi menguasai Lila perlahan-lahan berkurang.
Sampai akhirnya, setelah sekitar satu jam, Bu Sari berhenti. Dia menatap Lila dan Rina dengan tatapan puas.
“Sudah selesai. Tapi ingat, ini cuma sementara. Kalian harus lebih kuat secara mental dan spiritual. Jangan kasih kesempatan mereka untuk masuk lagi.”
“Anjir... beneran selesai, Bu?” Rina bertanya sambil masih agak gemetar.
Bu Sari mengangguk. “Selesai untuk sekarang. Tapi kalian harus jaga energi kalian tetap positif. Kalau nggak, mereka bisa kembali.”
Lila menarik napas lega, walaupun masih ada sedikit rasa was-was. “Terima kasih banyak, Bu. Kita bakal usahain.”
...****************...
Beberapa hari setelah Bu Sari datang, suasana kosan mulai terasa lebih ringan. Rina udah bisa tidur lagi, meskipun kadang masih mimpi buruk. Lila juga mulai merasa tenang, walaupun ada perasaan kalau mereka belum sepenuhnya aman.
Suatu malam, saat mereka lagi nongkrong di ruang tamu kosan sambil nonton film, tiba-tiba listrik mati. Gelap gulita. Hanya suara kipas angin yang berhenti dan dentingan jam dinding yang terdengar di ruangan itu.
“Eh, mati lampu lagi?” Rina bangkit sambil meraba-raba ke arah saklar.
Lila yang duduk di sofa menatap ke luar jendela. Semua rumah di sekitar kosan masih terang benderang. “Bukan mati lampu, Rin. Cuma kosan kita yang gelap.”
Rina berhenti di tempat, perlahan menoleh ke arah Lila. “Serius lo?”
“Gue nggak bercanda,” jawab Lila, suaranya mulai gemetar.
Tiba-tiba terdengar suara dari kamar mereka. Bukan suara manusia, lebih kayak bisikan halus yang nggak jelas asalnya. Rina langsung merinding, sementara Lila udah berdiri dari sofa.
“Anjir... ini nggak bener,” bisik Rina, suaranya bergetar.
“Gue rasa mereka balik lagi,” Lila berbisik, mencoba menenangkan diri.
Mereka berdua pelan-pelan jalan ke arah kamar, meski setiap langkah terasa berat. Ketika mereka sampai di depan pintu kamar, bisikan itu semakin jelas. Ada suara seperti seseorang yang tertawa kecil, tapi nada tawanya dingin dan mengerikan.
Lila mau buka pintu kamar, tapi tangannya gemetar. Rina di belakangnya udah siap buat kabur, tapi nggak mau ninggalin Lila sendirian.
Pas pintu dibuka, ruangan kamar mereka kosong, gelap, dan dingin. Tapi di sudut kamar, samar-samar, ada sosok yang bergerak. Bayangan itu kecil, seperti anak-anak, dan matanya bersinar merah di kegelapan.
“Gila lu! Apa lagi nih?!” Rina hampir teriak.
Sosok itu perlahan mendekat, jalannya seperti melayang di udara. Lila bisa merasakan udara di sekitarnya makin dingin, seakan-akan seluruh ruangan diselimuti es
...****************...
Setelah Lila merasakan ruangan diselimuti es, ia mulai panik. Suasana di sekitar berubah semakin mencekam, dan ia merasa ada sesuatu yang mengawasi dari kegelapan. Suara-suara aneh mulai terdengar, seperti bisikan yang samar tapi mengintimidasi.
Lila berusaha mengendalikan napasnya yang mulai memburu. Di tengah-tengah ketakutannya, ia melihat bayangan samar yang mendekat dari sudut ruangan. Bayangan itu berbentuk seperti seorang perempuan, tapi wujudnya aneh, seperti tidak sepenuhnya nyata. Perempuan itu tampak melayang, dan wajahnya terlihat kabur.
Lila berusaha menjauh, tapi tubuhnya terasa kaku, seolah tak bisa bergerak. "Siapa lu?" tanyanya dengan suara bergetar, tapi perempuan itu hanya tersenyum samar. Senyuman yang membuat bulu kuduk Lila meremang.
Perempuan itu mendekat, dan semakin dekat ia datang, semakin jelas Lila bisa melihat wajahnya. Wajah pucat dengan mata kosong yang hanya menatap lurus ke depan, tapi senyumnya tetap ada, makin lebar.
Tanpa diduga, perempuan itu bicara. "Kamu nggak bisa lari, Lila," bisiknya, suaranya pelan tapi tajam, menusuk langsung ke dalam kepala Lila.
Lila mencoba berteriak, tapi suaranya tercekat di tenggorokan. Tangannya gemetar, mencoba mencari sesuatu untuk pegangan. Namun, perempuan itu terus mendekat, sampai akhirnya tepat berada di depan Lila. "Kita akan selalu bersamamu..."