Alaish Karenina, wanita berusia dua puluh sembilan tahun itu belum juga menikah dan tidak pernah terlihat dekat dengan seorang laki-laki. Kabar beredar jika wanita yang akrab dipanggil Ala itu tidak menyukai laki-laki tapi perempuan.
Ala menepis semua kabar miring itu, membiarkannya berlalu begitu saja tanpa perlu klarifikasi. Bukan tanpa alasan Ala tidak membuka hatinya kepada siapapun.
Ada sesuatu yang membuat Ala sulit menjalin hubungan asmara kembali. Hatinya sudah mati, sampai lupa rasanya jatuh cinta.
Cinta pertama yang membuat Ala hancur berantakan. Namun, tetap berharap hadirnya kembali. Sosok Briliand Lie lah yang telah mengunci hati Ala hingga sulit terbuka oleh orang baru.
Akankah Alaish bisa bertemu kembali dengan Briliand Lie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfian Syafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Curiga
Brian melajukan motornya tanpa arah dan tujuan. Kepalanya terasa pecah, hatinya perih. Semua orang mempermasalah tato nama itu padahal Brian sudah katakan agar tidak mengungkitnya. Kenapa malah dipermasalahkan?
Andai Brian bisa mencegah Ala pergi waktu itu. Andai Brian selalu ada disampingnya, dia tidak akan membiarkan Ala sendirian menunggu, dia tidak akan membiarkan orang lain menyentuhnya, tidak akan membiarkan siapapun mengganggu kesayangannya.
Semua sudah terjadi. Perpisahan layaknya monster yang tidak bisa Brian lawan. Semesta tidak memperbolehkan Brian dan Ala bersama merajut jalinan kasih dan sayang.
Betapa perih hati Brian selama ini terlunta-lunta mencari keberadaan Ala yang hilang entah kemana. Segala cara sudah dia lakukan demi Ala. Merubah penampilan, berusaha menjadi lebih baik seperti yang Ala mau. Dengan penuh semangat dia datang ke rumah Ala, berharap gadis itu ada dan mau meluruskan masalah yang selama ini mengganjal dihati Brian. Mau kembali menjalin kisah asmara yang indah seperti dulu.
Kepahitan yang didapat Brian. Semua memang sudah berlalu dan tidak akan pernah bisa diulang kembali. Takdir sudah menggariskan bahwa Brian dan Ala tidak akan pernah bisa bersatu. Menjalin sebuah kisah kasih yang luar biasa indah dan penuh liku itu. Akan tetapi Brian yakin, bahwa masih ada kesempatan jika dia bisa bersama dengan Ala.
Bukan melawan takdir, tapi Brian terus berdoa, melangitkan nama Alaish Karenina untuk bertemu dan bersanding dengannya. Brian yakin bahwa do'a mampu mengubah takdir yang sudah digariskan.
Motor itu berhenti melaju setelah melihat seseorang yang sangat dia kenal. Seseorang yang katanya sangat mencintai dan menyayanginya sepenuh hati itu sedang bersama ....
"Betina itu selalu bermulut manis!" gumam Brian sambil tersenyum miring.
Dia pun memutar kendaraan beroda dua itu menghindari orang yang akan menjadi masa depannya. Mungkin Tuhan telah mengabulkan setiap do'a yang dipanjatkan, bahwa Maira tidak pantas untuknya.
Kecewa itu pasti.
Disaat Brian sudah memantapkan hatinya memilih Maira untuk menjadi pendamping hidupnya, kini gadis itu malah memberikan luka. Meski tidak terlalu sakit karena dalam lubuk hati terdalam Brian hanya mencintai Ala. Brian hanya menginginkan Ala, tapi dia berusaha membuka hati untuk Maira karena melihat perjuangan Maira dan juga perhatian yang dia berikan.
Siapa sangka jika malam ini Brian harus kembali menutup hatinya. Melupakan Maira dan berharap jika pernikahan itu benar-benar batal.
"Jangkrik! Kok bodoh sekali aku ini ... Seharusnya tadi difoto dua orang itu!" Brian menepuk keningnya.
Gara-gara pikirannya berkelana pada kenangan indah bersama Ala jadi nggak fokus. Memang perpisahan itu telah membuat orang menyesal. Ketika bersama disia-siakan tapi pas orangnya pergi baru terasa seberapa besar cinta Ala kepada Brian. Kepergian Ala mampu menyadarkan Brian bahwa hatinya pun sangat mencintai Ala.
Brian kembali memutar motornya. Berharap dua orang yang sedang memadu kasih, menjalin hubungan terlarang itu masih berada di sekitar alun-alun Purworejo.
"Ealah ... Sudah ilang ditelan bumi rupanya dua orang itu!" gumam Brian.
Kedua netranya masih menatap sekitar. Suasana alun-alun malam ini memang ramai karena malam minggu. Banyak para remaja yang sedang menikmati malam yang katanya panjang itu. Bagi Brian sama saja.
Melihat beberapa pasangan kekasih yang sedang menikmati malam minggu, duduk dipinggir alun-alun atau tempat duduk yang tersedia, mengingatkan Brian kepada Ala.
Selama pacaran sama Ala, dia belum pernah mengajak Ala menikmati malam minggu. Beli jajan sebanyak-banyaknya karena gadis itu sangat hobi jajan. Lalu jalan-jalan sambil cerita apa saja.
Rasanya ... Sangat indah. Meski hanya membayangkan saja membuat bibir Brian membentuk bulan sabit.
"Nanti kalau kita ketemu lagi ... Aku janji akan buat kamu bahagia. Mengabulkan semua permintaan kamu yang belum bisa aku turuti dulu," batin Brian.
Kedua netranya berembun. Nggak mau larut dalam kesedihan, Brian memutari alun-alun tersebut. Menatap satu persatu wajah orang-orang yang berjalan kaki santai dibawah cahaya temaram lampu sekitar alun-alun.
"G*block! Kemana itu betina satu! Jadi begini dia dibelakang aku ya?" Brian terus mengumpat karena kesal.
Harusnya malam ini dia bisa menenangkan diri dengan sebotol minuman yang membuatnya jalan sempoyongan dan lupa sama Ala sebentar. Besoknya mual-mual terus inget Ala lagi. Eh malah melihat calon istri jalan sama pejantan tangguh.
Hari apes memang nggak ada dikalender. Kalau tertera nyata dikalender tentu saja setiap orang bisa menghindari keapesan itu. Buat yang punya kalender tapi ya, soalnya zaman sekarang ini jarang orang punya kalender di rumah. Othornya aja nggak punya kalender dan selalu kena apes tanpa kenal waktu dan hari.
Tanpa disadari Brian sudah memutari alun-alun dengan motor kesayangannya itu sebanyak lima kali cuma mau cari Maira. Penasaran siapa laki-laki yang sedang bersamanya. Kalau itu salah satu teman Brian, laki-laki itu akan memberi pelajaran tanpa ampun.
"Lihat saja nanti, sekarang kalian lolos. Hari berikutnya nggak lolos!" kata Brian pada daun yang bergoyang kena angin.
Brian memilih pulang, mau jajan cilok males soalnya setiap satu gigitan cilok inget wajah Ala pas remaja dulu. Waktu masih pacaran sama Brian suka beli cilok. Mau beli sebotol minuman, dompet Brian ketinggalan di rumah. Mau bayar pake senyuman takut si Mbak penjualnya naksir Brian yang gantengnya nggak ketulungan itu.
Jadi milih pulang saja daripada bengong takut ada setan lewat kan nggak lucu. Apalagi ketemu Mbak Kunti yang super bahagia. Nanti Brian yang lagi galau itu diketawain, mending diketawain lah kalau diajak pacaran kan nggak enak banget. Ketemunya setiap malam Jum'at Kliwon lagi.
"Darimana, Brian?" tanya Pak Supri, Bapaknya Brian.
Kebetulan Pak Supri lagi duduk di teras sambil rokoan. Secangkir kopi sudah tersaji di meja. Aduhai sekali.
Membuat netra Brian berbinar dan langsung menyeruput kopi itu tanpa peduli si pemilik sudah melotot.
"Ealah bocah kurang ajar!" Pak Supri memukul bantal sofa yang ada di kursi teras itu tapi tidak mengenai pantat Brian karena laki-laki itu menghindar.
"Dikit aja elah! Kalau abis Bapak bisa minta sama istri Bapak suruh buat lagi!" ledek Brian.
"Istri Bapak ya Ibumu to, Yan!"
Brian nggak menanggapi ucapan Bapaknya. Memang anak durjana dia ini. Memilih masuk kamar menatap tembok dengan penuh haru. Bukan karena jatuh cinta sama tembok tapi ... Tembok itu saksi bisu kebersamaan Brian dan Ala dulu. Disana ada terukir indah nama Ala dan juga nama kesayangan untuk Ala yang Brian berikan. Tulisan itu nggak pudar soalnya setiap mau pudar, Brian beri warna lagi supaya tetap ada dan tidak hilang.
"Sanju!" gumamnya.
Menggumamkan nama itu, Brian jadi ingat masa dimana Brian memanggil Ala dengan panggilan sanju sambil menatap wajah imutnya. Nggak ada yang ngalahin keimutan Ala ini. Bahkan imutnya ikan cupang aja kalah sama Ala.
"Sanju, Sayang," bisik Brian.
"Sanju? Siapa lagi cewek yang kamu deketin?" tanya gadis itu sambil melotot. Meski nggak menakutkan sama sekali soalnya mata Ala sipit kayak orang cina. Cuma lebih bagusnya dibandingin sama orang yang kebanyakan tidur.
Brian tersenyum, membenarkan poni Alaish yang mirip kartun dora itu. "Nggak ada, Cinta. Itu nama kesayangan buat kamu. Sanju! Pengen tahu nggak artinya?" tanya Brian lembut. Melihat Ala cemburu itu rasanya Brian gemas.
Wajah Ala masih cemberut diselimuti rasa cemburu karena takut Brian selingkuh untuk kedua kalinya.
"Nggak tahu!" jawab Ala ketus.
Brian menghela napas panjang. Dalam hati banyak istighfar. Kalau nggak sayang udah pengen marah. Untung sayang jadi pengen uwel-uwel rasanya. Gemas aja bawaannya kalau lihat muka cemburu dan cemberut Ala. Pipinya itu loh mirip ikan buntal pas lagi cemberut. Bibirnya yang berwarna merah muda itu rasanya pengen Brian kokop dipojokan.
"Sanju ... Itu singkatan dari Sampai Akhir Nanti Jiwaku Untukmu," ucap Brian.
"Kalau kita berpisah suatu hari nanti, pasti kita akan bertemu kembali pada hati yang sama. Kita adalah dua manusia yang memiliki satu jiwa. Kamu dan aku itu satu, jika berpisah ... Pasti akan kembali lagi. Sampai kapanpun hati ini cuma buat kamu," sambung Brian.
Ala langsung terpesona, wajahnya memerah kayak tomat busuk. Meski kata-kata Brian membuat hatinya sakit tapi Ala nggak mau nangis. Cuma mau peluk Brian aja.
Kata-kata romantis itu rupanya menjadi nyata. Bahwa hubungan mereka telah berakhir ditengah jalan pas Brian lagi sayang-sayangnya dan Ala pergi tanpa sebab.
Bersambung...
Selamat membaca Kakak-kakak Sayang. jangan lupa like, komen dan subscribe yaaa.
cintanya mas bri udah stuk di kamu
semangat kakak,