Bertetangga dengan seseorang yang sangat kamu benci adalah sebuah musibah besar. Hal itulah yang dialami oleh Bara dan Zizi.
Parahnya lagi, mereka berdua harus menikah untuk mendapatkan harta warisan yang sangat banyak.
Mampukah keduanya berdamai untuk mendapatkan keuntungan atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bhebz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Masih Ingin
Sembari menunggu Zizi yang keluar menemui Devano, Bara pun membuka laporan-laporan keuangan dari beberapa divisi di perusahaan itu. Akan tetapi ia tidak bisa berkonsentrasi. Pikirannya hanya tertuju pada bibir Zizi yang masih sangat terasa pada bibirnya.
Menutup matanya ia pun menyentuh bibirnya yang masih terasa membengkak.
Tok
Tok
Tok
Bunyi ketukan pada pintu ruangannya membuat Bara tersentak dari lamunannya.
"Masuk!" ucapnya memberi izin.
Ternyata yang datang adalah Zizi, istri sekaligus asisten pribadi menggantikan Devano.
Zizi pun masuk dengan perasaan gugup. Ia bahkan tak berani mengangkat wajahnya karena masih sangat malu dan ragu untuk melakukan saran dari Devano yang sepertinya berbau mencurigakan.
"Bagaimana? Udah dapat saran dari Dev?" sambut Bara saat Zizi sudah ada di hadapannya.
"I-iya pak," gugup Zizi.
Bara tersenyum, ia yakin sekali kalau Devano kali ini bisa kembali diandalkan. Buktinya, Zizi nampak nervous dan tak percaya diri seperti biasanya.
"Apa katanya?" buru Bara dengan tak sabar. Zizi bergegas berdehem untuk menetralisir perasaan gugupnya.
"Ayo cepat katakan. Kamu tahu 'kan kalau aku sudah kering menunggumu di sini dengan rasa nyeri yang hampir membunuhku."
"Ish lebay!" gumam Zizi sedikit kesal.
"Hey! Kamu ngomong sesuatu Zi?"
"Gak pak."
"Kalau begitu ayo katakan, apa saran Devano!"
"Anu pak. Kata pak Dev, luka di bibir bapak harus diobati pake bibir aku sendiri."
Bara langsung tersenyum samar. Saran dari Dev ternyata sangat luar biasa.
"Apa? Jadi gak perlu manggil dokter katanya?" ucap Bara pura-pura.
"Iya pak, begitu katanya, bibir bapak sebaiknya diobati pake bibir aku supaya cepat sembuhnya."
"Oh. Begitu?" ucap Bara pura-pura berpikir keras. .
"Kalau begitu cepat lakukan. Aku 'kan pengen cepat sembuh. Rasanya tuh kebas banget. Kamu sih pake gigit. Jangan-jangan kamu juga pake bisa lagi."
Zizi langsung mendengus. Emangnya dia sejenis ular? Ish dasar!
"Sini cepat!" panggil Bara seraya memasang wajah meringis dan sangat menderita. Zizi pun menghampiri pria itu dengan perasaan semakin gugup. Saran Devano sebenarnya ingin ia tolak, tapi karena pria itu mengatakan kalau Bara mempunyai riwayat penyakit aneh dan berbahaya, makanya ia sendiri yang harus memberikan penawarnya.
"Tutup mata bapak ya, dan jangan ngintip," ucap Zizi ketika sudah berdiri tepat di hadapan Bara.
"Iya."
Bara pun menutup matanya dengan menyandarkan kepalanya pada sandaran kursinya dengan santai.
Zizi tertegun. Ia hanya menatap wajah suaminya dengan dada berdebar gelisah. Wajah Bara begitu sangat tampan dengan rahang tegasnya.
Pahatan-pahatannya sempurna. Alisnya tebal dengan kedua mata ditutupi bulu mata hitam tebal. Hidungnya mancung dengan bibir yang agak tebal dan sedikit merah.
Zizi tak sadar tersenyum. Tak menyangka kalau pria tampan blasteran ini adalah suaminya.
"Hey! Kamu mau ngasih obat atau cuma natap aku hem?" sentak Bara tanpa membuka kedua matanya.
Zizi tersentak kaget. Ternyata pria itu tahu kalau ia sedang mengagumi ketampanannya.
"Eh, ma-maaf pak, sekarang coba buka sedikit mulut bapak," ucap Zizi gugup.
"Untuk apa?" tanya Bara pura-pura tak paham.
"Supaya aku gampang lihat bagian mana yang mau diobati pak."
"Oh gitu?"
Bara pun membuka sedikit mulutnya dengan kedua mata masih tertutup rapat. Dengan perlahan, Zizi mendekatkan wajahnya pada wajah pria yang sudah sah menjadi suaminya itu.
Deru nafas keduanya memburu dengan perasaan gelisah yang teramat sangat. Detik berikutnya, Zizi pun menyentuhkan bibirnya pada permukaan bibir Bara sesuai petunjuk Devano.
Deg
Dua orang suami istri itu langsung merasakan kejut listrik. Sebuah ledakan arus pendek tiba-tiba terjadi pada tubuh mereka berdua. Bara menegang begitupun dengan Zizi. Akan tetapi keduanya berusaha untuk tetap santai.
Bara gregetan sendiri, karena tak sabar menunggu apa yang akan dilakukan oleh Zizi selanjutnya.
Masak cuma disentuhkan saja? Gak asyik banget, gerutu Bara di dalam hatinya.
Selama beberapa detik, bibir mereka bersentuhan saja. Hingga Bara semakin gregetan sendiri dan tak sabar untuk mengulum daging kenyal dan sangat manis itu. Akan tetapi ia lagi-lagi harus bersabar agar tidak mendapatkan gigitan lagi.
"Sudah pak," ucap Zizi setelah menarik wajahnya dan sedikit menjauh dari wajah Bara.
"Ulangi lagi. Tadi itu gak kerasa," ucap Bara tegas.
"Aduh gak bisa pak. Di situ enak, cuma duduk santai saja. Nah kalau aku? Aku 'kan berdiri jadi gak bisa lama-lama. Capek aku apalagi harus berdiri," gerutu Zizi panjang kali lebar.
Bara membuka kedua matanya kemudian tersenyum samar. Ia pun menarik tubuh Zizi agar bisa duduk di pangkuannya.
"Awww! Pelan-pelan dong pak," gerutu Zizi lagi.
"Maaf. Gimana? Udah nyaman?"
"Iya pak, tapi gimana dengan bapak. Aku kayaknya berat banget nih pak."
"Gak apa-apa. Yang penting kamu obati aku dulu. Apalagi tubuh mu ini seringan kapas."
"Ish!" Zizi mencibir seraya menggoyang-goyangkan pantatnya seolah sedang mencari posisi enak.
Bara mengerang nikmat dalam hati. Gaya centil Zizi di atas pangkuannya semakin membuat hatinya sangat senang. Terongnya kini bangun dan mengeras.
"Ayo sekarang lanjutkan. Satu jam lagi aku harus ke sebuah tempat untuk meeting, jadi aku ingin bengkak dan perihnya udah gak kerasa."
"Iya pak. Tapi bapak tutup mata lagi ya, dan buka sedikit mulutnya."
"Humm."
Mengangkat tangannya ke atas, Zizi pun mengelus lembut rahang tegas Bara kemudian mendekatkan lagi wajahnya sendiri.
Menyentuhkan kembali bibirnya pada permukaan bibir Bara. Karena tak tahu apa yang harus dilakukannya lagi meskipun Devano sudah memberinya saran untuk mencium bibir suaminya itu, ia pun berinisiatif untuk menjilati bibir bawah Bara dengan lidahnya saja.
Ibunya pernah memberi tahu padanya kalau ada luka kecil di tubuhnya maka pertolongan pertama biasanya dengan cairan saliva sendiri.
Bara merasakan tubuhnya semakin menegang. Celananya semakin terasa sesak karena perbuatan Zizi padanya. Lidah wanita cantik itu kini menari-nari di atas permukaan bibirnya dan membuatnya tersiksa dalam kenikmatan.
Tangannya cepat-cepat menekan tengkuk istri nya itu karena sudah mulai terbakar. Bibir Zizi ia kulum dengan penuh hasrat. Zizi yang sejak tadi sudah sangat terangsang tak bisa lagi berbuat apa-apa. Ia pasrah, memberikan bibirnya dieksplor dengan sempurna oleh pria yang telah halal menyentuhnya.
"Balas aku Zi," bisik Bara dengan suara bergetar menahan rasa yang sangat luar biasa ini.
"Gak tahu caranya pak..."
"Lakukan seperti yang aku lakukan, ughh..."
Dengan malu-malu, Zizi pun akhirnya mengikuti cara suaminya memperlakukan bibirnya.
Detik berikutnya, mereka berdua saling mengulum dan menghisap secara bergantian. hingga keduanya semakin terbakar. Suasana ruangan itu pun mengeluarkan aura panas. Mereka berdua saling memagut sampai mereka kehabisan nafas.
Keduanya saling melepaskan kemudian saling bertatapan dengan perasaan bahagia yang membuncah. Zizi menundukkan wajahnya yang terasa sangat panas karena malu. Tak menyangka kalau ia akan ikut arus dengan modis suaminya.
"Hey... lihat aku," ucap Bara seraya meraih dagu istrinya itu agar tidak menundukkan wajahnya.
"Maaf pak. Aku kayaknya gak bisa ngasih obatnya. Bibir bapak kini semakin membengkak," balas Zizi seraya menyentuh bibir Bara dengan ibu jarinya.
Bara tersenyum kemudian meraih ibu jari wanita itu dan mengulumnya di dalam mulutnya bagaikan mengulum sebuah permen.
"Bibirmu manis sekali Zi. Dan aku masih sangat ingin..."
🌻
Like Like Like
Komen Komen Komen 😍
trus devano gimana dong, ..ga kasian, dia blm kesurga thor 😀