Berjuang sendirian sejak usia remaja karena memiliki tanggungan, adik perempuan yang ia jaga dan ia rawat sampai dewasa. Ternyata dia bukan merawat seorang adik perempuan seperti apa yang dirinya sangka, ternyata Falerin membesarkan penghianat hidupnya sendiri.
Bahkan suaminya di rebut oleh adik kandungnya sendiri tanpa belas kasihan, berpikir jika Falerin tidak pernah memperdulikan hal itu karena sibuk bekerja. Tapi diam-diam ada orang lain yang membalaskan semua rasa sakit Falerin. Seseorang yang tengah di incar oleh Faldo, paparazi yang bahkan sangat tidak sudi menerima uangnya. Ketika Faldo ingin menemui paparazi itu, seolah dirinya adalah sampah yang tidak pantas di lihat.
Walaupun Falerin terkesan selalu sendiri, tapi dia tidak sadar jika ada seseorang yang diam-diam melindunginya. Berada di saat ia membutuhkan pundak untuk bersandar, tempat untuk menangis, dan rumah yang sesungguhnya. Sampai hidupnya benar-benar usai.
"Biarin gw gantiin posisi suami lo."
Dukungannya ya guys
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angel_Enhy17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
⋇⋆CHAPTER 19 : MEMINTA MAAF ATAU MEMPERMALUKAN? ⋆⋇
Dan sekarang adalah masalah besarnya, Rumi kebingungan dengan apa yang terjadi sekarang. Seolah tidak sadar akan apa yang sudah ia lakukan, apakah ia harus meluruskan semuanya sendirian? Jika Faldo ikut dengannya mungkin akan berbeda dengan apa yang ia harapkan. Dan sekarang, Rumi bahkan sudah memberanikan diri untuk datang ke perusahaan kakaknya.
Dia sudah berada di depan gedung besar dan merah, dengan orang-orang yang terus-terusan keluar masuk ke dalam gedung itu. Jangan lupakan dengan beberapa artis terkenal yang juga keluar masuk dengan santai tanpa ada hambatan, penjagaan yang ketat di sana membuat gadis itu ragu.
Apakah kakak akan menerima ku masuk ke dalam gedung miliknya? Pikirkan sekarang ini.
Entah apa yang ada di dalam kepalanya sekarang, Rumi hanya mau semua masalah ini selesai dan hidup dengan tenang sepanjang hidupnya. Kakinya kemudian melangkah masuk dalam gedung itu, beberapa karyawan memang mengabaikannya atau lebih tepatnya sama sekali tidak melirik ke arahnya, karena urusan mereka jauh lebih penting.
Tapi, ada juga yang melihat ke arah Rumi dengan tatapan sinis dan ada juga yang terkejut akan kehadirannya yang begitu tiba-tiba. Mereka mengira jika atasan mereka yang menyuruh tapi sepertinya tidak ada yang menyuruhnya datang sama sekali. Sampainya di depan resepsionis yang berjaga di sana, Rumi berniat akan bertanya tapi reaksi mereka sungguh di luar dugaannya. Tatapan mereka seolah menyuruhnya pergi dari sana, tapi Rumi tetap tidak akan mundur begitu saja.
"Apakah nona Falerin ada di sini? Aku ingin bertemu dengannya-"
"Beliau tengah ada pertemuan penting, jika anda tidak ada janji dengannya silahkan anda menunggu,"
"Menunggu? Berapa lama?" Rumi terus bertanya di sana, sampai seseorang melewatinya dan nampak tidak asing di pandangannya.
Pria itu menghampiri ke arah sana, membuat resepsionis seketika menunduk kepadanya dan Rumi reflek menoleh. Mendapati pria itu, ia tidak asing dengan pria tersebut. Tapi dengan kesadarannya Rumi tersenyum, ia berdiri di depan pria itu dengan penuh percaya diri.
"Kamu Harka?" Harka nampak hanya menatap tanpa merespon apa pun yang Rumi lakukan. Dia justru memberikan tatapan datar sama seperti saat dia menyumpahi perempuan itu.
"Mendingan lo pergi, gedung ini bakal terasa kotor kalau lo ada di sini." Rumi tentu saja terkejut dengan perkataan Harka yang nampak tidak ada beban di depannya.
Pria itu menatapnya dengan datar, Rumi sadar jika aktor terkenal itu membenci dirinya atas apa yang sudah terjadi saat itu. Tetapi, Rumi berusaha memperbaiki segalanya untuk kembali ke masa yang normal. Walaupun ucapan Harka terkesan sangat mengusirnya, Rumi tetap memaksakan diri.
"Aku hanya mau bertemu dengan kakak, apakah dia ada di sini-"
"Dia juga gak akan sudi ketemu sama simpenan kayak lo,"
"Harka... Aku hanya mau memperbaiki-"
"Enggak ada yang harus di perbaiki, mending lo perbaiki kelakuan lo itu dari pada keadaan. Semua orang udah tau semuanya, lo gak akan bisa mengelak sama kesalahan lo itu, lihat di sekitar lo ini," Rumi menatap ke arah semua orang melewatinya, menatapnya dan bahkan ia bisa tahu jika orang-orang itu juga membicarakannya.
"Gak ada yang mau lo di sini... "
Rumi seketika terdiam, ketika ia sibuk bersama Harka yang tengah memberikan kata-kata kebencian dan membuatnya sadar akan apa yang terjadi. Tiba-tiba saja pandangannya pergi ke arah Falerin yang tengah berjalan dengan seseorang, nampaknya dia sibuk. Tapi Rumi juga ingin bertemu dengan kakaknya sendiri, apakah itu sebuah kesalahan?
Tapi pasalnya perempuan itu justru berlari ke arah Falerin dan menarik lengan kakaknya dengan kasar, membuat Falerin sedikit sempoyongan hampir saja terjatuh. Tapi beruntung pria di sampingnya bisa menahan badannya agar tidak terjadi. Semua orang seketika menatap ke arah Rumi, seolah dia membuat masalah yang besar.
"Kakak, aku ingin bicara denganmu sebentar saja. Apakah itu masalah besar bagimu? Kamu melarang orang-orang untuk aku masuk ke sini? Apa salah ku kakak?" Ucapnya dengan ekspresi menyedihkan, sedangkan Falerin yang masih terkejut dengan apa yang sudah terjadi terdiam di sana.
Sejak kapan Rumi ada di sana? Sedangkan pria di sampingnya mencoba menepis tangan Rumi dari lengan rekannya, ia rasa itu terlalu kasar. Jika saja memang benar gadis di depannya adalah adik kliennya, maka kenapa sikapnya seperti itu? Dan apa yang dia katakan? Falerin melarangnya masuk ke dalam perusahaan? Mungkin itu masuk akal, urusan keluarga adalah urusan rumah bukan urusan pekerjaan. Apa gadis muda itu tidak bisa membedakan semua itu?
"Apa yang kau katakan? Pulanglah-"
"Enggak! Kakak sengaja agar aku di benci banyak orang kan? Kenapa kakak setega ini sama aku? Aku adik mu-"
"DIAM!" Suara keras Falerin menggema ke seluruh area gedung itu, membuat orang-orang yang awalnya rusuh menjadi terdiam. Hanya suara kendaraan di luar sana yang masih terdengar. Harka hendak melangkah maju, tapi sepertinya Falerin sudah ada rencana lain.
"Berhenti membuat keributan, jika kamu ingin bertemu hubungi aku jangan membuat kerusuhan di perusahaan ku," Falerin menoleh ke arah pria di sebelahnya yang merupakan investor perusahaannya, dia tersenyum dengan tenang tanpa ada emosi di sana.
"Maafkan saya, tuan. Sepertinya pertemuan kita cukup sampai di sini saja, dan maafkan saya atas apa yang terjadi sekarang, dan maafkan saya tidak bisa mengantar anda sampai ke depan. Biarkan sekertaris saya yang mengantar anda sampai ke mobil anda-"
"Tidak perlu, itu bukan masalah besar. Saya akan baik-baik saja, saya harap kamu bisa tenang dan didik perempuan itu dengan baik. Dia terlalu labil untuk masuk ke sini, selamat sore."
Setelah itu pria itu pergi bersama sekertaris pribadi Falerin, begitu juga sekarang Falerin benar-benar menghadapi Rumi yang masih berapi-api. Gadis itu memang terlalu labil, benar apa kata kliennya tadi. Sepertinya ia harus mendidik Rumi dengan benar.
"Ikut aku." Ucapnya singkat dengan raut wajah yang tidak bisa di prediksi.
Rumi mengikuti ke mana langkah Falerin, tepat di dalam lift Rumi masih berusaha mengajak Falerin mengobrol tapi sepertinya dia tidak mau. Tentu saja, sebenarnya Falerin masih kesal dengan sikap Rumi di perusahaannya. Masuk tanpa di undang dan langsung membuat kekacauan yang parah, apa lagi di depan kliennya. Rumi seperti mempermalukan dirinya di depan klien secara tidak sadar.
"Kakak-"
"Kita akan bicara nanti, diam." Dengan sangat tegas ia mengatakannya.
Dan tepat lift itu terbuka, mereka berdua berjalan dengan Falerin yang memimpin perjalanan itu dengan tenang. Walaupun ia sudah terlalu menahan amarahnya yang sudah akan meledak. Perempuan itu masuk ke ruangan pribadinya, dan seketika di sana Rumi terdiam.
Memasuki ruangan kakaknya untuk pertama kalinya, hal yang paling terkesan adalah kedudukan kakaknya. Apakah setinggi itu? Ia bahkan seperti di terjunkan dari ketinggian saat melihat posisi kakaknya di dalam perusahaan itu. Falerin dengan sengaja merapikan benda yang bertuliskan posisinya sekarang, dan berdiri di sana.
"Katakan apa yang mau kau bicarakan, aku tidak ada waktu,"
"A-aku mau mengatakan sesuatu, soal semalam itu hanyalah salah paham saja, kakak jangan berpikir tentang hal itu. Jadi tolong, hapus semua rumor yang ada di publik dan internet. Aku malu kak, di kampus aku selalu di ejek sebagai simpanan-"
"Bukannya itu kenyataan, mengapa kamu bersedih?" Jawabnya dengan sangat tenang, seraya tersenyum ia membalikan badannya ke arah di mana Rumi berdiri, dan kemudian melanjutkan kalimatnya.
"Kesalahpahaman apa yang sudah ada di depan mata, Rum? Kesalahpahaman apa yang bisa di lihat? Aku melihatnya di depan mata, apakah aku harus menunjukkan rekaman mu yang tengah menikmati cumbuan kakak iparmu?"
"Kakak-"
"Kau bahkan tidak punya hak memanggil ku dengan sebutan itu lagi, aku tahu semuanya. Ibu juga mendukung mu, entah kesalahan besar apa yang sudah aku perbuat sampai aku mendapatkan penghianat ini... " Di sini Falerin menahan tangisannya, ia berusaha tetap kuat di depan adik perempuannya yang sudah tega merebut suaminya.
"Tapi ibu bilang jika kakak tidak bisa memberikan kak Faldo anak, maka aku yang harus hamil-"
Plak!
Tamparan keras itu berakhir mendarat ke arah pipinya, bekas memerah dan bengkak membuatnya terlihat semakin menyedihkan. Air matanya berakhir menetes karena tamparan itu, tapi sebenarnya itu tidak seharusnya terjadi. Seharusnya Falerin yang menangis dan kesakitan di sini, bukan sebaliknya.
"Aku bersabar, setelah hampir 1 tahun aku menahan... Apakah aku masih kurang sabar? Kurang baik? Atau uang yang aku berikan juga kurang? Atau anak?" Falerin tertawa di sini, melihat wajah adiknya yang masih polos di depannya membuatnya muak.
"JADI YANG ISTRINYA FALDO ITU KAMU ATAU AKU?!!"
"Kak... Aku cuma mau bantuin kakak biar cepet punya anak-"
"Membantu? Isi kepala mu itu sebenarnya apa?! Aku membiayai sekolahmu selama bertahun-tahun tapi, apakah ini hasilnya? Ini hasil uang ku? Bodoh! Terus-teruskan saja, aku tidak perduli karena aku sangat tidak perduli. Lagi pula aku sudah punya segalanya, aku akan bercerai jadi teruskanlah dengan niat baikmu itu yang mau memberikan seorang anak, teruskanlah!"
Falerin yang sudah terlalu emosi sudah tidak bisa menahan tangisannya, air matanya sudah menetes sejak tadi karena hatinya yang sudah terlalu kesakitan. Apakah ini hasil dari kerja kerasnya selama ini?
Rumi menangis di sana, dia menatap punggung kakaknya yang gemetaran karena menangis. Ia berusaha menghampiri kakaknya itu dan hendak menggenggam tangan kakaknya, tapi belum sampai sana wanita itu langsung menepis semuanya. Dengan rakyat wajah yang berusaha tetap tenang itu, ia tidak mau emosi seperti orang gila. Karena ia tahu jika orang-orang itu tidak akan pernah perduli.
"Aku tidak mau kak... Aku hanya mau akur dengan kakak, hanya itu. Aku pikir jika aku membantu maka kakak akan senang, tapi... " Ucapannya terputus karena tangisannya yang terlalu tersedu-sedu.
"Tapi aku salah... Aku minta maaf, aku melakukan kesalahan fatal. Tapi aku mohon kakak jangan ceraikan kak Faldo, aku melihat dia semakin gila karena surat yang kakak kirimkan. Jadi jangan ceraikan kak Faldo, aku mohon... Aku mohon sama kakak agar tidak bercerai dengannya,"
"Untuk apa aku menuruti ucapanmu? Apa kamu akan menyakitiku lebih dalam lagi? Atau mau menghancurkan aku?" Rumi menggelengkan kepalanya, dia meringkuk menyentuh kaki kakaknya itu, walaupun ia akan mendapatkan tendangan keras ia tetap ada di sana untuk memohon.
"Enggak... Enggak, aku enggak akan ganggu kalian lagi. Aku akan menikah dengan orang lain, dan aku akan pindah keluar kota untuk menjauh. Aku harap kakak akan bahagia dengan kak Faldo, dan kak Faldo akan hidup sama kakak dengan cinta. Aku tidak akan mengganggu lagi... Aku mohon jangan ceraikan kak Faldo... Jangan kakak... "
Falerin hanya terdiam di sana tanpa menjawab satupun perkataan adiknya itu, ia sudah terlalu sakit. Terlampau sangat sakit, setelah sekian lama ia berhasil berpisah dengan suaminya itu. Tapi apa yang akan terjadi sekarang?
"Aku tidak perduli... Pergilah, atau aku yang akan membuatnya malu di depan semua orang... "