"Sepuluh juta untuk satu bulan," Seorang wanita cantik menyodorkan uang dua gepok didepan seorang wanita lain.
Wanita yang diberi menelan ludah dengan susah payah, melihat dua tumpuk uang yang ada didepan mata.
"Jika kamu bekerja dengan baik, saya akan tambahkan bonus," Kata wanita kaya itu lagi.
"B-bonus," Sasmita sudah membayangkan berapa banyak uang yang akan dia terima, dengan begitu Sasmita bisa memperbaiki ekonomi hidupnya
"Baik, saya bersedia menjadi pelayan suami anda,"
Yang dipikir pekerjaan pelayan sangatlah mudah dengan gaji yang besar, Sasmita yang memang pekerja rumah tangga bisa membayangkan apa saja yang akan dia kerjakan.
Namun siapa sangka pekerjaan yang dia pikir mudah justru membuatnya seperti di ambang kematian, Sasmita harus menghadapi pria yang temperamental dan tidak punya hati atau belas kasihan.
Bagaimana Sasmita akan bertahan setelah menandatangani perjanjian, jika tidak sanggup maka dirinya harus mengembalikan dua kali lipat uang yang sudah dia terima
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketegangan dimeja makan
"Apa yang kamu katakan Riko?" Tanya Mayang dengan tatapan menuntut jawaban.
"Papa? apa yang dimaksud Riko?" Tanya Mayang lagi pada suaminya yang justru memiliki wajah tegang.
"Aku tidak tahu, kau tanya saja sama putramu!" Jawab Tuan Rio dengan ketus.
Sedangkan Briana menelan ludah susah payah, matanya berotasi seolah sedang mencari jawaban untuk mengelak.
"Apa yang kamu bicarakan, aku sedang membahas pelayan itu! bukan yang lain." Ucap Briana yang mimik wajahnya kembali mengejek Riko.
Riko tertawa dalam hati, pantas saja istrinya begitu baik melakukan sandiwara, nyatanya wanita itu memang pantas disebut sebagai artis yang bisa memerankan skenario dengan baik.
Riko bergantian menatap pria yang duduk dengan wajah terlihat tenang, namun siapa yang tahu jika di dalam hatinya begitu risau, antara marah takut, menjadi satu.
"Riko, aku sudah muak dengan tingkah mu, kau pria yang tidak tahu diuntung!" Hardik Briana dengan tatapan berapi-api.
Dia tidak akan mudah ditindas oleh pria cacat seperti Riko, meskipun suami tapi semua hanya di atas kertas saja.
"Benarkah aku pria yang tidak tahu di untung?" Riko menaikkan satu alisnya menatap Briana, "Bukankah orang serakah dan tidak tahu malu seperti kalian yang seharunya tidak tahu di untung!"
Briana mendelik tajam, ucapan Riko membuat dadanya bergemuruh menahan geram. Sedangkan Tuan Rio hanya diam, tidak ingin salah bicara dan membuat semua justru terbongkar.
"Kalian ini ada apa! Riko siapa yang kamu maksud, dan Briana tidak sepantasnya kamu memperlakukan suamimu seperti itu!" Mayang menatap tajam Briana dengan tak suka. Wajahnya menunjukan jika dirinya tak menyukai apa yang Briana lontarkan pada putranya, bukankah selama ini Briana yang menumpang pada keluarganya.
Dada Briana kembang kempis, tatapanya tak mengendur dengan sorot mata tajam.
"Sebelum terlambat, bersikaplah dengan baik jika tidak ingin kalian menjadi gembel di luar sana." Briana tersenyum sinis dan meninggalkan meja makan dengan wajah ponggah.
Tak perlu ada yang ia takutkan, jika semua sudah ada dalam genggaman tangannya.
Drt...Drt...
Ketegangan dimeja makan masih terasa tatapan dingin Riko kini mendominasi, hingga deringan ponsel milik tuan Rio membuat kedua orang menatapnya dengan wajah menyelidik.
"A-aku angkat sebentar," Katanya sambil berlalu dengan ponsel yang masih berdering di tangannya.
Melihat nama yang tertera Tuan Rio menoleh kebelakang, memastikan jika tidak ada yang menguping pembicaraannya.
"Kamu dimana?" tanyanya saat sambungan telepon terhubung.
"Briana jangan macam-macam, tujuan kita belum selesai, sedikit lagi, tapi kamu sudah membuat semua kacau!" Maki Tuan Rio dengan suara menahan marah.
Namun bukanya tenang setelah mendengar jawaban diseberang sana, tuan Rio justru dibuat terkejut dengan apa yang dikatakan wanitanya itu.
Di meja makan terjadi keheningan, namun tak menyurutkan tatapan dingin Riko.
"Riko, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Mayang dengan tatapan sendu.
Riko melirik wanita yang tampak menyedihkan jika di lihat, tapi siapa yang tahu jika wanita itu selama ini hanya ditipu.
"Bukan apa-apa." Jawab Riko singkat dan memilih pergi dengan kursi rodanya.
Mayang memijit kepalanya pusing, bukanya tidak peka, tapi dirinya hanya menyakinkan jika semua yang dia pikirkan tidaklah benar.
"Bagaimana aku bisa seperti ini, jadi aku harus apa." Mayang memejamkan matanya dengan dada yang terasa sesak.
Kelurga adalah segalanya untuknya, sebisa mungkin dia berusaha mempertahankan seperti semestinya.