Diceritakan seorang pemulung bernama Jengkok bersama istrinya bernama Slumbat, dan anak mereka yang masih kecil bernama Gobed. Keluarga itu sudah bertahun-tahun hidup miskin dan menderita, mereka ingin hidup bahagia dengan memiliki uang banyak dan menjadi orang kaya serta seolah-olah dunia ini ingin mereka miliki, dengan apapun caranya yang penting bisa mereka wujudkan.
Yuk simak ceritanya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pencapaian Luar Biasa Dan Renovasi
Seiring berjalannya waktu, warung kecil di teras keluarga Pak Jengkok semakin laris. Setiap hari, pelanggan berdatangan, dan keuntungan terus mengalir dengan stabil. Suasana di warung semakin meriah, dan aroma masakan Bu Slumbat menjadi favorit di desa. Keluarga Pak Jengkok sangat bersyukur dengan keberhasilan ini, dan mereka terus berusaha keras menjaga kualitas makanan dan pelayanan.
Suatu sore, setelah hari yang penuh kesibukan di warung, Jengkok dan Slumbat memutuskan untuk menghitung tabungan mereka. Mereka sudah lama tidak mengecek jumlah tabungan yang terkumpul, dan kali ini, mereka merasa tergerak untuk melakukannya. Jengkok mengeluarkan buku tabungan dan menghitung dengan cermat, sementara Slumbat menunggu dengan penuh harapan di sampingnya.
“Yah, Slumbat, kita sudah menabung cukup lama. Aku rasa kita harus cek berapa totalnya,” kata Jengkok sambil membolak-balik halaman buku tabungan.
Slumbat mengangguk, “Iya, semoga saja tabungan kita sudah mencukupi untuk sesuatu yang bermanfaat.”
Jengkok mulai menghitung dengan penuh konsentrasi. Setiap angka yang dicatatnya membuat hati Slumbat berdebar-debar. Setelah beberapa menit yang tegang, Jengkok akhirnya selesai menghitung dan menatap angka di buku tabungan dengan mata terbuka lebar.
“Slumbat, lihat ini! Tabungan kita hampir 50 juta!” seru Jengkok dengan suara penuh kekaguman.
Slumbat melompat dari kursi dan menghampiri Jengkok dengan mata berbinar. “Benarkah, Jengkok? Ini benar-benar luar biasa!”
Keduanya memeluk satu sama lain dengan penuh kegembiraan. Mereka tidak bisa percaya bahwa usaha mereka yang keras telah membuahkan hasil yang begitu memuaskan. Dengan tabungan yang hampir mencapai 50 juta, mereka akhirnya merasa siap untuk mengambil langkah besar berikutnya.
Setelah merayakan pencapaian mereka dengan beberapa gigitan kue khas warung yang baru mereka buat, mereka mulai membahas rencana besar untuk rumah mereka. Rumah yang sudah lama mereka tempati mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan dan membutuhkan perbaikan. Mereka memutuskan bahwa inilah saat yang tepat untuk merenovasi rumah mereka, serta memperluas teras agar lebih nyaman dan menarik.
“Jadi, bagaimana kalau kita mulai renovasi rumah dan memperluas teras?” tanya Jengkok dengan antusias. “Kita bisa membuat warung lebih besar dan lebih nyaman bagi pelanggan.”
Slumbat mengangguk dengan penuh semangat. “Setuju! Tapi bagaimana kalau kita tutup warung sementara proses renovasi berlangsung? Kita butuh waktu untuk membuat semuanya berjalan dengan baik.”
Jengkok mengangguk. “Baiklah, kita tutup warung sementara, dan kita beri tahu pelanggan kita tentang rencana ini. Kita bisa menggunakan waktu ini untuk merapikan rumah dan menyiapkan teras baru.”
Mereka segera mulai membuat rencana renovasi, dan dalam beberapa hari ke depan, mereka mengumumkan kepada pelanggan bahwa warung akan ditutup untuk renovasi. Berita ini menyebar dengan cepat, dan banyak pelanggan merasa penasaran dan tidak sabar menunggu warung mereka kembali beroperasi.
Selama proses renovasi, keluarga Pak Jengkok terlibat dalam setiap tahap. Jengkok dan Slumbat bekerja keras bersama para pekerja bangunan, mulai dari merobohkan bagian-bagian rumah yang rusak hingga membangun teras yang baru dan lebih luas. Gobed, yang merasa sangat terlibat, membantu dengan semangat, mulai dari membersihkan puing-puing hingga membantu memilih warna cat untuk dinding.
Namun, renovasi ini juga membawa banyak momen lucu dan tak terduga. Suatu hari, ketika para pekerja sedang menggali tanah untuk memperluas teras, Jengkok secara tidak sengaja menendang sebuah batu besar. Ternyata, di bawah batu tersebut terdapat sebuah kotak tua yang sudah lama terkubur.
“Kita menemukan harta karun!” seru Jengkok sambil tertawa dan membuka kotak tersebut. Ternyata, di dalam kotak itu terdapat beberapa barang antik yang telah lama hilang dan beberapa barang yang cukup berharga.
“Yah, tampaknya kami tidak hanya mendapatkan uang, tetapi juga ‘harta karun’ dari renovasi ini!” ujar Jengkok dengan senyum lebar.
Slumbat ikut tertawa. “Wah, jadi kita sudah mendapatkan bonus tak terduga!”
Di hari lainnya, ketika para pekerja sedang mengecat dinding teras, Gobed yang tidak sabar mencoba membantu dengan membawa kuas cat. Tanpa sengaja, dia menyapukan cat di wajahnya sendiri dan membuat semua orang di sekitar tertawa terbahak-bahak.
“Wah, Gobed! Kamu jadi karakter cat baru!” ujar Jengkok dengan canda.
Akhirnya, setelah beberapa minggu yang penuh kerja keras dan tawa, renovasi rumah dan perluasan teras selesai. Warung mereka kembali dibuka dengan desain baru yang menarik dan nyaman. Pelanggan yang sudah lama menunggu dengan penuh kesabaran akhirnya bisa menikmati makanan lezat di tempat yang baru.
Pada hari pembukaan kembali, warung Pak Jengkok dipenuhi dengan pelanggan setia dan tetangga yang datang untuk merayakan renovasi. Suasana di warung semakin meriah dengan dekorasi baru dan menu yang lebih beragam. Keluarga Pak Jengkok merasa sangat bangga melihat betapa senangnya pelanggan mereka dan merasakan hasil dari usaha mereka.
“Terima kasih kepada semua pelanggan kami yang setia!” seru Jengkok saat membuka kembali warung. “Kami sangat senang bisa melayani kalian di tempat yang lebih baik dan lebih nyaman.”
Slumbat menyambut setiap pelanggan dengan senyuman tulus. “Selamat datang kembali, dan semoga kalian menikmati makanan kami!”
Malam itu, mereka merayakan pembukaan kembali dengan makan malam bersama dan berbagi cerita lucu tentang proses renovasi. Meskipun ada banyak tantangan dan kejadian tak terduga, mereka merasa sangat bersyukur atas semua yang telah mereka capai.
Keluarga Pak Jengkok dan Slumbat menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh rasa syukur dan kebahagiaan. Mereka tahu bahwa dengan dukungan satu sama lain dan semangat yang tidak pernah padam, mereka bisa mengatasi segala tantangan dan meraih kesuksesan yang lebih besar di masa depan.
etelah renovasi selesai, rumah keluarga Pak Jengkok benar-benar berubah drastis. Rumah yang dulunya hampir roboh, dengan lantai tanah dan atap bocor, kini telah berdiri megah dengan lantai keramik mengkilap dan atap yang dilengkapi plafon putih bersih. Teras yang dulu hanya beralaskan semen kasar, kini menjadi teras yang luas, dihiasi tiang-tiang kokoh dan kursi-kursi nyaman bagi para pelanggan warung.
Pada sore hari, keluarga Pak Jengkok berkumpul di teras baru mereka. Slumbat, Jengkok, dan Gobed duduk di kursi teras sambil memandangi rumah baru mereka yang kini tampak seperti rumah layak huni yang mereka impikan selama ini. Udara sore yang sejuk menerpa wajah mereka, membawa aroma segar dari kebun kecil di samping rumah.
Slumbat memandangi lantai keramik yang begitu bersih, lalu menyentuhnya dengan tangan gemetaran. “Aku tidak percaya, Jengkok,” katanya dengan suara bergetar. “Dulu kita tidur di lantai tanah, tanpa alas, dan kedinginan di malam hari. Sekarang... sekarang kita punya lantai keramik.”
Jengkok, yang biasanya selalu ceria dan suka bercanda, kali ini terdiam sejenak. Matanya berkaca-kaca saat mengingat masa-masa sulit yang pernah mereka lalui. Ia menghela napas panjang dan menyeka sudut matanya yang basah. “Iya, Slumbat. Aku ingat dulu, kita sering tidur di sudut ruangan yang bocor. Setiap kali hujan, kita harus pindah-pindah tempat untuk menghindari air yang menetes dari atap. Sekarang, atap kita sudah punya plafon, dan kita tidak perlu lagi khawatir kebocoran.”
Gobed yang duduk di samping mereka, melihat wajah kedua orang tuanya dengan penuh kebingungan. Dia masih terlalu muda untuk memahami sepenuhnya kesulitan yang pernah mereka hadapi, namun dia merasakan betapa beratnya masa lalu yang dibicarakan oleh ayah dan ibunya. “Dulu kita susah sekali ya, Pak, Bu?” tanya Gobed dengan polos.
Slumbat memeluk Gobed erat-erat. Air mata mulai mengalir di pipinya saat ia mengingat masa-masa ketika mereka harus berjuang hanya untuk makan sehari-hari. “Iya, Nak. Dulu kita bahkan tidak punya cukup uang untuk makan dengan layak. Ibumu dan ayahmu harus bekerja keras sebagai pemulung. Setiap hari kita mencari barang bekas di jalanan, berharap bisa menemukan sesuatu yang bisa dijual untuk mendapatkan uang. Tapi sekarang... sekarang lihatlah kita, Gobed. Kita sudah punya rumah yang lebih baik, warung kita laris, dan kita tidak perlu lagi memulung.”
Jengkok mengangguk sambil menundukkan kepalanya, air mata perlahan menetes dari matanya. “Aku ingat saat Gobed masih bayi, aku dan Slumbat bergantian membawa keranjang pemulung sambil menggendong Gobed. Kita sering kelelahan, tapi kita tidak pernah menyerah. Aku janji pada diriku sendiri, suatu hari nanti, aku akan memberikan yang terbaik untuk keluargaku. Dan sekarang, kita bisa melihat hasil dari kerja keras kita.”
Suasana sore itu dipenuhi dengan keharuan. Mereka duduk diam, merenungi perjalanan panjang yang telah mereka lalui. Teringat akan masa-masa ketika setiap sen sangat berarti, ketika mereka harus menahan lapar, dan ketika mereka tidak tahu apakah esok hari akan ada makanan di meja. Namun, sekarang semua telah berubah. Rumah mereka telah menjadi simbol dari kerja keras dan doa yang terkabul.
“Aku tidak pernah menyangka kita akan sampai di titik ini,” kata Slumbat dengan suara serak. “Dulu aku sering bermimpi tentang punya rumah yang layak. Tapi aku tidak pernah benar-benar yakin itu akan terjadi. Sekarang, mimpi itu menjadi kenyataan.”
Jengkok menatap istrinya dengan penuh cinta dan kebanggaan. “Ini semua berkat keteguhanmu, Slumbat. Kamu selalu mendukung aku, meskipun hidup kita sulit. Kita berdua tidak pernah menyerah, dan sekarang kita bisa menikmati hasilnya bersama-sama.”
Malam semakin larut, dan keluarga kecil itu masih duduk di teras, memandangi langit malam yang dipenuhi bintang-bintang. Gobed, yang belum sepenuhnya mengerti, memandang kedua orang tuanya yang menangis sambil tersenyum. Meski dia belum sepenuhnya menyadari arti dari perjuangan mereka, dia merasakan kehangatan dan cinta yang begitu kuat di tengah-tengah mereka.
Kemudian, dengan suara lembut, Gobed berkata, “Bu, Pak, aku bangga punya kalian sebagai orang tua. Kalian hebat!”
Jengkok dan Slumbat tertawa kecil di tengah-tengah tangis mereka. Mereka memeluk Gobed erat-erat, seolah tidak ingin melepaskannya. Di tengah-tengah momen haru itu, tawa kecil Gobed menjadi penyegar yang membuat suasana menjadi lebih hangat.
“Aduh, Gobed... kamu memang anak yang spesial,” ujar Slumbat sambil tersenyum lebar. “Semoga kamu tumbuh menjadi anak yang lebih baik dan bisa menjaga apa yang sudah kita capai.”
“Amin,” kata Jengkok pelan, masih dengan mata yang sedikit basah. “Kita akan terus berjuang, Nak, agar hidup kita semakin baik lagi.”
Malam itu mereka akhirnya masuk ke dalam rumah baru mereka yang nyaman. Saat melangkah di atas lantai keramik yang dingin, mereka semua tersenyum, merasa bersyukur atas segala yang mereka miliki. Tidak ada lagi rasa takut akan kebocoran atap saat hujan, tidak ada lagi lantai tanah yang keras untuk tidur. Mereka telah melewati masa-masa sulit, dan kini mereka berdiri lebih kuat dari sebelumnya.
Di kamar mereka, sebelum tidur, Jengkok dan Slumbat saling bertukar pandang. Tanpa perlu berkata banyak, mereka tahu apa yang ada di dalam hati masing-masing. Keduanya merasa bahwa segala penderitaan yang mereka lalui telah terbayar. Malam itu, mereka tidur dengan perasaan lega dan bahagia, sementara suara angin malam yang sejuk mengiringi tidur mereka di rumah baru yang hangat dan aman.
Hari-hari berikutnya, kehidupan keluarga Pak Jengkok semakin membaik. Mereka terus menjalankan warung dengan semangat, melayani pelanggan dengan senyum yang tulus, dan menikmati kehidupan yang penuh dengan harapan dan mimpi-mimpi baru yang lebih besar.