Kesalahan di masa lalu membuat Maudy memiliki seorang anak.
Seiring bertambah usia, Jeri merindukan sosok seorang ayah.
"Apa kamu mau menikah denganku?" tanya Maudy pada pria itu.
"Aku tidak mau!" tolaknya tegas.
"Kamu tahu, Jeri sangat menyukaimu!" jelas Maudy. Semua demi kebaikan dan kebahagiaan putranya, apapun akan dilakukannya.
"Aku tahu itu. Tapi, aku tidak suka mamanya!"
Akankah Maudy berhasil memberikan papa untuk Jeri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hai_Ayyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 - Makan Siang Bersama
"Opa!" ucap Jeri begitu masuk ke ruangan. Ia merentangkan tangan dan langsung melayang.
Opa menangkap dan menggendong cucu kesayangannya.
"Jeri haus?" tanya opa seraya mengelus kepalanya.
Jeri menggeleng. "Tidak, opa. Tadi Jeri sudah minum sama oma."
"Jeri mau ketemu sama papanya." bisik oma memberitahu opa.
"Opa jangan kasih tahu mama." Jeri ikut berbicara dengan berbisik. Rencana mereka tidak boleh ketahuan mama Maudy.
"Jeri mau ketemu papa?" tanya opa menatap wajah cucunya yang berbinar.
Kepala bocah polos itu mengangguk.
"Kita ajak papanya Jeri makan siang bersama ya."
"Yee!" Jeri bersorak gembira dan lalu menutup mulutnya. Ia lupa nanti mama Maudy bisa mendengar.
Opa dan oma tersenyum melihat wajah lucu dan menggemaskan itu.
Tak lama di depan ruangan direktur, Roni mengatur nafas terlebih dahulu barulah ia mengetuk pintu. Tadi ia diminta ke ruangan itu.
Tidak tahu mau apa ia dipanggil. Apa dia bermasalah dengan pekerjaan.
Suara dari dalam menyuruhnya masuk. Dan begitu masuk,
"Papa!"
Roni tersentak karena seorang bocah kecil datang dan memeluk kakinya.
"Papa, Jeri kangen!" ucap Jeri lalu merentangkan tangan, ingin digendong pria itu.
Roni melihat kedua orang tua yang melihat dirinya sambil tersenyum.
"Maaf, saya memanggil kamu kemari karena Jeri ingin bertemu kamu." jelas opa kemudian. Tujuannya memang begitu.
"Karena sebentar lagi jam makan siang, mari kita makan siang bersama." ajak oma ikut nimbrung.
"Sa-saya-" Roni bingung dan gugup, mendadak akan makan bersama atasannya.
"Kamu tidak perlu segan begitu!" opa Agus menepuk pelan bahu calon menantunya itu.
"Jeri, ayo gendong sama opa saja!"
"Jeri mau digendong papa, opa!" anak kecil itu menolak digendong opanya, karena ingin bersama papanya.
"Baiklah. Roni, ayo!"
Roni menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia jadi bingung, malah diajak makan bersama. Pria itu pun melihat ke arah Jeri.
Bocah kecil itu melihat dirinya dengan wajah polos dan mengangkat tangan. Meminta untuk segera digendong.
Roni pun menggendongnya dan bocah itu langsung tersenyum lebar.
Pria itu jadi ikut tersenyum, ia tidak tega dengan Jeri. Bocah itu begitu polos dan tampak merindukan sosok seorang ayah. Padahal ia bukan ayahnya.
Tapi menggendong Jeri seperti itu membuatnya jadi merasakan memiliki anak. Jika di pernikahannya ia memiliki anak, usia anaknya pasti sudah di atas Jeri. Mungkin juga sudah masuk SD.
"Papa, nanti Jeri mau makan ayam bakar, terus udang goreng, sama ayam kriuk." ucapnya yang membuyarkan lamunan Roni.
"Memangnya Jeri bisa habis memakan itu?" tanya Roni. Anak kecil itu mau makan begitu banyak.
"Habis dong, pa. Jerikan harus makan banyak biar cepat besar dan jadi pilot."
"Jeri mau jadi pilot?"
"Iya, papa. Jeri mau jadi pilot biar bisa membawa mama sama papa keliling dunia!" jelas anak laki-laki itu akan cita-citanya.
Roni tersenyum dan mengelus kepala Jeri.
Sementara kedua paruh baya itu melihat interaksi mereka. Seperti ayah dan anak pada umumnya.
"Pa, mama setuju Maudy dengan Roni. Ia bisa menyayangi Jeri." bisik oma Novia.
Melihat perilaku Roni pada cucunya yang begitu hangat, membuatnya memberikan restu.
"Mama sabar. Kita tunggu saja kapan mereka akan mengatakan pada kita."
Tak lama, mereka kita berada di sebuah restauran. Mengambil private room dan di ruangan itu hanya ada mereka ber 4. Opa, oma, Jeri dan Roni.
Tidak ada Maudy di sana, sengaja memang tidak diberitahu.
"Pak." ucap Roni. Ia harus menjelaskan sesuatu.
"Ada apa, Ron?" tanya opa Agus. Calon menantunya seperti ingin bicara sesuatu.
"Ma-maaf sebelumnya. Ada yang harus saya pertegas kepada bapak dan ibu."
Kedua paruh baya itu melihat ke arahnya dengan wajah serius.
"Saya tidak punya hubungan apapun dengan nona Maudy. Saya hanya karyawan, pak, bu."
Opa dan oma mengangguk. Sepertinya pria itu minder. Padahal mereka tidak mempedulikan akan status.
"Kami bukan orang tua yang seperti itu, Ron." ucap opa Agus.
"Benar, jika kalian saling menyukai kami akan mendukung dan merestui. Yang penting kamu bisa menerima Maudy beserta Jeri." sambung oma Novia. Ia menunjukkan dukungannya.
Tak peduli akan status sosial. Yang penting kebahagiaan putri dan cucunya.
Roni menggelengkan kepala, bukan begitu maksud perkataannya. Kedua paruh baya itu jadi salah paham.
"Saya tidak-"
"Sudah, ayo kita makan!" ajak opa Agus saat pesanan makanan mereka tiba. Ia tidak mau calon menantunya mengatakan hal lain yang berhubungan dengan kesenjangan sosial.
Mereka sudah merestui keduanya. Jadi yang lain tidak perlu dipedulikan.
"Papa, Jeri mau ayam bakar!" ucap Jeri menunjuk piring saji.
Roni yang tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan pun mengambil piring berisi ayam bakar dan memberikan pada Jeri.
"Terima kasih, papa." ucap Jeri tersenyum lebar.
Roni pun mengangguk. Jeri selalu memanggilnya papa, padahal ia sudah mengatakan dirinya om.
"Pa, mama ke toilet dulu ya." pamitnya sambil berbisik. Ia tidak mau mengganggu kebersamaan Jeri dan calon papa barunya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Maudy telah selesai melahap makanannya. Ia makan siang di restauran yang tidak jauh dari kantor.
Kini Maudy akan menelepon mamanya. Ia akan menanyakan putranya sudah makan atau belum.
Mendengar nada suara deringan ponsel seperti nada mamanya, Maudy pun melihat sekitar. Dan ia melihat mamanya berada di restauran itu juga.
"Mama di mana?" tanya Maudy seraya bangkit. Ponsel masih menempel di telinga.
"Ma-mama lagi di rumah." jawab oma Novia dengan gugup. Putrinya mendadak menelepon.
Karena mamanya berbohong, Maudy pun memilih menghampiri saja.
"Mama, ngapain di sini?" tanya Maudy sudah berada di hadapan wanita paruh baya itu.
Oma Novia kaget dan merutuki kenapa malah bertemu putrinya dan ingat juga sekarang Jeri sedang makan siang dengan calon papanya. Bisa ketahuan mereka.
"Ma-mama lagi makan siang bersama papa." jawab oma Novia. Ia memang sedang makan siang dengan suaminya. Tapi tidak bilang jika makan siang bersama seseorang.
"Jeri mana, ma?" tanya Maudy. Tidak mungkin mamanya meninggalkan Jeri sendiri di rumah. Pasti dibawa ke mana-mana.
"Sa-sama papa."
"Aku mau bertemu putraku!" kata Maudy. Walau tadi tidak memperbolehkan putranya datang, tapi karena Jeri ada di sini. Ia jadi ingin bertemu anak yang selalu dirindukannya.
Maudy selalu merindukan putranya. Setelah mengantar Jeri ke sekolah, ia merasa terpisah. Walau terpisah sebentar dan saat sore akan berjumpa lagi, tapi ia selalu merindukan anak semata wayangnya itu.
"Tidak usah! Kamu lanjut kerja sana! Jeri aman sama papa dan mama!" oma Novia berusaha agar Maudy tidak menemui cucunya. Bisa-bisa nanti bertemu dengan Roni.
Maudy nanti bisa marah jika mereka mencuri start untuk mendekatkan pria itu dengan Jeri.
"Ma, aku mau melihat Jeri!"
"Tidak usah! Kami juga sebentar lagi mau pulang!"
"Sebentar saja, mama!"
Maudy bersikeras untuk bertemu putranya sebentar dan mama tidak bisa menahannya.
"Kenapa kalian makan siang tidak mengajakku sih?" tanya Maudy memanyunkan bibirnya.
Papa dan mamanya makan enak cuma bersama Jeri tanpa mengajaknya. Padahal ia kan ingin ditraktir juga.
"Jeri... anak ganteng mama!" ucap Maudy begitu masuk ke ruangan dan melihat sang anak.
Pandangan Maudy terkejut melihat seseorang di sebelah Jeri.
"Kamu kenapa di sini?"
.
.
.