Riana, seorang pecinta drama, terkejut saat terbangun di tubuh Zahra, karakter utama dalam drama favoritnya yang terbunuh oleh suami dan selingkuhannya. Dengan pengetahuan tentang alur cerita, Riana bertekad mengubah nasib tragis Zahra.
Namun, Hal yang dia tidak ketahui bahwa setelah dia terlempar ke Tubuh Zahra alur cerita yang dramatis berubah menjadi menegangkan. Ini lebih dari perselingkuhan, Ini adalah petualangan besar untuk menyelamatkan dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putu Diah Anggreni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Markas Penjaga Realitas berguncang hebat. Alarm berbunyi di mana-mana, menandakan bahaya level tertinggi. Devourer of Realities telah tiba di ambang dimensi mereka.
Pengawas dengan cepat mengaktifkan layar holografik besar, menampilkan pemandangan yang mengerikan. Devourer terlihat sebagai entitas kolosal yang tak berbentuk, dengan mulut-mulut raksasa yang terus-menerus melahap bagian-bagian realitas.
"Ini dia," ujar Pengawas, suaranya tegang. "Moment yang menentukan nasib seluruh multiverse."
Riana menggenggam erat Prisma Inflasi yang bersinar terang. Dia bisa merasakan kekuatan tak terbatas mengalir melaluinya, namun juga beban tanggung jawab yang luar biasa berat.
"Apa rencananya?" tanya Reyhan, matanya tak lepas dari pemandangan mengerikan di layar.
Pengawas menghela napas. "Kita harus menghadapi Devourer langsung. Dengan kekuatan Prisma Inflasi, kita mungkin punya kesempatan untuk mengalahkannya, atau setidaknya menyegelnya kembali."
"Tapi bagaimana cara kita mendekatinya?" tanya Kayla. "Dia berada di luar dimensi kita."
Adrian, yang kini telah pulih sepenuhnya setelah pengalaman di Void, melangkah maju. "Aku punya ide. Kita bisa menggunakan teknologi portal antar-dimensi yang kukembangkan dulu, dikombinasikan dengan kekuatan Prisma untuk membuka jalan menuju Devourer."
Riana mengangguk setuju. "Itu bisa berhasil. Tapi kita harus bertindak cepat."
Tim bergegas mempersiapkan diri. Mereka mengenakan armor khusus yang dirancang untuk bertahan di kondisi ekstra-dimensional. Reyhan dan Adrian bekerja sama menyiapkan portal, sementara Kayla membantu Riana memfokuskan energi Prisma.
Pengawas memberikan briefing terakhir. "Ingat, Devourer bukanlah entitas yang bisa dikalahkan dalam artian normal. Tujuan kita adalah menyegelnya kembali ke Void primordial, tempat asalnya."
Tim mengangguk paham. Dengan tarikan napas dalam, mereka melangkah ke depan portal.
"Untuk multiverse," ujar Riana, mengangkat Prisma tinggi-tinggi.
Portal terbuka, menampakkan pemandangan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata - ruang di antara dimensi, tempat hukum fisika tidak berlaku dan realitas sendiri tampak rapuh.
Di tengah kekacauan itu, Devourer of Realities mengambang, sosoknya lebih mengerikan dari yang bisa mereka bayangkan. Mulut-mulut raksasanya terus melahap bagian-bagian realitas, sementara tentakel-tentakel energinya menjulur ke berbagai arah, mencari dimensi baru untuk dimakan.
"Dia... dia terlalu besar," bisik Kayla, suaranya bergetar.
"Ukuran tidak berarti apa-apa di sini," Adrian mengingatkan. "Fokus pada energinya."
Riana mengangkat Prisma, memancarkan sinar terang yang menarik perhatian Devourer. Entitas itu berhenti sejenak, seolah terkejut ada yang berani mendekatinya.
"MAKHLUK-MAKHLUK KECIL," suara Devourer bergema, lebih seperti getaran realitas daripada suara yang sebenarnya. "KALIAN MEMBAWA MAINAN MENARIK."
"Ini bukan mainan," Riana berteriak lantang. "Ini adalah kunci untuk menghentikanmu!"
Devourer tertawa, suaranya mengguncang fondasi realitas itu sendiri. "MENGHENTIKANKU? AKU ADALAH KETIDAKBERAKHIRAN. AKU ADALAH AKHIR DARI SEGALA EKSISTENSI."
Dengan itu, Devourer menyerang. Tentakel-tentakel energinya melesat ke arah tim, siap untuk melahap mereka.
Riana dengan cepat menciptakan perisai menggunakan kekuatan Prisma. Tentakel-tentakel itu membentur perisai, menciptakan gelombang energi yang dahsyat.
"Kita harus menyerangnya balik!" teriak Reyhan.
Adrian mengangguk. Dia dan Reyhan mulai menembakkan sinar-sinar energi dari perangkat yang mereka bawa, membidik mulut-mulut Devourer yang terbuka.
Kayla, menggunakan kemampuan empatiknya yang telah diperkuat oleh Prisma, mencoba untuk menembus 'pikiran' Devourer. "Aku... aku bisa merasakannya. Ada... kesedihan yang tak terbatas. Kelaparan yang tak pernah bisa dipuaskan."
"Gunakan itu!" instruksi Riana. "Coba buat dia mengerti!"
Sementara itu, pertarungan semakin sengit. Devourer terus menyerang, sementara tim berusaha bertahan sambil mencari celah untuk menyerang balik.
Riana menggunakan kekuatan Prisma untuk memanipulasi realitas di sekitar mereka, menciptakan 'pulau-pulau' stabilitas di tengah kekacauan. Tim menggunakan ini sebagai pijakan untuk menghindari serangan Devourer.
"Kita tidak bisa terus begini," ujar Adrian di sela-sela pertarungan. "Kita harus menemukanmtitik lemahnya!"
Tepat saat itu, Kayla berteriak, "Aku menemukannya! Pusat kesadarannya... ada di tengah, di antara mulut-mulut itu!"
Riana mengangguk. "Baik, ini kesempatan kita. Aku akan membuka jalan, kalian serang pusat kesadarannya!"
Dengan konsentrasi penuh, Riana menggunakan Prisma untuk 'membelah' tubuh Devourer, menciptakan celah menuju pusatnya. Reyhan dan Adrian segera melesatkan sinar energi mereka yang paling kuat ke arah itu.
Devourer meraung kesakitan, getarannya mengguncang seluruh struktur realitas.
"KALIAN... KALIAN TIDAK MENGERTI," Devourer berteriak. "AKU ADALAH KESEIMBANGAN. TANPA AKU, REALITAS AKAN TENGGELAM DALAM KEKACAUAN PENCIPTAAN TAK TERKENDALI."
Kayla, yang masih terhubung dengan 'pikiran' Devourer, tiba-tiba mendapat pencerahan. "Dia benar! Devourer... dia adalah bagian dari siklus kosmik. Dia bukan musuh, tapi... semacam sistem imun multiverse."
Riana tertegun. Dia menatap Prisma di tangannya, kemudian ke arah Devourer yang masih mengamuk. Sebuah ide gila muncul di benaknya.
"Aku tahu apa yang harus kita lakukan," ujar Riana. "Tapi ini akan sangat beresiko."
Tanpa menunggu persetujuan yang lain, Riana melesat ke arah pusat kesadaran Devourer, Prisma terangkat tinggi-tinggi.
"Riana!" teriak yang lain panik.
Tepat sebelum mencapai pusat Devourer, Riana berseru, "Devourer! Kami mengerti sekarang. Terimalah ini sebagai tanda perjanjian baru!"
Dengan itu, Riana menghujamkan Prisma Inflasi ke pusat kesadaran Devourer.
Ledakan energi yang luar biasa terjadi. Cahaya membutakan memenuhi seluruh area pertempuran. Tim terlempar mundur, hampir terhisap kembali ke portal mereka.
Ketika cahaya mereda, mereka melihat pemandangan yang mengejutkan. Devourer masih ada, tapi bentuknya telah berubah. Kini ia tampak lebih... terstruktur. Mulut-mulut rakusnya telah berganti menjadi semacam 'filter' yang kompleks.
Riana melayang di depan Devourer yang telah berubah, Prisma Inflasi masih bersinar terang di tangannya.
"AKU... AKU MENGERTI SEKARANG," suara Devourer terdengar, kini lebih tenang dan terkendali. "KESEIMBANGAN... BUKAN PENGHANCURAN."
Riana tersenyum lelah. "Ya. Kau adalah bagian penting dari multiverse. Bukan untuk menghancurkan, tapi untuk membersihkan dan memperbarui."
Tim berkumpul di sekitar Riana, takjub dengan apa yang baru saja terjadi.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Reyhan.
"Aku menggunakan Prisma untuk merestrukturisasi esensi Devourer," jawab Riana. "Mengubahnya dari pemusnah menjadi pemurni."
Adrian mengangguk paham. "Brilian. Dengan ini, siklus kosmik bisa berlanjut tanpa ancaman pemusnahan total."
Devourer, atau lebih tepatnya entitas yang dulunya adalah Devourer, mulai bergerak menjauh. "AKU AKAN MELANJUTKAN TUGASKU. TAPI KINI DENGAN PEMAHAMAN BARU. TERIMA KASIH, PENJAGA REALITAS."
Dengan itu, entitas itu menghilang ke kedalaman multiverse, meninggalkan tim dalam keheningan takjub.
"Kita... kita berhasil?" tanya Kayla, masih tidak percaya.
Riana mengangguk, kelelahan terlihat jelas di wajahnya. "Ya, kita berhasil. Multiverse aman... setidaknya untuk saat ini."
Mereka melangkah kembali melalui portal, kembali ke markas di mana Pengawas menunggu dengan wajah penuh kekhawatiran yang berubah menjadi kelegaan luar biasa saat melihat mereka.
"Kalian berhasil," ujar Pengawas, suaranya penuh emosi. "Kalian telah menyelamatkan seluruh eksistensi."
Tim Penjaga Realitas saling berpandangan, senyum lelah tapi puas terkembang di wajah mereka. Mereka tahu bahwa ini bukanlah akhir, tapi awal dari era baru dalam penjagaan multiverse.
Riana memandang Prisma Inflasi yang masih bersinar di tangannya. Dia tahu bahwa dengan kekuatan ini, akan ada tantangan-tantangan baru yang menanti. Tapi untuk saat ini, mereka telah berhasil menyelamatkan realitas itu sendiri.
Dan itu, bagi mereka, adalah pencapaian yang layak untuk dirayakan.