Setelah 3 tahun bercerai dengan Dimas Anggara. Anna Adiwangsa harus kembali ke kota yang menorehkan banyak luka. Anna dan Dimas bercerai karena sebuah kesalah pahaman. Tanpa di sadari, ke duanya bercerai saat Anna tengah hamil. Anna pergi meninggalkan kota tempat tinggalnya dan bertekad membesarkan anaknya dan Dimas sendirian tanpa ingin memberitahukan Dimas tentang kehamilannya.
Mereka kembali di pertemukan oleh takdir. Anna di pindah tugaskan ke perusahaan pusat untuk menjadi sekertaris sang Presdir yang ternyata adalah Dimas Anggara.
Dimas juga tak menyangka jika pilihannya untuk menggantikan sang ayah menduduki kursi Presdir merupakan kebetulan yang membuatnya bisa bertemu kembali dengan sang mantan istrinya yang sampai saat ini masih menempati seluruh ruang di hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Aku kembali ke ruangan mas Dimas dengan menggendong Yessa yang sedang tidur.
Dan melihat mas Dimas sedang menyantap rujak mangga muda.
Setelah menidurkan Yessa di kamar, aku kembali keluar. Dewi aku suruh menunggui Yessa di dalam kamar.
"Mas! Sudah pulang si Leo?" tanyaku, lalu duduk di pangkuan mas Dimas, ikut menyantap rujak mangga muda itu.
"Sudah! Leo mengirimkan videonya ke ponselku, apa kau sudah melihatnya?"
Aku menggelengkan kepalaku, aku tadi mengajak Yessa ke kantin karena Yessa ingin makan ayam goreng krispi.
Aku langsung mengambil ponsel mas Dimas dari dalam saku blazer dan membuka pesan video yang dikirimkan Leo.
Kami menonton bersama perjuangan Leo untuk mengambilkan mangga permintaan Dimas. Aku tertawa terpingkal-pingkal sampai sakit perut karena melihat Leo yang seperti kesulitan memanjat pohon.
Diakhir video aku semakin kuat tertawa karena melihat Leo terjatuh.
"Aduuuuh! Pantatku! Sakiiit."
"Mas! Mas nggak papa? Sakit tidak?"
"Matamu buta! Aku terjatuh dari ketinggian ,2 meter, jelas saja sakit!"
Terlihat Leo mengumpat seseorang yang mendatanginya dengan ponsel miliknya. Lalu video berakhir.
"Hahahaha, ya Allah, sakit perutku! Mas kasihan Leo mas, dia sampai terjatuh. Sebaiknya mas Dimas datangi ruangannya!" kataku.
"Tidak perlu!" tiba-tiba suara bariton, milik Leo mengagetkanku dan mas Dimas. Aku langsung turun dari pangkuan mas Dimas.
Aku dan mas Dimas langsung panik ketika melihat Leo sudah berdiri di depan kami. Entah kapan dia masuk, karena saking seriusnya menonton video, kami sampai tidak sadar jika Leo masuk.
"Sejak kapan kamu masuk Le?" tanya mas Dimas dengan nada panik.
"Sejak nyonya dan tuan tertawa terbahak-bahak melihat perjuanganku menaiki pohon mangga itu." jawabnya ketus.
Aku meneguk ludahku susah payah, aura yang Leo tampakkan sangat mengerikan.
Seperti tertangkap basah sedang berbuat mesum, aku dan mas Dimas menunduk takut karena tatapan tajam Leo.
Aku sangat kesal dengan mas Dimas, karena hanya menunduk menghindari tatapan Leo.
Kuberanikan diri untuk mengangkat wajahku. "Le, atas nama mas Dimas aku minta maaf! Apa ada luka yang serius?" tanyaku tulus.
"Tidak! Kalau kaki saya patah, tidak mungkin saya bisa berjalan!" jawabnya ketus.
Ck! Benar-benar menyebalkan sekali pria satu ini. Aku dibuat emosi mendengar jawabannya.
"Hmm! Baiklah! Ada keperluan apa kau datang kesini?" tanyaku. Dengan nada tak kalah ketus. Memang dia saja yang bisa melakukannya.
"Saya ingin memberikan beberapa CV, dari kandidat sekertaris tuan Dimas yang sudah Saya seleksi."
"Baiklah, berikan padaku? Nanti aku akan menyerahkannya pada pihak HRD untuk memanggil kandidat yang terpilih."
Leo meletakkan map diatas meja mas Dimas, lalu menunduk sopan lalu keluar dari ruangan.
Setelah kepergian Leo, aku menatap tajam mas Dimas, yang sejak tadi hanya diam.
"Sa-sa-yang! Ada apa menatapku seperti itu?"
"Mas! Kamu itu Presdir, kamu pemimpin perusahaan besar ini. Bagaimana orang bisa menghargai dan menghormati mu, jika kamu selalu takut dengan asistenmu sendiri." kataku kesal. Aku meremas kepalaku karena mas Dimas sama sekali tidak ada wibawa nya di hadapan Leo.
"Bukannya aku tidak berani, tapi aku,,,, takut hehehe!"
"Astagaaa! Kamu mau semua orang bersikap seperti itu padamu, kalau kamu begitu, mereka tidak akan bisa menghormatimu sebagai Presdir. Mulai sekarang, jika Leo menatapmu tajam, jangan pernah tundukkan kepalamu, balas tatapan tajam nya. Mengerti!"
"Mengerti sayang!"
"Awas saja kalau sampai masih takut dengan Leo, aku tidak akan berhenti menjadi sekertarismu." kataku dengan kekesalan maksimal.
"Iya sayang! Mulai sekarang aku akan membalas tatapan tajam Leo, bila tatapannya setajam silet, maka tatapanku akan setajam lidahnya ibu mertua!" ucapnya dengan gaya sok berani, bertolak pinggang dan kepala mendongak juga mata yang mendelik.
Malah seperti orang kesurupan kamu mas! Batinku.
"Hmm! Kamu itu bos nya. Kenapa asistenmu yang lebih galak dari bosnya. Aneh."
"Iya! Kamu benar sayang! Aku itu bos nya Leo, dasar Leo itu. Bisa-bisa nya membuatku terintimidasi terus, sebenarnya aku juga kesal. Awas saja kau Leo, mulai sekarang aku akan berubah menjadi galak, segalak ibu mertua di sinetron indosiram!"
"Memangnya dia saja yang bisa galak. Aku juga bisa!" lanjutnya.
Aku menggelengkan kepalaku melihat tingkah mas Dimas. Mengambil CV yang Leo berikan, lalu keluar menuju meja ku.
Menyeleksi 3 kandidat yang sudah Leo berikan. Aku membaca satu persatu CV itu. Untuk menemukan calon sekertaris berkompeten yang bisa membantu suamiku. Semua CV yang Leo berikan merupakan milik pria. Karena aku mengkhususkan agar Leo mencari sekertaris pria.
Setelah mendapatkan satu orang, aku langsung mengantarkannya ke bagian HRD, untuk memanggil kandidat terpilih.
Setelah memberikan CV ke ruang HRD, aku kembali ke lantai 21.
Saat keluar dari lift, aku melihat Leo akan masuk ke dalam ruangan mas Dimas dengan membawa berkas di tangannya.
Aku berlari untuk melihat apa yang akan mas Dimas lakukan pada Leo.
Duduk di bawah meja kerjaku, mengintip dari dinding kaca penyekat ruangan mas Dimas.
"Mau apa kamu?" mas Dimas memulai aksinya.
Tapi kenapa begitu? Dia masih seperti tadi, seperti orang kesurupan.
Bertolak pinggang, dengan kepala mendongak dan mata mendelik menatap Leo. Ku lihat asisten Leo mengerutkan keningnya.
"Mau antar berkas yang harus anda tanda tangani tuan! Besok harus segera saya bawa ke luar kota." Jawab asisten Leo santai.
Dengan gaya seperti itu, mas Dimas melirik meja. "Letakkan diatas meja!" ucapnya. Setelah Leo meletakkan berkasnya diatas meja. Ia kembali keluar, kulihat asisten Leo menggaruk kepalanya.
"Ada apa dengan tuan Dimas, kenapa seperti kerasukan setan penari." gumamnya pelan. Aku masih bisa mendengarnya, karena meja kerjaku tepat di samping dinding kaca ruangan mas Dimas.
Ku lihat Leo kembali masuk ke dalam ruangannya.
Aku keluar dari persembunyian ku dan memijit keningku setelah duduk di kursi. "Benar kata Dimas, kenapa mas Dimas malah seperti kerasukan setan penari." kataku. Aku menarik nafasku perlahan dan menghembuskan nya.
Astaga! Mas Dimas benar-benar tidak bisa di andalkan, gumamku. Aku memintanya agar bisa menjadi berwibawa dihadapan Leo, bukan malah seperti orang yang terkena sawan seperti itu.
ada ada aj kau dim
good job Leo,.maklum lah Dimas kan CEO amatir..
Leo dikerjain bos yang lagi nyidam...