Setelah 3 tahun bercerai dengan Dimas Anggara. Anna Adiwangsa harus kembali ke kota yang menorehkan banyak luka. Anna dan Dimas bercerai karena sebuah kesalah pahaman. Tanpa di sadari, ke duanya bercerai saat Anna tengah hamil. Anna pergi meninggalkan kota tempat tinggalnya dan bertekad membesarkan anaknya dan Dimas sendirian tanpa ingin memberitahukan Dimas tentang kehamilannya.
Mereka kembali di pertemukan oleh takdir. Anna di pindah tugaskan ke perusahaan pusat untuk menjadi sekertaris sang Presdir yang ternyata adalah Dimas Anggara.
Dimas juga tak menyangka jika pilihannya untuk menggantikan sang ayah menduduki kursi Presdir merupakan kebetulan yang membuatnya bisa bertemu kembali dengan sang mantan istrinya yang sampai saat ini masih menempati seluruh ruang di hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Pagi hari
Sekitar pukul 5 pagi, tiba-tiba mual melanda. Aku berlari menuju kamar mandi untuk memuntahkan isi perutku. Padahal kemarin, hingga malam aku sama sekali tidak merasakan mual. Tapi entah mengapa setelah tau jika sedang hamil aku merasa mual.
Huewek
Huewek
Aku memuntahkan semua isi perutku ke wastafel. Aku mendengar mas Dimas berteriak memanggilku lalu ia menyusul ke dalam kamar mandi.
"Sayang kenapa?" tanya mas Dimas sembari memijit tengkuk ku. Setelah memuntahkan semuanya, saat ini aku merasa sangat lemas.
"Nggak papa mas, cuma mual aja." jawabku dengan suara lirih.
"Ya ampun, kamu pucat sekali. Kita ke dokter sekarang ya." Mas Dimas memapahku dan membawaku kembali ke ranjang.
"Aku nggak papa nggak usah ke dokter, memang begini kalo hamil mas. Dulu pas hamil Yessa juga gini."
"Tapi kamu pucat sekali." katanya, ku lihat raut kecemasan dari wajah suamiku.
Aku tersenyum dan membelai pipi nya. "Aku nggak papa. Bisa tolong buatkan teh hangat tidak?" pintaku.
"Tentu! Mas buatkan dulu ya."
Mas Dimas membelai rambutku, lalu pergi keluar kamar.
Aku merebahkan tubuh diatas ranjang dan memejamkan mata, menikmati rasa pusing dan mual yang masih bersarang.
Meskipun rasanya sangat tidak nyaman, tapi aku bahagia, karena di kehamilanku yang kali ini. Mas Dimas bisa membersamaiku.
Dulu saat mengandung Yessa, aku menangis setiap kali habis muntah, karena merindukan mas Dimas. Hanya nenek yang membantuku, ia selalu sigap membuatkanku teh hangat agar perutku merasa nyaman. Setelah berpisah dengan mas Dimas, kehidupanku dan nenek sangat prihatin, aku tidak bisa membeli susu hamil karena nenek hanya menjual kue buatannya ke warung-warung. Aku tidak bisa bekerja karena saat itu masih hamil muda dan kondisi tubuh yang tidak nyaman. Tapi saat trimester 2 aku bertemu dengan Deon, dia yang menawariku pekerjaan di perusahaan papa Willy.
"Sayang! Ini teh hangatnya. Mas juga buatkan Roti selai coklat, dimakan ya." mas Dimas masuk ke dalam kamar dengan nampan di tangannya. Aku mengubah posisi menjadi duduk dan bersandar di kepala ranjang.
"Terimakasih."
"Sama-sama! Di minum dulu tehnya. Terus di makan roti nya " mas Dimas duduk di tepi ranjang dan membantuku untuk minum, setelah itu ia memaksaku untuk makan roti yang di buatnya.
"Nggak mau mas!" aku tidak berselera untuk memakannya.
"Sedikit saja sayang, satu gigitan saja."
Meskipun terpaksa aku menggigit sedikit roti tersebut. Dengan susah payah aku menelannya karena tenggorokan ku tiba-tiba tercekat.
"Lagi."
"Sudah mas! Aku mau istirahat aja, lemes."
"Ya sudah! Nanti mau sarapan apa? Biar mas Carikan."
"Donat."
"Haah! Donat?" Aku mengangguk. Entah kenapa sangat ingin makan donat.
"Dimana ada gerai donat yang buka pagi-pagi?"
"Mas cari aja di pasar, nggak usah nunggu toko roti buka. Di pasar banyak penjual donat, sudah sana mas kepasar. Pokoknya aku mau makan donat."
"I-iya, ya sudah mas ke pasar dulu."
Mas Dimas berjalan ke walk in closet untuk mengganti pakaian, dan memakai jaket. Karena masih subuh, cuaca lumayan dingin.
"Donat apa sayang?" tanya nya ketika sudah keluar dari dalam ruang ganti.
"Apapun, yang penting donat. Belikan juga kue yang berwarna hijau ya mas."
"Haah, kue apa yang warnanya hijau?"
"Apapun, kalau ada kue yang berwarna hijau belikan saja."
"Iya-iya. Ya sudah mas berangkat ke pasar dulu." Mas Dimas menuju ke ruang ganti untuk mengambil jaket.
Mas Dimas kembali ke rumah dengan membawa beberapa bungkusan di tangannya. Aku yang sedang menonton televisi di ruang keluarga membelalakkan mata melihat tentengan di tangan suamiku.
"Astaga! Mas banyak banget."
"Ini kue yang berwarna hijau permintaanmu, aku tidak tau kamu mau yang mana. Jadi aku beli semuanya."
"Iya, tapi nggak sebanyak ini juga mas. Kita bukan yang mau hajatan."
"Ya sudah, di bagi saja dengan yang lainnya. Di makan ya, mas mau mandi dulu, gerah."
Aku mengangguk, sementara mas Dimas berlalu menuju ke kamar di lantai 2. Aku membawa bungkusan yang di beli mas Dimas menuju dapur bersih. Minta pelayan untuk membagi kue-kue itu pada para pekerja.
Saat sarapan, aku hanya mendampingi mas Dimas. Aku sama sekali tidak berselera untuk menyantap sarapan. Kue yang mas Dimas belikan juga hanya ku cicip satu dua buah saja.
"Sayang, hari ini sekertaris baru yang menggantikan mu mulai bekerja. Barusan Leo menghubungi mas, dia kata sekertaris baru itu sudah datang." ucap mas Dimas ketika telah menghabiskan makanannya.
"Hmm! Kalau aku bosan boleh menyusul mas tidak?"
"Kamu kan harus bedrest, sebaiknya istirahat saja di rumah. Yessa biar di jaga Dewi, hanya pantau saja."
"Tidak ada bantahan." Sebelum aku sempat mengajukan protes, mas Dimas sudah menyela.
"Oke!" aku hanya pasrah. Aku akan menuruti perintah mas Dimas. Setidak nya kehamilanku yang sekarang, aku tidak perlu pusing memikirkan biaya hidup dan biaya lahiran.
...🌸🌸🌸🌸🌸...
Mas Dimas belum pulang padahal hari sudah malam, jam dinding menunjukan pukul 10 malam. Di luar hujan turun dengan sangat deras. Entah mengapa perasaanku mendadak tidak enak.
Padahal tadi sore sekitar jam 5 mas Dimas mengirim kan pesan, ia mengatakan akan segera pulang.
Aku memutuskan untuk menghubungi asisten Leo untuk menanyakan keberadaan mas Dimas.
"Halo. Asisten Leo, apa mas Dimas masih di kantor?"
"Maaf nyonya. Tuan Dimas sudah pulang sejak pukul 5 sore tadi, setelah pertemuan terakhir dengan klien dari bandung, tuan langsung pulang."
"Apa? Tapi sampai saat ini belum sampai di rumah. Bisa tolong bantu aku mencari mas Dimas Le? Aku khawatir dengannya."
"Baik nyonya! Saya akan bantu Carikan. Jika sudah pulang tolong kabari saya."
"Terimakasih ya Le, nanti aku akan kabari jika mas Dimas sudah pulang."
Hatiku semakin risau ketika mendengar dari Leo, jika mas Dimas sudah kembali sejak jam 5 sore tadi.
"Ya Allah mas! Kemana sih kamu, kenapa ponsel mu nggak bisa di hubungi." gumamku. aku mendesah resah, merasakan hati yang sejak tadi tidak nyaman.
"Ya Allah, Lindungi suamiku. Dimanapun dia berada." lirihku dengan menatap langit yang terang karena mendung, aku yakin jika ini masih siang pasti akan gelap.
Hujan turun semakin deras, membuatku semakin kacau. Aku masuk ke dalam kamar karena dingin semakin menusuk tulang.
Setelah menutup pintu balkon aku merebahkan tubuhku di pembaringan, tanganku tak lepas dari ponsel menunggu kabar dari mas Dimas ataupun Leo.
Maaf kemarin nggak up, karena nulisnya kucing-kucingan dari suami.
Vote sebanyak-banyaknya ya guys, biar novel nya dapat ranking, dan tambah semangat nulisnya. Kalo vote nya nggak nambah aku tamatin aja deh 🤭🤭🤭
semoga Othor nya beri kesempatan Dimas segera bisa bangun dan pulih kembali yaaa 👍😢