Dunia tak bisa di tebak. Tidak ada yang tau isi alam semesta.
Layak kehidupan unik seorang gadis. Dia hanyalah insan biasa, dengan ekonomi di bawah standar, dan wajah yg manis.
Kendati suatu hari, kehidupan gadis itu mendadak berubah. Ketika dia menghirup udara di alam lain, dan masuk ke dunia yang tidak pernah terbayangkan.
Detik-detik nafasnya mendadak berbeda, menjalani kehidupan aneh, dalam jiwa yang tak pernah terbayangkan.
Celaka, di tengah hiruk pikuk rasa bingung, benih-benih cinta muncul pada kehadiran insan lain. Yakni pemeran utama dari kisah dalam novel.
Gadis itu bergelimpangan kebingungan, atas rasa suka yang tidak seharusnya. Memunculkan tindakan-tindakan yang meruncing seperti tokoh antagonis dalam novel.
Di tengah kekacauan, kebenaran lain ikut mencuak ke atas kenyataan. Yang merubah drastis nasib hidup sang gadis, dan nasib cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.L.I, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Atau hanya sebagai hiasan mempercantik pilin-pilin helai tergunting. [2]
✨AGAR MEMUDAHKAN MEMAHAMI ALUR, BACA
SETIAP TANGGAL, HARI, DAN WAKTU DENGAN
BAIK
✨PAHAMI POTONGAN-POTONGAN CERITA
✨BERTYPE ALUR CAMPURAN (MAJU DAN
MUNDUR)
^^^Jumat, 24 Juni 2023 (15.13)^^^
Waktu terus berjalan di hari itu, sekarang sudah menunjukan pukul 3 sore, waktunya siswa-siswi Jaya Pura untuk pulang. Karena kejadian tadi, Aslan dan Iefan berinisiatif untuk mengantar Olivia pulang.
Terlihat saat kedua lelaki itu tengah membantu Olivia masuk ke mobil Aslan di ujung pakiran sana. Mereka sangat perhatian terhadap Olivia, juga terlaten dan terlihat begitu menyayangi gadis cantik tersebut.
Dari awal pertemuan Natha tahu, kalau ketiga siswa itu tengah mengalami cinta segitiga, atau lebih tepatnya cinta antara Aslan dan Olivia dengan Iefan sebagai tokoh kedua menyukai sepihak.
Sayang kedua insan itu saling menyembunyikan perasaan, mereka enggan buka suara, padahal terlihat ingin dan mau untuk mengutarakan yang sebenarnya, lihat Natha di kala itu.
Selain itu juga Aslan bukankah telah mengungkapkan perasaan ketika di ambang depan pintu kelas siang lalu, ketika kejadian Natha dan Olivia yang bertabrakan.
Mungkin semua orang di sekolah juga telah mengija jika mereka berpacaran, tapi mengapa Aslan tidak pernah secara gamblang menunjukan kata-kata itu lagi pada Olivia. Atau mungkinkah mereka telah berpacaran secara diam-diam.
Rasa iba sedikit menghampiri pada sosok pria manis bernama Iefan, perasaan laki-laki itu hanya bisa berlabuh sepihak.
Tapi setelah dia tahu dan mendengar Aslan mengungkapkan perasaan kepada Olivia di hari itu, karena Iefan jelas berada di belakang Aslan.
Mengapa dia tidak marah atau kesal terhadap sang teman baik, cemburu mungkin iya, tapi mereka buktinya tetap berteman baik hingga sekarang.
Seolah seperti tokoh novel, di mana Iefan akan selalu menyayangi si pemeran utama wanita, walau cintanya harus bertepuk sebelah pihak. Asalkan sang pujaan tetap merasa bahagia, meski harus bersama dengan pria lain.
Tadi siang, ketika mengantarkan Olivia ke Unit Kesehatan Sekolah. Anehnya Natha ikut terpuruk ketika telah sampai di ruangan sana, darah terus mengucur dari hidung Natha setiap beberapa kali kejadian, dia bersama-sama pingsan setelah tiba.
Padahal seumur hidup gadis itu dia tidak pernah mimisan, pingsan, atau hal-hal lemah lainnya. Walau Natha bukanlah wanita tangguh, tapi tipe tubuh Natha juga bukan yang mudah terpuruk seperti itu.
Anehnya mengapa setelah terbangun di pagi dari perkelahian dengan ibu, dan bernimba ilmu di Sekolah Menengah Atas Jaya Pura, Natha malah mulai sering mengalami hal-hal tersebut.
Termasuk mimisan ketika sehabis beberapa kejadian. Salah satunya setelah Natha merasa tidak bisa mengerak tubuh dengan kendali otak sendiri, dan seolah tengah berada di dalam adegan beberapa waktu.
Di sela netra Natha sempat terpikirkan untuk menceritakan hal yang dia alami kepada Aslan dan Iefan tadi siang, tapi ketika Olivia bangun, mereka terlihat sangat khawatir dan sibuk.
Ditambah keadaan Olivia yang baru mengalami insiden menjadikan Natha mengurung sejenak pikiran itu tentang ceritanya mengenai dunia novel.
Ada waktu lain yang lebih tepat untuk membicarakan hal tak masuk akal tersebut setelah disimpulkan sepihak tadi.
Brukk!!
Natha yang tidak memperhatikan jalan tak sengaja bersenggolan dengan seorang gadis. Kegiatan otaknya terlalu asik berfikir sendiri dan menjadi tidak fokus ketika melangkah.
Membuat tas dan barang-barang milik Natha berhamburan, jatuh dan berserakan di bawah.
“ Lain kali, jalanlah dengan baik! “ Seorang gadis bersuara menoleh ke arah Natha sekilas.
Tatapannya sinis, tapi terlihat tak acuh dan kembali berbincang bersama teman-teman di area agak depan. Insan itu tak berinisiatif membantu Natha, malah kesal dan bersikap masa bodoh.
Natha tak mengidahkan hal itu semula, dia memilih cepat mengumpulkan kembali barang-barangnya, sampai tawa gadis semula di telinga Natha terasa familiar, membuat gerak tangannya terhenti.
Perlahan Natha menoleh, memperhatikan cergas kembali gadis yang menabrak dirinya dari belakang. Benar saja, senyum, pakaian, dan tawa itu adalah milik Sekar, siswi yang tadi siang membully Natha di toilet wanita sekolah.
Dia terlihat sangat asik bercanda bersama Sania dan Ruby, bahkan sesekali mengejar mereka berdua dengan asik.
Tampak berbeda ketika Natha menemukan tiga sosok itu bercanda di selasar tadi. Hanya Sania dan Ruby yang tertawa terbahak-bahak, sementara Sekar tampak diam dan tajam, seolah dia paling rendah memiliki selera humor.
Dia hanya memperhatikan anak-anak yang bermain di lapangan, tak ada ekspresi atau senyum di bibirnya.
Seketika Natha juga teringat ketika Sekar menyenggol dirinya tadi, bukankah gadis itu sempat melirik wajahnya.
Mengapa dia seakan tidak menghiraukan dan tidak mengenal Natha. Ini adalah kali pertama Natha bertemu ketiga siswi pembully itu selain di masa saat dia tak bisa menggerakan dirinya, atau yang Natha simpulkan ketika di dalam sebuah adegan.
^^^Rabu, 20 September 2023 (12.36)^^^
“ Fiks, gue yakin otak lu lagi ngga bener akhir-akhir ini. “ Aslan menjentik kepala Natha. Membuat gadis itu akhirnya tersadar.
Dia meringgis kecil dengan wajah kaget. “ Lu pasti lagi ngayal yang enggakan tadi. Makanya pas gue ngomong lu ngga denger. “
“ Lu berani jentik kening gue?! “
Natha bertanya tak percaya, otaknya lemot baru menyadari jika dia sudah di jentik oleh anak Sekolah Menengah Atas.
Aslan sudah berdiri dengan ancang-ancang. “ Lah, kenapa? Gue lebih tua dari lu. “ Dia melangkah menjauh perlahan. Dengan perasaan santai dan tanpa berdosa.
“ Dih! Enak aja lu! Gue yang lebih tua dari lu! “ Natha emosi, dia bergegas mengejar Aslan. “ Gue udah 19 tahun ya! “ Belari di panggung demi mengapai laki-laki tersebut dengan kesal.
Aslan kabur dengan cepat, langkah kakinya yang tinggi dan panjang cukup menyulitkan pengejaran kaki-kaki munggil Natha, mengelak tangkapan gadis berbadan kecil dengan tinggi hanya 151 sisi depannya, melempar beberapa origami yang sudah di buat sambil mengejek.
“ Gue lebih tua! Gue kelahiran 2001! Berarti bukan tua bulan! Tapi tua tahun!! “ Dia masih berteriak membela diri. Sengaja untuk semakin menjahili Natha.
“ Anak SMA apaan yang umurnya 22 tahun! “ Natha teriak tak percaya, terus berupaya mengapai Aslan.
Kesabaran gadis itu mulai menipis, karena dia yang tidak kunjung mendapat. Tubuh Aslan terlalu tinggi bagi jenjang kaki pendeknya, tenaga gadis itu juga mulai habis. Mengejar Aslan yang menjulang juga cukup menguras energi.
Jadilah pertempuran di antara kedunya, mereka saling berupaya mengapai, penuh tawa terutama Aslan yang senang berhasil menjaili Natha.
Dia berlari di sekeliling panggung dan membuat beberapa origami dan perlengkapan di sana hambur berantakan. Terinjak dan rusak karena ulah keduanya.
Dan di akhiri dengan Aslan yang sudah terpojok di sudut dinding panggung, tapi dengan lengan Natha yang tegap bertengger di bahu Aslan untuk menjaga laki-laki itu agar tidak melarikan diri area depannya.
Terliha tubuh munggil Natha yang mengukung raga gapura milik Aslan.
Natha menghukum Aslan untuk membuat lagi beberapa origami yang sudah mereka injak tadi, termasuk Natha yang juga ikut membuat di sebelahnya, usai menyadari akibat yang telah mereka perbuat.
Jelas teman-teman sepekerjaan Natha akan sangat marah jika melihat origami buatan mereka sudah hancur di injak Aslan bersama Natha ketika saling mengejar tadi.
Jika Aslan mungkin saja mereka akan maafkan, karena semua siswi di sekolah ini pengemar berat sang lelaki tampan, tapi tidak dengan Natha yang hanya orang biasa.
Dia bisa habis di marahi. Makanya Natha memaksa Aslan untuk membuat ulang, pergejaran tadi salah satunya juga di faktorkan oleh Aslan.
Jika laki-laki itu tidak terus mengejek Natha dan mengerjainya, maka pelarian di sekitaran panggung juga tidak akan terjadi.
Walau dalam kenyataan Natha sekarang akan sedikit menghabiskan waktu bersama Aslan lagi, yang sudah mati-matian dia jauhi sebelumnya.
“ Tanggungjawab! Lu ngga boleh balik ke kelas kalau lu belum selesai buat baru origami yang udah lu injak.
Gue bisa mati kalau sempat anak-anak yang lain tau kalau origami hasil kerjaan mereka udah hancur di ijak lu. “ Natha mengomel tanpa memandangi Aslan, dia sibuk membuat cepat orgami di tangannya.
“ Nih! “ Aslan tiba-tiba menyodorkan sebuah origami yang sudah dia buat di hadapan Natha.
Lekas Natha menoleh hendak senang, tapi malah mendapatkan bentuk lain dari yang seharusnya di buat.
“ Apaan! “ Senyuman Natha mengempis. “ Ini bukan bentuk kupu-kupu. Lu gila ya! Ya-kali bintang kecil beginian di tempel di dinding. “ Dia protes.
“ Etss…! “ Aslan menjauhkan bintang buatannya dari tangan Natha yang hendak mengambil.
“ Lu kan ngga bilang suruh buat bentuk kupu-kupu. “ Laki-laki itu beralasan. Masih ingin mengerjai sang gadis.
Natha melebarkan mata mempelototi Aslan, mendengar tuturan laki-laki itu. membuat Aslan terdiam seperti anak kuncing yang dimarahi, dia menyembunyikan bintang tersebut di sisi kirinya, dan lanjut untuk membuat origami lain.
Cukup takut dengan ancaman sang gadis munggil. Padahal tanpa sepengetahuan Aslan, Natha sempat mengambil diam-diam bintang dengan origami berwarna coklat tersebut.
Tanpa mereka sadari juga, ada insan lain yang ikut menonton pertunjukan kegiatan kedua siswa itu sedari tadi. Insan yang tersembunyi tersebut memilih pergi, usai puas menyaksikan lengkap gejolak asik dua insan.
^^^Rabu, 20 September 2023 (15.00)^^^
Hari semakin larut bersembunyi di bagian barat, menunjukan jika sekarang sudah sore. Bel pulang juga telah sekali berdering memberi tahu, hampir semua siswi lekas pulang ke naungan masing-masing.
Tidak luput dari sebagian kerena masih ada beberapa anak yang rupanya memiliki kesibukan sejenak sebelum pulang.
Salah satunya Natha, dia baru selesai membaca novel, terlalu asik dengan alur cerita sampai tidak menyadari sudah waktunya pulang sekolah.
Natha terpaku usai mendalami sebuah adegan mendebarkan, pasalnya tokoh utama wanita dalam bahaya, juga gadis yang terbully di kunci dalam kamar mandi untuk di kerjai lagi oleh gadis-gadis antagonis tersebut.
Lamun sayangnya bel lebih dulu memotong, dan menyadarkan Natha dari kesibukannya.
“ Natha sisa sterofomnya tolong simpan di ruang seni, ya. Aku mau buang sisa sampah kita. “
Seorang gadis yang menjadi salah satu anak untuk pentas seni berbicara kepada Natha. Dia rekan Natha dalam kesibukan pekan minggu tersebut.
Di balas anggunakan oleh Natha yang ikut merapikan sisa-sisa barang mereka.
Pewarna sore semakin menguning di langit kota Jakarta, cuaca begitu cerah, sinar mentari ikut mencuri menyising di sisa-sisa tenggelaman.
Kotak barang-barang yang diperintakan sang rekan tadi, telah Natha bawa ke ruangan khusus bagian seni. Dia menjalankan tugas dengan baik.
Bercampur hampir semua alat dan perabotan yang akan di gunakan dalam berbagai acara, tapi tidak juga layak di katakan sebagai gudang, karena masih rapi dan tertata.
Sejenak Natha tidak sengaja teralihkan dengan apel terpotong ¼ bagian, atas meja utama bagian tengah tempat melukis.
Memberikan pengertian jika buah itu pasti telah di gunakan oleh siswa untuk menjadi objek lukis, tetapi aneh mengapa bisa ada dan masih dalam kondisi segara juga bagus.
Buah itu sungguh asli, tekstur dagingnya juga sedikit terkandung air dalam artian lembab buah asli. Sama persis dengan rincian latar dalam novel yang Natha baca.
Setiap enterior di dalam begitu persis, buah apel, satu layar kertas lukis yang terkena noda hitam, kursi-kursi yang tertumpuk tiga, tirai bewarna beige paduan putih.
Dalam konsep yang astetik dan menunjukan bagaimanan tampilan ruangan seni sesungguhnya, memberikan Natha sedikit ingatan tentang penjelasan tersebut.
Kini Natha yang hendak berpulang dan keluar dari ruang seni, tak sengaja melirik keberadaan Sekar bersama kedua temannya yang masuk ke dalam toilet wanita, kebetulan dekat ruangan itu.
Tempat yang sama saat kejadian perkelahian antara Sekar dan Olivia tempo lalu, juga tempat yang Natha ingat di tulisan novel akan menjadi latar lokasi kejadian berikutnya si gadis lemah dan terbully tersebut untuk di sekap dalam wc, oleh para tokoh antagonis sang tiga gadis semborono.
Terlebih rasa penasaran usai kejadian di hari jumat itu, sungguh membuat Natha berfikir ulang saat ini.
Sejauh yang Natha lihat dalam analisi buku catatannya, sekolah tempat dia berada sekarang memang memiliki kesempurnaan kemiripan dengan sekolah yang ada di uraian novel.
Baik gedung, seragam, ruangan, juga kelas yang Natha masuki, dengan papan angka 12-A-IPA-[89], angka 89 berarti menunjukan jika angkatan ini masih baru.
Tak luput dari analisis karakter ketiga anak sekolah itu selama beberapa hari terakhir, sifat mereka yang Natha tulis di catatan memang hampir cocok dengan karakter dalam paragrap Novel.
Seolah Aslan sebagai pemeran utama pria novel, sifat dan latar belakangnya sama persis, sementara Olivia juga yang hampir mirip dengan lawan main Aslan, yakni karakter wanita yang di sukai Aslan.
Tak hanya itu, kisah Iefan yang menyukai Olivia lebih dari seorang sahabat, turut andil, dia menjadi karakter pria kedua yang tergambar dalam alur.
Kisah itu sama persis dengan kisah cinta segitiga di novel yang Natha temukan misterius ketika kembali ke gedung terbengkalai lalu.
Hanya saja tanpa adanya nama dari setiap tokoh di Novel yang membuat Natha kebingungan untuk memastikan.
Makanya di sore ini Natha nekat, dia berinisiatif untuk ikut masuk toilet, dan mencoba mengecek apakah Sekar yang sekarang berbeda dengan Sekar yang ada di kejadian tempo lalu saat tubuhnya tak bisa di kendalikan.
Atau kasarnya, Natha menyimpulkan bahwa masa itu sebagai adegan di dalam novel. Terlebih jika akan ada adegan seperti yang Natha baca barusan di novel.
Seharusnya Sekar dengan kedua temannya itu akan mengunci gadis yang terbully tersebut di wc, makanya sekarang Natha hendak memastikan. Apakah sebentar lagi akan ada adegan seperti yang tertulis di novel.
Perlahan kaki Natha terus melangkah memasuki toilet, dia memerhatikan secara diam keberadaan Ruby depan kaca, juga Sania yang baru saja keluar dari toilet. Lalu barulah Sekar dibaliknya, sempat membuat Natha terkejut.
Ketiga gadis itu juga sejenak memperhatikan ekspresi kaget Natha, tapi cepat di alihkan oleh Natha, dengan berdiri samping Sekar dan seakan sedang merapikan pakainnya di sana untuk tidak mencuri perhatian.
Ujung baju Natha sudah dia kotori sedikit sebelumya, jadi sekarang dia bisa berekting, mencuci sambil memperhatikan wajah Sekar curi-curi dari balik kaca.
“ Eh lu tau ngga, gue tadi liat Olivia lagi dekat-dekat sama Aslan. Dia caper banget si, pake pura-pura cedera segala. Ih, pengen banget deh, rasanya gue patahin aja kakinya langsung. “ Ruby yang berbedak buka suara duluan.
Rambut pendeknya bergelombang cantik bagian bawah, begitu di tata dengan rapi dan bermodel.
Dia kesal sambil menepuk-nepuk spoon wajah secara fokus, tapi tetap berbicara untuk bergosip. Mengisi celah kesibukan untuk berghibah dengan kedua temannya.
Sekar yang tengah membenahi rambutnya terdiam, tangannya berhenti dan raut wajahnya datar mendengar tuturan Ruby.
Dia tampak memandangi lekat wajahnya sendiri di kaca. Seolah tidak menyukai ujaran kalimat yang telah gadis beramput pendek di sebelah suarakan.
Sania yang sedang memakai liptint di samping lainnya menyadari ekspresi Sekar. Gadis itu panik, mencoba menyenggol Ruby untuk memberi kode.
” Eum...hehe. Gue rasa lu ngga seharusnya ngomongin itu deh, Ruby. “ Mata Sania melebar, memberi kode ke teman polosnya di kanan tubuhnya lagi.
“ Lagian setelah Sekar ngasi surat itu ke Aslan, gua yakin! Aslan pasti akan sadar dan bakal tau apa yang sebenarnya terjadi. Lalu dia bakalan benci dan menjauh dari siluman, bernama Olivia. Dan juga pasti bakalan berpindah hati ke Sekar . “
Sengaja dia berbicara menyanjung Sekar, takut gadis berambut panjang sebokong tersebut akan tiba-tiba emosi usai mendengar tuturan Ruby sebelumnya.
“ Surat? “ Natha bertanya di dalam batinnya. Dia curi-curi menguping, tapi gejolak tangannya tetap beraksi dengan baik untuk membercihkan sisi noda pada ujung kemeja putih yang dipakai.
Wuss…
“ Gue ngga bakal biarin siapa pun dapetin Aslan, sekalipun Olivia. “ Sekar tersenyum licik depan kaca. Memandangi penuh nafsu dirinya sendiri.
Kedua matanya memerah dendam dan hawa terselubung. “ Udah cukup yang dia perbuat selama ini. Gue bakal jujur sama Aslan, buat ngungkapin yang sebenarnya. Dan dia pasti bakal berpaling setelah apa yang gua katakan. “
Tangan Sekar naik turun membelai rambutnya sendiri. Menyeringai penuh pesona dan percaya diri.
“ Ngga ada siapapun yang boleh ngehalangin gue buat dapatin Aslan, sekalipun Olivia. Gue… ngga bakal segan buat ngabisin nyawa Olivia kalau dia berani buat ngehalangin gue. “ Bibir Sekar melengkung naik menunjukan deretan giginya yang rapi.
Natha keget mendengarnya, dia tak sengaja menjatuhkan kotak bedak Sekar di dekat tangannya, membuat ketiga gadis itu segera menoleh ke arah Natha.
Gadis itu juga sebenarnya bingung mengapa tangan dia bisa sampai menyentuh pouch milik Sekar, bagaimana bisa begitu teledor.
Cepat Natha yang sadar mengambil kembali barang-barang yang berserakan, dia melirik sekilas sepucuk surat berwarna merah muda di bawah, hendak mengambil surat itu diam-diam.
Tapi anehnya tangan Natha tak mau berpindah, dia kaku dan tak bisa bergerak sesuai keinginan otaknya saat itu. Panik apakah sekarang Natha sudah berada di dalam adegan.
“ Ma-maafin aku Sekar, aku ngga sengaja. “ Natha bersuara parno mengembalikan barang-barang milik Sekar yang sudah terkumpul. Membuat Sekar dan kedua temannya segera menyadari jika itu ternyata adalah Natha.
“ Cih, lu! “ Ruby merampas cepat kotak bedak Sekar dari tangan Natha. “ Sejak kapan lu ada di sini! Jangan bilang lu nguping pembicaraan kita ya! “
Sekar tiba-tiba mendorong rahang Natha ke dinding. Menyudutkan gadis itu dengan bengis. “ Katakan! Lu ngapain tiba-tiba ada di sini! Lu masih kurang puas sama pertemuan kita terakhir kali?! “
Natha geleng-geleng sambil mulai mengeluarkan buliran cairan bening dari mata, dia menatap balik netera Sekar di bagian depan mukanya penuh ketakutan.
Seolah tidak berani untuk bicara karena suatu alasan. Alis Sekar menyatu heran memandangi, tapi kedua teman Sekar sudah lebih dahulu paham. Mereka cepat mengerti bentuk reaksi yang diberikan.
“ Ouh…! Jangan bilang lu di suruh sama Olivia ya, buat mata-mata-in Sekar. “ Ruby yang juga melihat ekspresi Natha menghardik. “ Is, dasar tu siluman! “ Dia emosi setelah menyimpulkan.
Natha gelagapan, dia tak berani untuk menatap wajah Sekar. Terlihat masih sangat takut karena kejadian kemarin. “ A-aku- “
“ Kurung dia di wc. “ Sekar tiba-tiba mendorong dan melepas rahang Natha, tatapannya jenuh setelah mendengar tuturan Ruby. Juga ikut terhasut oleh penyimpulan temannya.
Natha panik dengan tubuh terjerembab di lantai. “ Ha! Se-sekar jangan! O-olivia ngga salah, dia cuma- “
“ Bacod, masuk lu! “ Sania menyela.
Tanpa pikir lagi, kedua teman Sekar segera menyeret Natha ke toilet, mereka mendorong kasar, lalu mengunci dari luar dan menggunakan batang pengepel untuk mengandakan kunci.
Mereka lekas pergi menyusul Sekar, seakan sedang terburu-buru untuk melakukan suatu hal.
Telah terpancing dengan reaksi Natha yang entah kenapa seolah memberikan kecurigaan kepada tiga gadis tersebut, seakan dia sengaja untuk menciptakan penyimpulan sepihak. Atas tuduhan terhadap Olivia karena telah menyuruh Natha untuk menguntit Sekar.
“ Sekar aku mohon keluarin aku! Aku ngga mendengar apa-apa! Plisss! Aku cuma mau ngomong sama kamu. Sekar! “ Natha bersikeras memukul-mukul pintu, berteriak sambil berusaha memohon.
Tapi percuma karena tidak ada yang mendengar, selain ketiga siswa tersebut di jam pulang sekarang. Yang juga mulai berlalu keluar toilet.
Wuss...
Angin bertiup menyadarkan kembali tubuh Natha, memberikan kebebasan kepada si pemilik, dia berhenti memukul pintu, tersadar jika Natha dalam adegan berusaha untuk mengatakan suatu hal kepada Sekar.
Bersamaan Natha juga mengingat adegan barusan setelah dia baca di novel. Adegan dirinya di kunci sekarang sama persis dengan gadis yang terbully, jadi apakah gadis tersebut adalah Natha.
Lalu jika memang benar, dan dia sungguh berada di dunia novel, lalu sedang melakoni adegan, maka kisah selanjutnya adalah keberadaan pemeran utama wanita yakni Olivia yang dalam bahaya.
Raga Natha panik usai mencerna, dia bersikeras mendobrak pintu, berfikir untuk segera menyelamatkan Olivia.
Terakhir dari yang Natha baca, Sekar sebagai gadis antagonis hendak mencelakai Olivia sekaligus membawa pisau, karena persepsinya dari keberadaan si gadis terbully yang seolah menjadi penguntit untuk dirinya.
Gadis gila itu berniat melakukan hal yang di luar batas. Sejurus Natha mencoba mencari teleponnya untuk menghubungi Aslan atau Iefan, tapi naas dia ingat telah meninggalkan barang-barangnya di Aula.
Karena memang tadi Natha hanya berencana untuk menyimpan sisa sterofom di Ruang Seni, lalu barulah kembali ke Aula untuk mengambil tas dan barang-barang lainnya untuk pulang.
Dalam keadaan itu Natha tidak terpikirkan lagi untuk mencari Aslan atau Iefan, di benak gadis itu dia harus segera menyelamatkan Olivia.
Berulang kali dia berupaya dan menjadikan tubuhnya sendiri sebagai benteng, mendorong dan menerpa pintu itu agar terbuka.
Tidak sempat untuk menunggu kedatangan orang, atau satpam untuk membuka pintu. Merasa tak terlalu berhasil Natha menjadikan kakinya sebagai alat kedua.
Dia menerjang kuat pintu wc, tak menyadari hal itu membuat sepatunya rusak, padahal kaki Natha juga sempat cedera kemarin.
Hampir beberapa kali, Natha akhirnya berhasil, dia tersenyum setelah terjatuh akibat pintu yang terbuka, lalu cepat pergi untuk mencari Olivia.
Sempat saat bangun Natha mengeluh kecil merasakan sakit di pergelangan kakinya, tapi malah tak dia hiraukan, dan dia paksa untuk berlari.
^^^Rabu, 20 September 2023 (17.01)^^^
Hari semakin petang, bola panas pemancar cahaya hampir tertelan di ujung barat. Sudah sampai di akhir waktu terang perbatasan dengan kehadiran malam.
Keadaan gedung juga sunyi, pasir-pasir kecil di lapangan berserak di tiup angin. Beberapa kelas dan kursi tenggelam kosong, tidak berisikan insan terkecuali satu.
Semua siswa di gedung sekolah, atau pendidikan manapun memang seharusnya sudah pulang sekarang.
Termasuk tempat tersohor yang menjadi primadona dari semua kalangan Sekolah Menengah Atas di dataran kota jakarta, yakni Sekolah Menengah Atas Jaya Pura.
Kendati, malah berbeda dengan eksistensi tubuh seorang gadis, papan nama Nathania menghiasi jas seragamnya, yang bergejolak seiring langkah sang gadis untuk berkeliaran mencari keberadaan sosok lain, dalam hamparan kawasan sekolah.
Keringat semakin bercucuran mendesak, deruan nafas terjenggal menghiasi diagframa Natha. Tubuhunya penuh kalut dan gejolak panik.
Seingat Natha seperti yang dilantunan di novel, Sekar sekarang pasti telah membawa Olivia ke sebuah tempat, tapi masih di lingkungan sekolah.
Guna melakukan pembullyan lebih lanjut, atas praduga sepihak tentang perilaku sang korban yang seolah telah menyuruh Natha untuk memata-matai Sekar.
Sekarang aktivitas Natha adalah untuk menemuai Sekar dan Olivia, supaya bisa menegah kejadian cerita yang akan terjadi selanjutnya dalam alur novel.
Walau baru sepenggal, Natha masih ingat beberapa kejadian setelah penculikan dan penyekapan tokoh terbully.
Yakni perlakuan yang mengancam nyawa si pemeran utama wanita. Makanya dia begitu kalang kabut sore ini, guna menemukan tubuh Olivia lebih cepat dan mencegah kejadian di novel terjadi.
Kendati, gedung luas itu tentu tidak akan mudah untuk di jelajahi seorang gadis berbadan munggil tersebut.
Dia perlu berulang kali lari bolak balik, demi menemukan visual Sekar dan Olivia, berteriak di sepinya bangunan, sampai samar-samar suara tanggisan Olivia akhirnya terdengar di telinga Natha setelah semua upaya.
Cepat Natha melangkah untuk mencari asal suara, dia melihat ke setiap tempat, meneliti seiring deruan nafas yang terjenggal.
Sesuai usaha, dari kejauhan Natha akhirnya menemukan keberadaan sosok gadis cantik ketua kelasnya, yang tengah di dorong untuk di bawa ke tengah lingkaran gedung besar yang kosong, tapi penuh tumpukan barang dan perabotan sekolah yang terbengkalai.
Tempat Natha dahulunya hendak di bully oleh Sekar ketika pertama kali masuk sekolah. Bergegas membubuhkan inisiatif pada Natha untuk menghampiri.
Wuss...
Tapi sayangnya, sesuai alur Natha sekarang telah terlambat. Dia sudah masuk ke dalam adegan novel.
Sepasang jenjang kaki gadis itu berubah beku dan terpatung, tidak bisa untuk digerakan lagi, bahkan mulut Natha juga tak bisa terbuka untuk sekedar berteriak.
Dia terkunci dari jarak jauh, tidak termasuk di dalam tampilan adegan, makanya hanya bisa terkunci dari jauh, untuk menonton keberadaan gadis yang di cari bersama tiga orang insan antagonis yang berniat jahat.
Olivia di dorong menghantam tanah, mereka baru sampai bersamaan, tapi rupanya tidak di sangka sang gadis yang disandera memberikan reaksi cukup kuat, dengan memukuli balik wajah Sekar menggunakan tangannya langsung di kesempatan.
Sontak Ruby dan Sania yang melihat perbuataan menjadi tersulut emosi, mereka tidak menyangka sang teman pujaan baru saja di pukuli oleh seorang gadis tawanan.
Membuat mereka menjadi emosi, segera menghajar Olivia dengan membabi buta. Olivia tidak terlalu lemah untuk sekedar menerima pukulan, dia mencoba melawan dengan semua tenaga dan keadaan, berkelahi layaknya wanita dan wanita.
Di tengah pergulatan, Natha yang terpantung menjadi penonton, memicing kecil untuk melihat keberadaan Sekar. Gadis bertubuh tinggi dan surai panjang yang gemilau, terjatuh di hamparan tanah usai pukulan Olivia.
Dia terdiam untuk beberapa saat, hanya menyeka tumpahan darah yang memuncrat dari bibir tepinya, lalu di keheningan berikut tiba-tiba saja menyeringai tak percaya.
Dia begitu tenang dan tidak banyak bereaksi seperti dua rekannya, hingga dengan begitu santai tiba-tiba mengeluarkan sebuah benda yang membuat lingkaran mata Natha terbuka penuh.
Pelan Sekar tersenyum di langkah kecil seiring sebilah pisau dalam genggaman tangannya, dia terus berjalan cepat menyasar pada keberadaaan Olivia yang membelankangi dan tengah berlawanan dengan dua gadis lain.
Tatapan matanya memerah dengan genangan air, gejolak gila telah muncul di tampilan gadis itu, bahkan sebelum bertindak Sekar malah tersenyum lebar menampilkan deretan gigi. Seolah-olah dia begitu senang dan puas, akan tindakan berikutnya yang akan di lakukan.
“ Mati lu!! “
Olivia reflek menoleh ketika mendengar tuturan Sekar, tapi siapa sangka gemilau benda tajam telah mengarah cepat pada dataran wajahnya.
Tepat ketika dia baru ingin berpaling ke bagian belakang, pada arah keberadaan Sekar. Dua pasang penglihatan Ruby dan Sania juga ikut melebar tak percaya, mereka begitu kaget atas tangkapan mata pada aktivitas seketika dari Sekar.
Dalam posisi depan Olivia, tapi menghadap ke Sekar yang ada di belakang gadis tujuan tersebut.
Di sela Sekar terus tertawa di depan wajah Olivia, berbanding terbalik dengan uraian muka Olivia yang melebar penuh, dalam aura terkejut hebat.
“ Aaaaaaa!!!!! “
Cappp!!
“ Apakah ini, perlindungan yang bisa gue janjikan ke lu Olivia. “ -Natha
^^^Senin, 27 Juni 2023 (15.01)^^^
Keadaan kelas cukup sepi, hening tanpa insan, tersisa satu saja dari tubuh Natha yang tengah merapikan barang-barang.
Saat ini sudah menunjukan waktu pulang sekolah, Aslan dan Iefan berlalu duluan, begitu juga para siswa lain yang kembali ke naungan masing-masing.
Memang sebatas Natha, yang terakhir meninggalkan ruangan menimba ilmu nomor 12-A-IPA-[89].
Kendati sesorang juga tampaknya ikut menyisa, dia perlahan dekat mejejakan kaki ke area Natha tanpa sang gadis tertuju sadari. Dalam teluk kelas yang hampa sore ini.
“ Eum… Natha. “
Gadis yang dipanggil terperanjat, dia sedikit terkacau dalam aktivitas beres-beres, tetapi segera lanjut ketika sudah menoleh dan mengetahui jika sang pemanggil adalah Olivia.
“ Ouh, Olivia. Kenapa? “
Olivia ragu menyahut, diwajahnya tergambar raut yang disembunyikan, antara cemas dan takut.
Tampak jemari gadis tersebut saling terpelintir secara acak, dengan genggaman pada kantong kresek berisi barang. “ Ini! “ Tangan Olivia menyodor, sebuah plester luka pada umumnya.
Natha menoleh dan melirik pemberian tersebut, serentak dia juga sudah menyelesaikan pekerjaan.
Gadis itu tampak memperhatikan naik wajah Olivia sebagai balasan, dalam artian raut bertanya. Mengapa Olivia tiba-tiba memberikan dia benda tersebut.
“ Ouh! Eum… aku sempat liat lutut kamu yang mengeluarkan darah di hari insiden aku nabrak kamu depan pintu kelas. Makanya sekarang aku terpikirkan untuk memberikan kamu plester, sakaligus sebagi bentuk permintaan maaf aku ke kamu, karena ngga langsung minta maaf di hari itu. “
Olivia lanjut memberi penjelasan, menyadari maksud wajah Natha yang berbalik tanya.
Natha mengangguk paham.
Dia mengambil pemberian plester luka tersebut, ternyata tungguan sang teman wanita hingga di jam pulang terakhir ini hanya sekedar untuk meminta maaf.
“ Ngga masalah, makasih juga ya atas plesternya. “
Dia tampak tidak terlalu memerdulikan perlakuan Olivia di saat itu, lagipun gadis itu juga sama-sama mengalami luka. Jadi mungkin tak sempat untuk meminta maaf kepada Natha di hari kejadian.
Olivia yang melirik pemberiannya di ambil Natha terdiam, dia menunduk dengan kumpulan tangan yang tremor.
Cepat di sadari oleh Natha, ketika tak sengaja memperhatikan jemari si gadis di depan yang bergerak tak normal. Tidak biasanya Olivia terlihat gemetar dan seolah menyembunyikan sesuatu seperti sekarang.
Seperti tergambar jika bukan hanya pemberian plester ini saja yang menjadi maksud utama.
“ Ada yang ingin lu sampaikan-kah, Olivia? “ Natha peka, langsung bertanya kepada si gadis di depan.
Wajah Olivia sempat kaget kecil, kendati dia begitu takut dan memilih diam seiring gelengan sebagai balasan. Tak berani mengunggkapkan suatu hal.
“ Ouh… baiklah. “ Natha menyimpul sejenak, atas perkataan tidak dari Olivia lewat isyarat kepala sang gadis. “ Lu ngga pulang-kah? “ Pindah ke topik baru yang sejak tadi ingin di tanyakan.
Bibir Olivia terdengar sedikit gemetar. “ E-e… eum…, a-aku akan mencatat beberapa penjelasan bu Yanna dari papan tulis dulu. Na-nanti setelah selesai aku baru pulang. A-aku… takut… “
Suara Olivia mengecil di ujung kalimat, dia menurunkan kepala, ketara jika sebenarnya ada sesuatu yang disembunyikan. “ -jika bu Yanna akan marah kalau aku tidak mencatat dengan baik. “
Sementara Natha juga merasa tak enak sendiri, dia tidak punya pilihan, dan tak mungkin memaksakan Olivia berbicara jika sang gadis itu mau mengakuinya.
Meskipun sudah menyadari adanya ketidakberesan. Mungkin suatu hal tersebut pribadi bagi Olivia, makanya gadis itu enggan berbicara.
Alhasil memupuk pikiran di benak Natha untuk tidak memperdulikan lebih lanjut tentang reaksi aneh Olivia sore ini, dan memberikan batas pribadi bagi si teman cantik, yang mungkin sedang tidak bisa membagikan isi pikiran.
Sekilas bibir Natha melengkung kecil, sebagai bentuk penenangan. “ Tenang aja, gue juga sering ngga nyatat. Bu Yanna ngga akan semarah itu. Ya udah kalau gitu gue duluan ya. “
“ Ha! “ Olivia sedikit kaget. “ A-eum… iya. “ Tapi balik dia dan tidak bisa berbuat lebih.
Menciptakan rasa ragu di benak Natha, tapi juga tidak berniat untuk bertanya lagi dan kesudahannya memilih pulang duluan. Sepanjang jalur saraf-safat pikiran Natha tak berhenti berasumsi, kenapa Olivia tampak aneh sore ini.
Apakah ada suatu hal yang di sembunyikan. Sampailah ketika hampir lewat dari gerbang depan, otak Natha baru teringat, jika Olivia baru mengalami peneroran.
Tak seharusnya Natha meninggalkan gadis tersebut sendiri di sekolah, takut mungkin saja si pelaku kemarin akan melakukan kejahatan yang sama jika melihat peluang ini.
Cergas Natha membalikan tubuhnya, guna berlari lagi untuk menemui Olivia. Di sore senin yang semakin padam.
Ketika baru sampai di kelas, ruang persegi itu anehnya kosong, luang tanpa penghuni yang Natha cari.
Kendati tidak wajarnya, tas dan barang-barang Olivia masih tersisa di kelas, sementara sang pemilik hilang entah kemana. Memupuk pikiran Natha semakin kacau dan panik.
Segara Natha melangkahkan cepat kaki guna mencari atensi Olivia, mengelilingi lingkungan sekolah, gadis itu pasti masih tetap berada di area ini.
Hingga di kawasan belakang sekolah, ketika Natha berbelok dan masuk ke lokasi belakang, kedua penglihatannya nanar, pada kehadiran seorang gadis di dataran tanah.
“ Aslan bilang lu adalah pacar dia kan. Lalu apakah Aslan akan marah jika kita membully pacarnya seperti sekarang? “
Olivia sedang tidak baik-baik saja, dia ternyata di sudutkan oleh para siswi dari kelas lain. Para pengemar Aslan dan Iefan, yang tidak menyukai jika Olivia menjadi pacar dari pria pujaan mereka.
Berarti perkataan Olivia sebelumnya tentang rasa takut adalah kenyataan ini, jika Olivia takut pulang sendirian ke rumah, karena siswi-siswi ini pasti akan membully dirinya baik di sekolah ataupun di jalan.
Tidak mungkin juga bagi Olivia untuk meminta bantuan Aslan ataupun Iefan, dia takut juga jika kedua laki-laki itu akan merasa sangat khawatir, alhasil yang menjadi alternatif pertolongan terakhir adalah Natha.
Celakanya Natha juga tidak menyadari permintaan itu, dan justru berlalu pulang duluan.
“ Apakah kita perlu melukai aja wajah sok naifnya. Biar selain Aslan dan Iefan, orang-orang lain juga ngga akan sudi untuk melihat muka dia lagi. “
“ Ahahaha, ide bagus. “
Olivia menanggis tersedu-sedu di tanah, dia tidak mampu berbuat banyak, tidak berani dan tidak bernyali.
Brukk!!
Semua orang terkejut, tertuju satu pada arah lemparan tas oleh Natha. Yang menyela sebelum beling dari para gadis-gadis tersebut sentuh ke permukaan wajah Olivia.
Para gadis pengemar di sana terperangat, kesal karena tindakannya di kacau Natha. Alhasil ingin ikut mengeroyoki si gadis pahlawan kesiangan.
Kendati Natha tidak mudah tergoyahkan, dia cepat melawan, berupaya, dan segera membawa Olivia lari dari mereka.
“ Cepat ambil barang-barang lu, kita pulang sekarang. “
Natha menyuruh Olivia untuk bergegas mengemasi barang di kelas.
Tapi Olivia sempat merasa khawatir, balik memegangi Natha dengan tumpahan air mata. Dia geleng-geleng.
“ Ngga Natha, kamu ngga bisa bawa aku kaya gini. Mereka bisa aja ikut membully kamu nantinya. “ Gadis itu masih terpikirkan ke kondisi si teman.
Natha sempat menghela di celah, heran mengapa gadis cantik ini terus memikirkan kondisi orang lain di atas keadaannya sendiri. “ Gue baik-baik aja.
Gue bisa ngelindungi diri sendiri, dan gue juga janji akan ngelindungin lu. “
Gesit lengan Natha mengapai tangan Olivia, setelah pekerjaan mereka selesai. Larut antara pertemuan muka sejenak, dan aktivitas lari dari keduanya.
“ Aku janji, akan ngelindungin lu, Olivia. “ -Natha
...~Bersambung~...
✨MOHON SARAN DAN KOMENNYA YA
✨SATU MASUKAN DARI KAMU ADALAH SEJUTA
ILMU BAGI AKU