NovelToon NovelToon
Sebatas Istri Bayangan

Sebatas Istri Bayangan

Status: tamat
Genre:Tamat / Mengubah Takdir / Keluarga / Suami Tak Berguna / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:11.6k
Nilai: 5
Nama Author: rose.rossie

Kirana, seorang wanita lembut dan penyabar, merelakan hidupnya untuk menjadi istri dari Dion, pria pilihannya. Namun, kebahagiaan yang diharapkan tak kunjung datang. Sejak awal pernikahan, Kirana dibayangi oleh sosok mertuanya, seorang wanita yang keras kepala dan suka mengontrol. Mertuanya tak pernah menganggap Kirana sebagai bagian dari keluarga, selalu merendahkan dan mencampuri setiap keputusan Kirana.

Kirana merasa seperti boneka yang diatur oleh mertuanya. Setiap pendapatnya diabaikan, keputusannya selalu ditolak, dan kehidupannya diatur sesuai keinginan sang mertua. Dion suaminya, tak pernah membela Kirana. Ia terlalu takut pada ibunya dan selalu menuruti segala permintaan sang ibu. Ditengah konflik batinnya, akankah Kirana kuat mengarungi bahtera rumah tangganya? Atau akhirnya ia menyerah dan memilih berpisah dengan suaminya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rose.rossie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Aku memandang layar ponsel itu cukup lama, jantungku berdegup kencang, seolah tubuhku sudah memperingatkan bahwa pesan itu akan membawa sesuatu yang tak terduga. Siapa yang tahu tentang Dion? Dan apa yang begitu penting sampai orang ini mengirimkan pesan di saat genting seperti ini? Pikiranku kacau, tetapi ada bagian dari diriku yang tidak bisa membiarkannya berlalu begitu saja.

Aku membaca ulang pesan itu, "Kirana, aku tahu semua tentang Dion. Kita harus bicara. Ini penting." Pesan itu singkat, tapi isinya cukup untuk membuatku terdiam. Aku tak tahu harus mempercayai siapa lagi saat ini. Dion, suamiku yang selama ini kuanggap mitra dalam hidup, ternyata menyimpan rahasia besar tentang ketidakmampuannya memiliki anak. Ibunya, Bu Ningsih, bersekongkol menutupi kenyataan itu hanya untuk melindungi ego dan harga diri anaknya.

Tanganku sedikit gemetar ketika aku mengetik balasan, “Siapa ini? Apa yang kamu tahu tentang Dion?” Kukirimkan pesan itu dengan hati-hati. Beberapa detik kemudian, ada balasan cepat.

“Kita bisa bertemu di kafe dekat rumahmu. Jam tujuh malam nanti. Percayalah, ini tentang masa depanmu.”

Masa depanku? Kata-kata itu seolah menghentak, menyadarkanku bahwa pertempuran yang baru saja kuhadapi dengan Dion dan ibunya mungkin hanyalah awal. Siapa pun yang mengirim pesan ini, dia tampak tahu lebih banyak dari yang kubayangkan. Dan aku perlu tahu kebenarannya—apapun itu.

Aku memasukkan ponselku ke dalam tas dan mulai berjalan menuju halte bus. Langit sore perlahan berubah menjadi jingga, menciptakan suasana yang kontras dengan kekacauan yang sedang terjadi dalam hidupku. Aku tak berhenti memikirkan Dion. Bagaimana mungkin dia menyembunyikan sesuatu yang sebesar ini dariku selama bertahun-tahun? Dan mengapa, pada akhirnya, dia memilih untuk diam ketika ibunya menghancurkanku sedikit demi sedikit?

Saat bus yang kutunggu tiba, aku naik dengan pikiran berkecamuk. Sepanjang perjalanan, otakku terus berputar, memikirkan siapa yang akan kutemui nanti dan apa yang sebenarnya dia ketahui tentang Dion. Perjalanan yang biasanya terasa lambat kini berlalu dengan cepat. Aku turun di depan kafe kecil yang sudah sering kukunjungi dulu bersama Dion. Ironis, memikirkan bagaimana kafe ini dulu menjadi tempat kenangan indah, tetapi kini justru menjadi tempat yang akan menguak kenyataan pahit lainnya.

Di dalam, suasana kafe cukup sepi, hanya beberapa pelanggan yang duduk di pojokan, sibuk dengan pekerjaan atau tenggelam dalam buku bacaan mereka. Aku mencari tempat duduk di dekat jendela dan menunggu. Kafe ini, dengan aroma kopi yang biasa menenangkanku, sekarang hanya membuat perasaanku semakin tidak karuan. Setiap detik terasa lambat, seakan-akan waktu enggan bergerak maju.

Aku melirik jam di pergelangan tangan. Pukul 6:55. Lima menit lagi. Siapa pun yang mengirim pesan itu pasti sudah dalam perjalanan. Pikiranku terus melayang, membayangkan skenario apa yang akan terjadi malam ini.

Lima menit terasa seperti selamanya. Hingga akhirnya, pintu kafe terbuka dan seorang pria dengan jaket kulit hitam masuk. Dia tampak familiar, meskipun aku tidak bisa langsung mengingat siapa dia. Matanya menatap lurus ke arahku, dan tanpa ragu, dia berjalan menuju mejaku. Setiap langkahnya terasa berat, seolah membawa rahasia besar di pundaknya.

"Kirana?" tanyanya, suaranya dalam tapi ramah.

Aku mengangguk perlahan, meskipun jantungku berdegup semakin cepat. "Iya, ini aku. Kamu siapa?"

Pria itu duduk di depanku dan membuka jaketnya, memperlihatkan kemeja putih di bawahnya. Dia menatapku serius sebelum akhirnya berkata, "Namaku Arman. Aku teman lama Dion."

Aku menyipitkan mata, mencoba mengingat apakah Dion pernah menyebut nama Arman sebelumnya, tetapi tak ada satu pun ingatan yang muncul. “Dion nggak pernah cerita soal kamu,” kataku jujur.

Arman tersenyum tipis, seakan sudah menduga reaksiku. "Ya, mungkin karena aku bagian dari masa lalu Dion yang dia tidak ingin kamu tahu."

“Jadi, kamu mau bicara tentang apa?” Aku bertanya langsung ke intinya. Aku tidak punya waktu untuk bermain teka-teki.

Arman menghela napas panjang sebelum akhirnya menjawab, “Kirana, selama ini Dion menyembunyikan banyak hal darimu. Bukan cuma soal ketidakmampuannya punya anak. Ada sesuatu yang lebih besar dari itu, dan kamu berhak tahu.”

Jantungku mulai berdegup lebih kencang. “Apa maksudmu?”

Arman melirik ke sekeliling kafe sebelum mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke arahku, seakan takut ada yang mendengar percakapan kami. "Dion... dia punya masalah finansial yang serius. Beberapa tahun lalu, dia terlibat dalam investasi ilegal. Uangnya habis, Kirana. Semua yang dia banggakan selama ini sebenarnya hancur."

Aku merasa dadaku sesak mendengar informasi itu. Investasi ilegal? Uang habis? Apa lagi yang Dion sembunyikan dariku selama ini? "Kenapa dia tidak pernah bilang apa-apa padaku?" suaraku terdengar serak, penuh dengan rasa sakit yang sudah lama terpendam.

Arman menggeleng. “Dia takut kamu meninggalkannya. Itu sebabnya dia terus meminta bantuan keluarganya, terutama ibunya. Dan ibunya... yah, dia memanfaatkannya untuk terus mengendalikan Dion dan, pada akhirnya, kamu.”

Aku tak bisa menahan air mataku lagi. Selama ini aku disalahkan, dianggap tak bisa memberikan keturunan, dihina, direndahkan oleh keluarga suamiku. Namun ternyata, semua kebohongan itu hanya untuk menutupi fakta bahwa Dion sudah gagal, baik sebagai suami maupun sebagai individu.

“Kamu harus pergi dari sana, Kirana,” lanjut Arman dengan nada serius. “Dion tidak akan pernah berubah selama dia masih di bawah kendali ibunya. Dan kalau kamu tetap di sana, kamu yang akan terus jadi korban.”

Aku menatap Arman, merasa tersesat dalam badai emosi yang begitu kuat. Dia benar. Selama ini aku sudah cukup sabar. Sudah cukup lama aku menelan semua hinaan, membiarkan diriku diperlakukan seperti boneka dalam pernikahan ini. Tapi sekarang, setelah semua kebohongan terungkap, apa yang harus kulakukan?

Sebelum aku bisa berkata apa-apa, Arman menatap ponselnya dan berdiri dengan cepat. "Aku harus pergi. Ada sesuatu yang penting harus kuselesaikan. Tapi tolong, pikirkan apa yang sudah kuberitahu padamu."

Saat Arman melangkah keluar kafe, aku tetap duduk diam, masih terhuyung-huyung oleh apa yang baru saja kudengar. Saat itulah, ponselku bergetar lagi.

Sebuah pesan baru muncul.

"Aku tahu kamu bertemu dengan Arman. Dia tidak menceritakan semuanya. Ada sesuatu yang lebih besar yang kamu belum tahu. Kita harus bicara."

Aku menatap pesan itu dengan rasa cemas yang tiba-tiba melanda. Siapa lagi yang tahu tentang Dion? Dan apa yang lebih besar dari semua kebohongan yang baru saja kuungkap?

1
Welsa Putri
dtggu lanjutannya
roserossie: Tunggu malam ini ya😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!