Wanita Janda Istri Sang Dokter

Di hari ke 4 setelah pernikahannya dengan Sesil, sesuai jadwalnya ia akan menginap di rumah Saras. Tampaknya hal ini membuat Saras terasa nyaman.

Fahmi hanya akan makan dan tidur, selebihnya untuk urusan ranjang sepertinya ia belum yakin melakukannya.

Demikian dengan Saras, ia berbakti terhadap suaminya dengan sesuai yang ia mampu lakukan. Mencuci baju, membuatkan kopi dan sarapan contohnya.

Dengan adanya sepeda motor baru, Saras bisa mengantar jemput Bagas ke sekolah. Berbelanja dan mengantarkan pesanan. Ya, semenjak Saras memiliki ponsel baru, ia mulai melanjutkan usahanya berbisnis nasi goreng on line dan alhamdulilah cepat lakunya. Fahmi tidak melarang bahkan mendukungnya dengan ikut mempromosikan via facebook.

Bagas sendiri juga mulai bersosialisasi dengan teman dan tetangga baru. Ia mulai rajin mengaji juga di mushola yang tidak jauh dari tempatnya. Ia ingat dengan janji yang ayah sambungnya katakan.

Tetangga Saras juga baik, sepertinya tidak ada yang julid terhadap statusnya sebagai istri sang dokter.

Sementara Joni masih sibuk dengan permainan nya di meja judi sampai ia lupa untuk mencari Saras. Beruntung sekali dia yang selalu menang dan membuatnya ketagihan untuk terus main.

Setengah bulan kemudian. Ketika Saras sedang menggoreng telur ia tampak ingin muntah dan mendadak merasa lelah. Fahmi melihatnya sedang berkeringat dingin dan pucat. Ia menawarkan Saras untuk periksa. Awalnya Saras menolak kenapa bukan suaminya sendiri yang memeriksa.

"Mbak Saras, aku ini dokter bedah. Beda nanti hasilnya jika yang memeriksa keadaanmu itu aku." dan tanpa menunggu lama ia pun mengantar Saras ke rumah sakit tempat ia bekerja. Beruntungnya Bagas berani ditinggal sendirian.

Berita heboh pun mulai menyebar bahwa ia telah memiliki dua istri. Fahmi bukannya merasa malu namun ia sudah ikhlas menerima memang seperti inilah faktanya.

"Dokter Fahmi, selamat, Anda sebentar lagi akan menjadi seorang ayah!" ujar dokter Lidia lalu mengabarkan keadaan dan usia kehamilan yang berusia 4 bulan. Dokter cantik itu lantas permisi untuk undur diri.

Fahmi membola kedua matanya tidak percaya, berita macam apa ini ? Jika Saras hamil, lalu itu anak siapa? Dia sendiri bahkan tidak pernah menyentuhnya.

Lalu Fahmi hendak menghampiri Saras yang masih berada di balik tirai. Saat akan menyibak tirai tersebut, Saras sudah muncul duluan. Wanita itu terlihat tertunduk malu. Ia sendiri juga bingung mengapa ia tidak menyadari jika dirinya telah hamil sebelum dinikahi oleh Fahmi.

Fahmi menatap serius ke arahnya. " Selamat, Mbak Saras hamil !"

Bagaimana bisa tidak terlihat bentuk perutnya jika ia hamil, yang jika diperhatikan secara seksama memang rada buncit.

Saras yang sedari tadi menyembunyikan tatapannya kini pun mendongak, bersiap menghadapi segala keburukan yang akan terjadi. "Mas Fahmi," gumamnya lirih. Ia sendiri merasa begitu kerdil dihadapan Fahmi. Melihat tatapannya yang menyorot tajam.

"Bagaimana bisa kamu hamil ? Aku yakin itu bukanlah anakku, karena kita tidak pernah melakukannya." tegas Fahmi yang memang benar ia tidak melakukan apa pun.

"Mas Fahmi benar. Kemungkinan aku hamil anak mantan suamiku dulu. Ia menceraikanku disaat aku belum menyadari kehamilanku." terang Saras jujur.

Menerima kenyataan jika dirinya akan menjadi ayah dari seorang janda yang terpaksa ia nikahi lantaran rasa kemanusiaan yang tinggi.

Sepanjang perjalanan, Fahmi sedikitpun tidak bertanya dan tentu saja itu membuat Saras kepikiran.

Begitu tiba di depan halaman rumah, Saras lekas turun tapi tidak dengan Fahmi. Fahmi tetap berada di jok kemudi lalu melajukan kembali mobilnya pulang ke rumahnya sendiri.

Ia seharusnya tidak perlu serius memikirkan kehamilan Saras, tapi entah mengapa, ia merasa sakit di dalam hatinya.

Saras sendiri langsung memasuki rumahnya setelah mobil Fahmi menghilang di tikungan. Ia bisa merasakan kalau suaminya yang sekarang sedang marah padanya. Sebenarnya waktu bersama Fahmi kurang sehari lagi.

Sedang selama Fahmi berada di rumah istri pertamanya, Sesil merasa geram dan memikirkan cara agar suaminya itu tidak kembali pada wanita janda itu. Ibu mertuanya datang, nampaknya wanita paruh baya itu sudah menjadi babu nya setelah di sogok dengan tas branded keluaran baru. Amira menerima pemberian Sesil beberapa hari yang lalu, dan sudah memamerkan pada teman arisannya.

"Sesil, ini mama bawakan cemilan kesukaan mu." Amira membawa nampan berisi beraneka macam kue.

Tentu saja Sesil merasa senang dengan pelayanan yang ibu mertuanya berikan.

Mereka terlibat percakapan serius.

"Kita tidak bisa diam terus seperti ini. Bagaimana kalau kita suruh si Saras untuk kembali ke rumah ini." saran Amira.

Sesil tampak tidak setuju, ia tidak mau mengotori matanya melihat mereka bersama apalagi serumah.

"Kita pinta dia untuk menjadi pembantu di rumah ini, tidak hanya membersihkan rumah tapi juga melayani kita. Aku yakin ini bukan suatu siksaan yang tidak akan membuat Fahmi curiga. Jika Saras lelah, maka dengan sendirinya ia akan sakit lama kelamaan tidak tahan dan meminta cerai dari Fahmi."

Sesil membayangkan perkataan ibu mertuanya itu yang sepertinya menarik. Sesil pun menyetujui saran Amira.

Fahmi datang dan tidak biasanya ia pulang kemari karena sedang dalam waktu bersama Saras.

Fahmi tidak menyahut ketika Sesil meminta penjelasan. Ia curiga jika Saras dan Fahmi bertengkar.

Keesokan harinya, Amira mendatangi Saras tanpa sepengetahuan Fahmi dan dengan wajah palsunya meminta Saras untuk kembali pulang tinggal serumah dengannya. Bujukan dan rayuan Amira berhasil menarik hatinya Saras.

"Saras, sebagai ibu mertua yang baik, aku akan menerima kamu sebagai bagian dari keluarga ini dan merestui hubungan mu dengan Fahmi."

Mendengar itu, Saras tampak berpikir sepertinya ibu mertuanya telah mendapatkan hidayah.

Saras sudah kembali ke rumah suaminya.

Selesai memindahkan semua baju ke lemari ia keluar kamar untuk membantu Bik Yem di dapur.

Amira sudah memberi kode pada Bik Yem agar tidak perlu repot - repot mengurus rumah karena akan ada orang baru yang akan menggantikan posisinya. Melihat Saras yang datang, bik Yem begitu senang.

"Non Saras kembali lagi ke sini?"

"Iya, Bik."

"Syukurlah, dengan adanya kamu di rumah ini, aku yakin den Fahmi tidak akan uring - uringan lagi dengan non Sesil." ujar Bik Yem.

"Loh, emang kenapa Bik?" Saras menjadi penasaran dan ingin mendengarnya.

"Yah, karena non Sesil tidak mau melihat den Fahmi pergi ke rumah kamu." sepertinya Bik Yem kecewa dengan keadaan Saras.

"Eh, sudah ya, bibi mau goreng ikan dulu." bik Yem berbalik menuju dapur.

"Eh, tunggu Bik! Aku akan membantumu." Saras setengah berlari mengejar Bik Yem yang terlihat buru - buru.

Saat semua ikan akan dimasukkan ke dalam wajan. Tercium bau tidak sedap di lubang hidung Saras.

Saras hendak mual ia pun segera berlari ke arah washtafel.

"Kamu kenapa Non Saras, kamu seperti seorang yang hamil."