Wanita Janda Istri Sang Dokter

Wanita Janda Istri Sang Dokter

Renterner Datang

"Sayang, kamu mau aku pilihkan yang mana?" tanya Sesil lembut, ia memegang dua jas hitam namun dengan jenis bahan yang berbeda. Ia kini dengan sang tunangan berada di butik memilih pakaian yang akan dikenakan saat pernikahan mereka dua minggu lagi. Ia sudah tidak sabar menunggu hari terpenting dalam hidupnya itu.

Tak sia - sia berpacaran lima tahun lamanya dengan seorang dokter muda kini impiannya untuk bersanding akan terwujud.

"Terserah kamu saja, aku yakin pilihan kamu selalu yang terbaik untukku." balas Fahmi tak banyak komentar. Ia tak begitu mengenal dunia fashion lantaran terlalu sibuk dengan para pasien di rumah sakit. Sedang waktu untuk bersama Sesil saja tinggal beberapa menit sudah berakhir karena ia harus kembali untuk melakukan operasi.

"Baiklah, aku pilih yang ini." Sesil menunjukkan jas di tangan kanannya.

Sesil sudah memilih gaunnya tadi dan sesuai arahan sang tunangan tentunya. Gaun putih sudah siap dipesan dan membuat gadis itu tersenyum sepanjang perjalanan pulang.

"Baiklah Sesil, aku kembali kerja dulu. Kamu tidak apa kan aku turun kan di sini?" Fahmi menghentikan mobilnya di muka gerbang rumah milik keluarga Setyo.

Diantar saja Sesil sudah sangat bahagia, karena jarang dan bahkan sangat sulit untuk mengajak Fahmi keluar.

Keluarga Setyo adalah orang berpengaruh, salah satu donatur terbesar yang mendanai tempatnya bekerja.

Selesai mengantar Sesil pulang, Fahmi lansung balik ke rumah sakit. Pasiennya kali ini adalah seorang pria paruh baya pensiunan tentara yang mengalami kelainan jantung dan sudah melakukan pemeriksaan lanjut.

Operasi akan berlangsung selama kurang lebih 4 sampai 5 jam lamanya. Meski itu waktu yang lama tapi sudah menjadi hal yang biasa bagi pemuda yang lahir 30 tahun lalu.

...****************...

Sementara itu di sebuah kontrakan kecil terdengar suara gaduh yang menghebohkan warga sekitarnya. Meski belum teramat malam, tapi tampaknya warga sekitar sudah pada menutup pintu rumah mereka.

Pintu digedor dari luar beberapa kali oleh penagih hutang.

"Cepat keluar ! Kalau tidak, aku bakar rumah ini !" teriaknya mengancam dengan penuh penekanan.

Seorang wanita dengan kerudung lusuh tampak membukakan pintu perlahan. Pintu itu terbuka lebar hingga memperlihatkan dengan jelas penghuni kontrakan.

Atasan kemeja abu - abu dengan setelan rok hitam plisket menunjukkan kesederhanaan wanita berhijab lusuh. Dan dengan seorang pria kecil yang merasa ketakutan bersembunyi di balik tubuh sang bunda. Dengan suaranya yang lembut, ia mengiba.

"Tuan, penjualan ku kemarin tak seberapa yang aku dapatkan. Cukup untuk membeli beras dan bumbu masak. Tak bisakah kau memberi waktu lagi padaku?"

"Dasar janda miskin ! Rugi besar jika aku tak mendapatkan apa pun darimu saat ini juga." umpat sang penagih hutang kesal lalu melirik dua bodyguard yang berdiri di sampingnya.

Dua orang bertubuh kekar lagi sangar itu pun langsung masuk ke dalam rumah meski sang empunya berusaha menghalangi jalan mereka.

Tampak sebuah tv kecil menyita perhatian mereka. Dan tak ada barang berharga lainnya selain kompor dan penanak nasi. Pria kecil yang tak lain anak sang wanita berusaha merebut tv sebagai salah satu hiburannya namun kalah tenaga dan justru tubuhnya terjungkal akibat tendangan pria itu.

Wanita bernama Saras memekik lalu menghambur ke arah sang buah hati untuk melihat keadaanya.

"Bagas, kamu nggak apa - apa kan, Sayang?" tanya nya penuh kekhawatiran.

Bagas meringkuk di pelukan sang bunda sambil menangis. Sudah pasti ia merasakan sakit tapi tak berani menyampaikan. Ia teramat kasihan pada wanita yang menjadi orang tua tunggalnya jika melihat dirinya sakit.

"Aku nggak apa-apa, Bunda." paksanya bohong.

"Hanya ini Bos, barang berharga di rumah ini." tunjuk pria kekar itu pada atasannya.

"Ck, tv rongsokan. Sudah bawa saja. Itu kompor, angkat!" titah sang bos.

Saras segera beranjak dan menghalangi penagih hutang membawa benda berharganya. Tanpa kompor ia tidak bisa melangsungkan bisnis menjual nasi goreng yang sudah ia geluti hampir 3 bulan ini.

"Ku mohon, jangan bawa kompor ini !" Saras sekuat tenaga menarik kompor itu dari tangan bodyguard. Terjadilah tarik menarik diantara keduanya.

Bodyguard yang lain berusaha menarik tubuh Saras. Saras meronta minta tolong namun tak ada warga yang berani datang meski mereka tahu dan mendengar kegaduhan itu. Warga seolah tuli. Mereka mencari aman untuk diri mereka sendiri. Tak mau berurusan dengan Pak Bordir sang renternir. Orang itu sudah lama ditakuti. Tapi tidak berpengaruh pada Joni sang mantan suami.

Joni terlilit hutang karena mengikuti judi sabung ayam dan judi lainnya. Ia tak perduli dengan kehidupan anak dan istrinya. Jika Joni menang judi, lantas ia pergi bersenang - senang dengan para Gundik.

Dan perceraian pun resmi tapi Saras tetap menerima imbasnya. Sang penagih hutang tak segan memberi ampun dan terus saja menindas.

Meski Joni di dalam bui pun, hidup Saras tak kunjung tenang juga.

Saras kalah tenaga dan terjerembab.

Pak Bordir beruntungnya masih punya hati. Ia juga berpikir untuk apa dirinya membawa kompor butut itu. Ia memberi kode untuk segera pergi.

"Awas saja kamu, jika satu minggu ini tak melunasi hutang 600 ribu aku pasti kan kamu dan anak kamu menjadi gelandangan !" tegasnya sebelum pergi.

Saras menangisi nasibnya yang begitu miris. Tapi demi sang putra ia tetap bertahan untuk tidak menyerah.

"Bunda ...." rengek Bagas menghampiri ibunya.

"Sudah, jangan nangis lagi, kita harus kuat dan tidak perlu takut. Ada Allah yang selalu bersama kita." hibur Saras lalu menyeka air mata pria berusia genap 7 tahun itu.

"Jika Allah ada, lalu mengapa tak menolong kita saat kita sulit?" tukas bocah yang masih polos pemikirannya.

Saras membenahi posisi duduknya lalu memangku Bagas. Lalu ia pun memberikan petuah yang akan membuat pria kecil itu mengerti.

"Allah itu Maha Penyayang dan rasa sayangnya tak terbilang. Seperti pada saat ini kita masih diberi kesempatan untuk hidup. Allah itu Maha Pengasih dan tak pernah pilih kasih. Seperti kita contoh nya, kita masih di beri tempat tinggal yang aman, bayangkan jika kita terlahir di Palestina sana, banyak korban yang mati karena serangan tembak dan rudal. Allah yang Maha Tahu tanpa kita beri tahu tentang kesulitan kita. Dan semua pasti ada saat yang bahagia setelah kita mengalami banyak kesulitan dan rintangan."

Lalu Saras membacakan potongan Al Quran surah Al Insyirah ayat 5 sampai 6.

"Yang artinya, maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

Bagas mengerti lalu ia mengukir senyum. Saras tak henti memeluk dan menghujani putranya dengan ciuman.

"Bersabarlah Nak!"

Lalu Saras bangkit untuk merapikan perabotan yang berantakan akibat ulah anak buah Bordir tadi. Bagas dengan cekatan membantu ibunya.

"Bagas bantu ya Bunda, agar cepat selesai dan bisa pergi tidur."

"Bagas sudah mengerjakan PR?" sesibuk apa pun Saras, tak pernah ia melupakan tugas utama sang anak.

"Sudah dong Bunda!"

"Anak hebat!"

Terpopuler

Comments

muna aprilia

muna aprilia

lnjut

2024-06-20

0

🌻⃟M€nTa_Ry🌞⃠

🌻⃟M€nTa_Ry🌞⃠

Awal babnya udh sedih

2024-06-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!