Menjadi sebatang kara membuat Celina terpaksa menjual diri demi kelangsungan hidupnya. Walaupun seringkali disiksa pelanggan, dia tetap bertahan karena hanya itulah satu-satunya pekerjaan yang dikuasainya.
Perkenalannya dengan Yusuf memberi warna baru dalam hidup Celine. Lelaki itu selalu mengobatinya ketika ia dilukai oleh pelanggan.
Benih cinta pun mulai mekar dalam hati keduanya. Namun, rasa rendah diri dan kotor membuat Celina terpaksa menolak cinta Yusuf.
Akankah kebahagiaan yang telah dilepaskan kembali menjadi miliknya, sedangkan sang pujaan hati telah dimiliki orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Satu
"Suaminya Dira itu adalah ayah dari bayi yang kamu kandung?" tanya Bu Bidan dengan suara gemetar.
Ibu bidan bisa membayangkan betapa sakit hatinya Celina saat ini. Orang yang telah menanam benih di rahimnya begitu mudah melupakan dirinya sedangkan dia masih berjuang untuk meneruskan hidup.
Celina hanya menjawab dengan anggukan kepala. Untuk bersuara saja rasanya tak mampu. Entah sedih atau kecewa yang dia rasakan saat ini.
Bu Bidan kembali memeluk tubuh Celina. Dia tak tahu harus bicara apa. Penghiburan macam apa pun yang dia berikan akan tetap sama. Wanita itu pasti sangat kecewa dengan kenyataan saat ini.
"Bu, aku harus bagaimana? Untuk tetap berada di sini aku takut tak sanggup. Pergi pun dari sini, aku yakin akan tetap merasakan kesedihan itu. Ternyata memang benar yang pernah orang-orang katakan, jangan pernah berharap pada manusia, karena kita akan menemukan kekecewaan," ucap Celina dengan terisak.
"Ibu bisa merasakan sakit yang kamu rasakan saat ini. Namun, Ibu mohon, tetaplah di sini. Jika kamu tak sanggup melihat Yusuf dan istrinya, kamu boleh berhenti. Nanti biar ibu yang katakan pada Dira. Tapi sekali ibu katakan, jangan pernah kembali ke kota apa lagi ke tempat kamu dulu, sesakit apa pun hatimu saat ini," ucap Ibu Bidan.
Celina tidak bisa menjawab apa yang diucapkan Bu Bidan. Dia masih memikirkan untuk tetap bertahan di desa ini. Hingga sore barulah dia kembali ke rumahnya. Setelah puas bercerita semua yang dia rasakan saat ini.
Dengan perasaan yang masih terluka, Celina akhirnya memutuskan pulang ke rumah. Seperti biasa, Bu Bidan memberikan makanan buat di bawa pulang.
Tidak ada yang baik-baik saja melihat orang yang dia cintai bersanding dengan wanita yang lain. Bukan hanya berat rasanya, rasanya seperti kutukan yang terus menghantui dan melemahkan seluruh hari-hari. Tapi mau gimana lagi, itu yang dia pilih. Dan tugasku menghargai keputusannya dan seharusnya turut bahagia untuk kehidupan barunya. Aku hanya perlu yakin waktu akan menemaniku sembuh. Dan aku yakin jika Tuhan lebih tahu siapa yang terbaik untukku.
Sampai di rumahnya, Celina memikirkan ucapan Bu Bidan. Apakah dia akan tetap di desa atau pergi jauh.
***
Tiga hari telah berlalu, Dira makin kuatir dengan keadaan Celina karena tak masuk kerja juga. Apa lagi Pak Karno mengatakan mengantar Celina ke rumah Bu Bidan.
"Apakah Lili masih sakit? Sakit apa dia?" Pertanyaan itu selalu bermain di pikirannya.
Akhirnya Dira memutuskan untuk mendatangi rumah Celina. Di antar Pak Karno dia menuju ke rumah wanita itu sekitar jam sepuluh pagi.
Sampai di halaman rumah Celina, dia lalu mengetuk rumahnya. Tak berapa lama terdengar suara langkah kaki mendekat.
Celina membuka pintu. Saat melihat siapa yang datang, wanita itu sangat terkejut. Dia mencoba tersenyum.
"Mbak Dira, silakan masuk!" seru Celina mempersilakan masuk.
Saat masuk Dira memperhatikan rumah kontrakan wanita itu yang sangat sederhana, tapi terlihat sangat rapi. Setelah mempersilakan Dira duduk, Celina lalu pamit ke belakang. Membuatkan air minum.
"Silakan di minum, Mbak," ucap Celina dengan gugup. Memandangi Dira, wanita itu langsung terbayang wajah Yusuf.
"Kamu masih sakit, Li?" tanya Dira.
"Kepalaku sekarang sering pusing, Mbak. Maaf karena sudah beberapa hari aku tak datang. Aku tak tau kapan bisa masuk lagi," jawab Celina dengan nada sedikit menyesal.
"Apa semua ini karena kehamilan kamu?" tanya Dira lagi.
"Mungkin, Mbak. Kehamilanku masih di trimester pertama sehingga masih banyak butuh penyesuaian pada diri. Masih ada ngidam," jawab Celina lagi.
Celina menarik napas. Tak dipungkiri melihat Dira, dia langsung membayangkan cara Yusuf memperlakukan wanita itu yang penuh dengan kelembutan.
Dira memang sedikit berbohong dengan Celina, mengatakan jika Yusuf mencintainya dan memperlakukan dirinya dengan sangat romantis.
"Kalau begitu, kamu istirahat saja dulu, Li. Setelah kamu merasa siap dan sanggup lagi bekerja, kamu bisa datang kapanpun. Walau kita baru kenalan, tapi aku merasa sangat cocok denganmu. Aku ingin kamu tetap bekerja, kamu itu sebagai tempat aku berbagi cerita. Atau kamu bosan mendengar aku cerita tentang suamiku?" tanya Dira di akhir ucapannya.
"Bukan, Mbak. Aku senang bisa jadi teman ceritanya Mbak. Tapi untuk saat ini, aku belum bisa masuk kerja lagi. Entah sampai kapan," jawab Celina lagi.
"Tak apa, Li. Kamu istirahat saja dulu. Kapan pun kamu ingin bekerja lagi, aku akan siap menerima lagi. Ini gajimu tiga minggu bekerja di rumahku. Maaf jika ada kataku yang salah," ucap Dira. Dia lalu menyodorkan amplop ke hadapan Celina.
"Mbak tak perlu minta maaf. Mbak tak ada salah. Justru aku yang mau minta maaf karena tak bisa membantu Mbak lagi. Maaf jika ada kata-kata dan tindakanku yang membuat Mbak kurang suka," ucap Celina.
Dia lalu menyalami wanita itu. Bagaimana dia bisa bertahan di rumah Dira, jika itu akan membuat luka hatinya makin melebar saat melihat foto pernikahan mereka.
"Mbak, aku rasa pemberian Mbak selama aku bekerja, sudah sangat banyak. Ambil saja uang ini, Mbak," ucap Celina dan memberikan amplop itu lagi kehadapan Dira.
Dira tak mau menerima lagi, karena baginya itu adalah hak wanita itu. Dia bahkan membawa banyak makanan. Celina menangis melihat kebaikan wanita itu. Bagaimana mungkin dia bertahan di rumahnya, takut akan menjadi duri dalam rumah tangga mereka.
Dira pamit setelah Celina mau menerima uang gajinya. Dia mengatakan akan ke rumah mertuanya. Wanita masih sempat mengatakan bagaimana baiknya sang ibu mertua.
"Semoga kamu cepat sembuh, dan kembali dengan suamimu jika dia memang orang baik seperti yang kamu katakan. Dan aku doakan ibu mertua kamu bisa menerima kamu seperti mertuaku. Ibunya suaminya sangat baik dan sayang denganku. Suatu saat aku kenalkan denganmu, begitu juga suamiku. Aku pasti akan memperkenalkan mereka suatu hari nanti," ucap Dira.
"Semoga Mbak Dira juga selalu bahagia. Terima kasih atas semua kebaikan Mbak selama ini," balas Celina.
Celina mengantar hingga masuk mobil. Dia melihat kepergian Dira hingga mobilnya hilang dari pandangan.
Mulai hari ini aku akan belajar melupakan seseorang yang sengaja melupakanku. Aku akan belajar memaafkan semua orang yang sengaja menyakitiku. Dan aku akan belajar menjadi yang terbaik untuk orang yang aku sayangi. Akan tetapi, satu yang bisa aku pelajari yaitu, harus belajar tersenyum di saat orang yang aku sayangi menyayangi orang lain.