~Jingga melambangkan keindahan dan kesempurnaan tanpa celah ~
Cerita ini mengisahkan tentang kehidupan cinta Jingga. Seorang yang rela menjadi pengantin pengganti untuk majikannya, yang menghilang saat acara sakral. Ia memasuki gerbang pernikahan tanpa membawa cinta ataupun berharap di cintai.
Jingga menerima pernikahan ini, tanpa di beri kesempatan untuk memberikan jawaban, atas penolakan atau penerimaannya.
Beberapa saat setelah pernikahan, Jingga sudah di hadapkan dengan sikap kasar dan dingin suaminya, yang secara terang-terangan menolak kehadirannya.
"Jangan harap kamu bisa bahagia, akan aku pastikan kamu menderita sepanjang mejalani pernikahan ini"~ Fajar.
Akankah Jingga nan indah, mampu menjemput dinginnya sang Fajar? layaknya ombak yang berguling, menari-nari menjemput pasir putih di tepi pantai.
Temukan jawabannya hanya di kisah Jingga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rengganis Fitriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menghadiri Pesta
Fajar hanya mengucapkan satu kata untuk penampilan baru Jingga. Namun dalam hatinya ia begitu kagum dengan penampilan baru istrinya, hingga membuat ia kesusahan menelan Slavinanya sendiri. Hatinya merasa sedikit berdebar untuk yang pertama kali kala melihat Jingga.
Namun rasa gengsinya yang terlalu tinggi, membuat Fajar tak ingin memuji Jingga yang terlihat sesuai dengan ekspektasinya malam ini.
“Biasa saja, tak ada yang menarik!”.
“Halah ye jadi orang tidak jujur, bilang saja kalau cantik begindong, tuh lihat mata kamuh saja tidak bisa berpaling menatap wajahnya”, sindir Bianca dengan memukul lengan Fajar menggunakan majalah, ia kemudian pergi meninggalkan Fajar dan Jingga dalam kamar.
.
.
.
.
Tok..tok... suara ketukan pintu dari luar ruangan memutus kontak mata keduanya.
“Tuan muda, sudah di tunggu di bawah, mobil sudah siap”.
Fajar beranjak memakai jas yang sejak tadi ia letakkan di tepi ranjang, potongan rambut under cut dengan polesan pomade membuat wajah tampannya semakin segar. Ditambah dengan sentuhan parfum yang harumnya menyerbak, mampu memabukkan kaum hawa yang menciumnya.
Fajar berjalan keluar kamar tanpa mengucapkan satu katapun, sementara Jingga mengekor di belakangnya tanpa di beri aba-aba. Langkah Fajar terhenti di ujung lorong kamarnya, ia menekuk lengan kirinya tepat di samping pinggang.
“Cepat!”, ucap Fajar dengan dingin dan lirih tanpa ekspresi.
Menyadari perintah dari sang suami, kini Jingga segera melingkarkan tangannya di lengan Fajar. Mereka berdua melanjutkan langkahnya menuruni anak tangga menuju lantai dasar.
Pak Angga dan Bu Nadin yang melihat pemandangan langka tersebut kompak tersenyum hangat. Mereka berdua turut bergandengan tangan dengan saling menatap dan melempar senyum.
“Fajar, ingat pesan Papa, perlakukan dengan baik istrimu di sana nanti. Ini bukan hanya tentang menghadiri pesta pernikahan. Ini bisa menjadi ladang bisnis usaha kita untuk semakin maju dan berkembang”.
***
Kini keduanya sudah berada dalam satu mobil yang sama, ia duduk canggung di sebelah Fajar. Suaminya itu sama sekali tidak memberikan tanggapan tentang penampilan barunya yang sedikit berbeda.
“Percuma saja, tampil cantik”. desis Jingga dalam hatinya.
“Ah tunggu, kenapa aku harus kesal? Memang siapa aku? hingga seorang Fajar Dirgantara harus memuji penampilanku?”, ia meremas tangannya yang sedang memegang tisu.
Meskipun ada rasa kesal yang mendera di hatinya, namun ia kembali tersadar jika posisinya hanya sebagai istri yang tak di anggap keberadaannya.
Roda mobil perlahan mulai berjalan, meninggalkan rumah utama Pak Angga menuju kawasan hotel tempat di gelarnya acara resepsi pernikahan. Tiga puluh menit menempuh perjalanan, namun suasana di dalam mobil begitu sepi dan mencekam. Fajar dan dirinya sama sekali enggan untuk memulai bicara.
Hening.
Hanya deru suara halus mesin mobil yang ada, tak ada musik yang di putar, tak ada obrolan yang tercipta sekalipun itu dengan sopirnya.
Hingga sesaat kemudian Jingga di buat terperangah, ketika tangan Fajar mengulurkan satu kotak warna merah kecil di pangkuannya. Ia reflek menoleh ke arah Fajar, mata mereka saling terkunci untuk beberapa saat.
“Pakai!”. Serunya dengan dingin dan kembali menatap padatnya jalanan malam.
“Tapi ini apa?”.
Diam, Fajar enggan menjawab pertanyaan istrinya.
Naluri jingga bergerak, ia membuka kotak kecil warna merah tersebut. Tangannya saling beradu dengan pelan dan hati-hati ketika membukanya. Tak bisa di pungkiri hatinya berdebar membayangkan isi dari kotak itu.
Matanya membulat sempurna kala mendapati isi kotak kecil warna merah, sebuah cincin berlian dengan desain yang simpel namun sangat elegan, sesuai dengan karakter dan kepribadian Jingga.
Jingga menoleh menatap Fajar, dengan mulut yang masih menganga tak percaya.
Sementara Fajar, ia masih duduk diam dengan menyilangkan kakinya, tangannya bersendekap di dada dengan pandangan mata menatap ke depan.
“Tuan, ini apa?”, cicitnya dengan lemah lembut mulai bersuara.
“Sudah ku katakan pakai itu!”, jawabnya dengan dingin dan tak menoleh sedikitpun ke arah istrinya.
“Tapi Tuan, ini....”, Jingga menjeda ucapannya sejenak.
“Kenapa kamu tidak suka?!”.
“Bukan, bukan seperti itu, ini terlalu mahal dan indah, apa pantas saya menggunakannya?”, Jingga kembali menatap Fajar dari samping, dengan tangan yang masih memegang sebuah cincin berlian.
“Aku bilang pakai!”.
“Baiklah Tuam, akan aku pakai, terimakasih”.
Kini Jingga mulai memasukan cincin tersebut ke salah satu jemarinya, ia mencoba beberapa kali namun sayangnya cincin itu lepas seperti kebesaran. Jingga mengerutkan keningnya dan bingung.
Mata Fajar sedikit terganggu dengan pemandangan yang ada di sampingnya, tangannya terulur menyentuh jari-jari Jingga, kini ia mengambil cincin tersebut dan memasangkan di jari manis tangan kirinya.
Dan...
Ukurannya pas, tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, cincin itu terpasang sempurna di jari manis Jingga.
“Coba saja ia slalu bersikap lembut seperti ini”, hati Jingga meleleh mendapat perlakuan seperti itu, maklum ini pertama kali Jingga mengenal dan dekat dengan seorang lelaki.
“Aduh ngarep sekali sih upik abu ini”, desisnya kembali kala Fajar, kembali menatap jalanan malam yang padat.
“Tersenyumlah nanti ketika berada dalam pesta, bersikaplah layaknya kamu sebagai nyonya Fajar Dirgantara”, ujarnya dengan dingin yang membuyarkan lamunan Jingga.
.
.
.
.
“Fajar Dirgantara, lama sekali kita tidak bertemu”, sapa salah satu pria paruh baya ketika Jingga dan Fajar baru saja memasuki area pesta.
“Pak Wirawan, apa kabar?”, Fajar mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, dengan laki-laki yang menyapanya.
“Baik, kabarku sangat baik, menurut kabar yang beredar Fajar Dirgantara sudah menikah? Mohon maaf tidak bisa hadir dalam acara pernikahanmu, aku sedang dalam perjalanan bisnis ke Brunai”.
“Ini...”. Pak Wirawan melirik sekilas wanita yang ada di sebelah Fajar.
Reflek membuat Jingga tersentak dan merasa gugup, ini pertama kalinya ia datang dalam acara besar dan mewah seperti ini.
Tangan Fajar terulur meraih pinggangnya. “Dia istriku, Jingga”. Suatu kalimat keramat, yang pertama kali Fajar katakan pada orang, menyebut Jingga sebagi istrinya.
“Wah cantik sekali istrimu, kalian begitu sangat serasi. Satu tampan yang satu cantik bak bidadari, aku tidak bisa membayangkan bagaimana nanti pesona anak yang akan kalian dapat dengan kolaborasi wajah yang sempurna seperti ini”. Puji Pak Wirawan pada Jingga dan fajar.
Fajar hanya tersenyum tipis menanggapi pujian itu, sementara Jingga ia tersenyum kecut, mengingat fakta yang ada, bahwa Fajar tak menginginkan kehadirannya.
Kini keduanya berjalan memasuki gedung acara dengan bergandengan tangan, rasa gugup semakin mendera kala Fajar mulai menyapa beberapa rekan kerjanya yang berbeda kasta dengannya.
Menurut Jingga acara ini tidak ada yang istimewa, meskipun di balut dengan kemewahan. Jingga yang mengikuti Fajar menyapa rekan-rekan bisnisnya hanya diam saja, ia menebar senyum sepanjang acara hingga membuat tulang pipinya terasa begitu ngilu tak terhingga.
“Aku lapar!”, teriaknya dalam hati, kala merasakan perut kecilnya berkali-kali berbunyi meminta haknya untuk lekas di isi.
.
.
.
Jangan lupa like, komen dan subscribe ya taman-teman 😊