"Sekarang tugasku sudah selesai sebagai istri tumbalmu, maka talaklah diriku, bebaskanlah saya. Dan semoga Om Edward bahagia selalu dengan mbak Kiren," begitu tenang Ghina berucap.
"Sampai kapan pun, saya tidak akan menceraikan kamu. Ghina Farahditya tetap istri saya sampai kapanpun!" teriak Edward, tubuh pria itu sudah di tahan oleh ajudan papanya, agar tidak mendekati Ghina.
Kepergian Ghina, ternyata membawa kehancuran buat Edward. Begitu terpukul dan menyesal telah menyakiti gadis yang selama ini telah di cintainya, namun tak pernah di sadari oleh hatinya sendiri.
Apa yang akan dilakukan Edward untuk mengambil hati istrinya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dicariin ...
"Begini non, nanti saya bilang sama security kalau Rika saudara saya mau jenguk. Nanti non Ghina bisa ketemu di paviliun belakang."
“Ide cemerlang nih mbak, tapi saya kan gak tahu paviliunnya ada di mana.” bibir Ghina mengerucut.
“Saya antar non dulu ke paviliun, baru jemput teman non, gimana?”
“Oke Mbak!”
Ghina mengikuti langkah kaki Ria menuju tempat tinggal para pelayan yang berada di paviliun. Sesekali matanya tampak terpesona dengan ke mewahan mansion Edward.
Selepas Ria mengantar Ghina ke paviliun, Ria bergegas menjemput Rika teman Ghina yang sudah menunggu di luar gerbang mansion.
Setelah drama kecil antara Ria dan security mansion Edward, akhirnya Rika bisa masuk ke mansion Edward.
Ria dan Rika berjalan menuju paviliun melalui taman samping, tidak masuk lewat pintu utama. Jadi selamat dari pengawal yang ada di depan pintu utama.
Ini mansion atau istana, gila bener nih pasti kaya banget calon suami Ghina, batin Rika.
“Ghina ...!” seru Rika langsung memeluk sohibnya.
“Rika.” Ghina ikut membalas pelukan Rika.
“Muka loe kok pucat begini, loe sakit Ghin?”
“Abis pingsan gue tadi pagi,” jawab santai Ghina. Lalu mengajak Rika untuk duduk.
“Non, saya tunggu diluar ya, sekalian jaga-jaga.”
“Makasih ya Mbak.”
“Loe kok bisa pingsan?”
“Kelamaan berendam di bathub.”
“Aje gile gara-gara kelamaan berendam bisa pingsan, jangan-jangan lo sengaja udah bosen hidup."
“Amit-amit jabang bayi, kalau ngomong sekate-kate Rik. Gue masih sayang ama nyawa gue!”
“Syukurlah kalau begitu.”
“Nih barang-barang loe yang ke tinggalan.” Rika menyodorkan tas kecil yang dibawanya.
Ghina terlihat menghela napas setelah memeriksa ponselnya.
“Ghina ... loe baik-baik ajakan?” Rika menepuk bahu Ghina yang tiba-tiba tampak murung.
“Gue 2 hari lagi ada job di butik Tante Feby. Tapi gimana cara keluar dari mansion ini. Sedangkan job ini lumayan buat tambah tabungan gue.”
“Ghin, jangan di pikirin dulu. Masih ada waktu kan. Nanti kita sama-sama cari solusinya.”
Sesaat Ghina terlihat termenung, kenapa jadi terkurung di mansion Edward, dan tidak leluasa untuk bergerak.
Baru beberapa menit ...
“Non Ghina, sebaiknya cepat-cepat balik ke kamar. Pengawal tuan besar lagi cari-cari non,” pinta Ria yang tiba-tiba masuk dengan wajah pucat.
"Baru sebentar gue keluar dari kamar, belum juga ngobrol panjang lebar. Udah pakai di cariin aja," gerutu Ghina.
“Rika, gue makasih banyak udah dianterin barang gue. Nanti kita kabar kabari via telepon,” ucap Ghina sambil memeluk temannya.
“Apapun yang lo butuhkan, gue bantu loe selama gue mampu ya,” sambil mengelus punggung Ghina, memberikan kekuatan.
“Thanks Rika, mbak Ria nanti tolong antar teman saya ya ke depan. Biar saya kembali ke kamar sendiri.”
“Baik Non.”
Ghina meninggalkan mereka berdua di ruang tamu paviliun. Tidak ada rasa buru buru untuk kembali ke kamarnya, kalau boleh memilih kakinya ingin keluar dari mansion Edward.
“Non Ghina, dari mana?" salah satu pengawal Edward bernapas lega, saat melihat Ghina berjalan di sekitar kolam renang. Dia tidak menjawabnya, dan tidak perlu di jawab pikirnya, lagi pula dia masih berada di area mansion Edward.
Terserah gue mau ke mana kek, toh ini kaki gue, kesal batin Ghina.
Pengawal tersebut mengikuti langkah Ghina dari belakang.
PRANG ...!!
PRANG ...!!
Segala pajangan keramik, vas bunga sudah pecah tak berbentuk lagi di lantai.
“Kalian semua jaga bocah kecil saja tidak becus!!” suara bariton Edward menggelegar di ruang tengah. Para beberapa pengawal hanya menundukkan kepalanya.
Ghina yang melewati ruang tengah, tidak peduli melihat Edward yang memarahi pengawalnya.
Sorot mata Edward yang melihat Ghina lewat ditambah salah satu tangan Ghina membawa tas kecil, tampak seperti serigala melihat mangsanya.
“Dari mana kamu?” Edward mencekal tangan Ghina.
Tidak menjawab lagi, Ghina hanya menatap wajah Edward.
“Kamu mau kabur lagi!” cekalan Edward semakin kuat.
“JAWAB!!” bentak Edward.
Oooh seperti ini wajah sesungguhnya Om Edward, terima kasih ya Allah telah membukakan mataku ...
Tidak dijawab juga oleh Ghina, Edward menarik paksa tangan Ghina menuju kamar tamu yang di tempatinya.
BUGH!!
Edward menghempaskan tubuh Ghina dengan kasarnya ke atas ranjang.
“Kalau kamu kembali coba kabur dari mansion ini. Kamu akan terima hukumannya!” titah Edward, sambil mencoba menurunkan emosinya.
Entah kemana begitu emosinya saya ketika tahu Ghina tidak ada di kamar, berulang kali ingin kabur, seharusnya dia jadi bocah yang penurut.
Ghina memalingkan wajahnya, percuma jika dia menjawab, pasti akan salah.
Dengan wajah kesalnya Edward keluar dari kamar Ghina.
Sepertinya gue harus keluar dari mansion ini! Udah kayak masuk kandang singa. Selama ini Opa tahukah kelakuan anaknya gak sih!!
🌹🌹
Ditatapnya langit-langit kamarnya, perlahan-lahan Ghina memejamkan matanya. Sambil memikirkan ide untuk bisa keluar dari mansion Edward.
“Errrgh ... kok tiba-tiba otak gue buntu ya!” Ghina bangun dari ranjangnya, dan mengeluarkan isi tasnya. Dilihat dekat televisi ada speaker, dia langsung mengganti bajunya.
“Mending olah raga dulu deh.” Ghina sudah menggunakan celana ketat hitam ¾ ditambah baju hitam ketatnya. Ghina langsung menyetel music dari ponselnya ke speaker.
“Lets workout!” Ghina tersenyum sendiri.
Music India menggema di kamar tamu, sengaja suaranya di besarkan.
🎶🎶🎶🎶
Jo Teri Khaatir Tadpe Pehle Se Hi Kya Usse Tadpana
Untuk apa menyiksa seseorang yang sudah merindukanmu?
O Zaalima, O Zaalima
Wahai seorang yang kejam
Jo Tere Ishq Mein Behka Pehle Se Hi Kya Usse Behkana
Untuk apa memabukkan seseorang yang sudah terlena dalam cintamu?
O Zaalima, O Zaalima
Wahai seorang yang kejam.
Liuk tubuh Ghina tampak gemulai menari tarian india menyesuaikan hentakan iramanya.
Kaki dan tangannya seolah-olah membaca perasaan lagu tersebut. Mimik wajah Ghina terlihat sedih.
Edward yang tak sengaja mendengar suara kencang di kamar tamu, langsung menghampiri kamar tamu dan membuka pintunya.
Netra Edward terkesima melihat liukkan tubuh Ghina di tambah pakaian yang dikenakan terlihat press body.
Susah payah Edward menelan salivanya, tergodakah? atau membangkitkan sesuatu?
Edward hanya berdiri di pintu kamar tanpa bersuara, sedangkan Ghina tidak tahu kehadiran Edward. Ghina masih menikmati tariannya.
2 lagu sudah Ghina menari, setelahnya tubuhnya roboh dilantai. Edward yang masih setia berdiri di depan pintu kamar menonton Ghina menari. Langsung masuk ke kamar Ghina.
“Ghina ...!” Edward mematikan speaker, lalu mengangkat tubuh Ghina ke ranjang.
Wajah dan tubuh Ghina sudah banjir dengan keringatnya, Edward menepuk pipi Ghina biar cepat sadar.
“Ghina ...!” panggil Edward sambil menepuk pipinya.
“Ria tolong bawa minyak angin, dan teh manis ke kamar tamu, sekarang juga!” titah Edward lewat interkom yang berada dikamar.
Sambil menunggu Ria datang, Edward mengambil handuk kecil dari kamar mandi. Dan melap wajah Ghina dari keringatnya.
“Tuan Besar ini minyak angin dan tehnya,” ujar Ria dari pintu dengan membawa nampan di tangannya.
“Astaga Non Ghina.” Ria buru-buru mendekati ranjang, melihat Ghina tidak sadarkan diri lagi.
“Mana minyak anginnya?” Edward bertanya sambil mengulurkan salah satu tangannya.
Ria langsung memberikannya ke Edward. Edward langsung mengoleskan ke hidung Ghina, kening dan belakang telinga. Lalu membalurkan ke perut Ghina.
“Perlu panggil dokter lagi gak Tuan?” tanya Ria.
“Kita tunggu dulu sebentar.”
Ria menganggukkan kepalanya “biar saya saja tuan yang memijat tangan Non Ghina,” pinta Ria.
bersambung ...