Aira harus memilih di antara dua pilihan yang sangat berat. Di mana dia harus menikah dengan pria yang menjadi musuhnya, tapi sudah memiliki dirinya seutuhnya saat malam tidak dia sangka itu.
Atau dia harus menunggu sang calon suami yang terbaring koma saat akan menuju tempat pernikahan mereka. Kekasih yang sangat dia cintai, tapi ternyata memiliki masa lalu yang tidak dia sangka. Sang calon suami yang sudah memiliki anak dari hubungan terlarang dengan mantannya dulu.
"Kamu adalah milikku, Aira, kamu mau ataupun tidak mau. Walaupun kamu sangat membenciku, aku akan tetap menjadikan kamu milikku," ucap Addriano Pramana Smith dengan tegas.
Bagaimana kehidupan Aira jika Addriano bisa menjadikan Aira miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Bahagia Aira
Beberapa hari berlalu. Aira tampak sangat cemas menunggu hari pernikahannya yang semakin dekat.
Di dalam kamar Addrian tampak Kenzo duduk di atas tempat tidur di mana Kakaknya sedang sibuk mengemasi barang-barangnya ke dalam tas ransel besar. "Kamu serius tidak mau datang ke acara pernikahan Aira bersama kita?"
"Aku tidak bisa karena aku ada pertandingan besar di luar kota. Lagi pula mana mungkin aku buang kesempatan emas ini hanya untuk datang ke pesta pernikahan gadis yang tidak terlalu aku kenal."
"Memangnya kamu tidak mau melihat wajah Aira untuk yang terakhir kali sebelum dia menjadi istri orang?"
Addrian Seketika melirik adiknya dengan tatapan tajam. "Dasar bocah tengil! Aku tidak peduli dengan Aira. Sekarang kamu pergi dari kamarku karena aku mau menghubungi kekasihku,"
"Hem...! Pakai sok bilang tidak peduli. Lalu, kenapa kamu meminta alamat Aira waktu itu?"
"Itu saat dia belum menjadi istri orang. Sekarang aku tidak peduli dan tidak tertarik."
"Memangnya kenapa kalau dia istri seseorang? Katanya lebih menantang menjalin hubungan dengan istri orang." goda Kenzo.
"Otak kamu terlalu jahat." Addrian menoyor kepala adiknya. "Pergi sana! Aku mau menghubungi pacarku dan aku tidak suka kamu mendengarnya karena kamu masih terlalu ingusan."
Kenzo beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju pintu keluar. "Kak, aku tidak suka sebenarnya kamu berpacaran dengan gadis tidak jelas seperti mereka. Cepat kamu menikah saja dengan gadis baik-baik dan beri aku keponakan yang lucu. Rumah ini terasa sepi saat kamu pergi dalam beberapa hari." Addrian hanya terdiam di tempatnya dan Kenzo berjalan pergi dari sana.
***
Hari ini adalah hari yang sangat istimewah untuk Aira dan Dewa. Hari di mana mereka akan dipersatukan dalam sebuah ikatan pernikahan, dan hari di mana status Aira dan Dewa akan berubah menjadi suami, istri. Baju kebaya pengantin berwarna putih tulang melekat indah dan pas pada tubuh Aira, sentuhan make up minimalis pada wajah Aira membuatnya terlihat sangat cantik bahkan semua orang yang melihatnya akan panggling.
"Na, aku benar-benar gugup hari ini!" Aira menautkan tangannya pada tangan sahabatnya.
"Tenang saja, Ai! ini masih tahap pertama," jelas Niana mencoba menenangkan sahabatnya itu.
"Tahap pertama?" tanya Aira bingung.
"Iya, tahap pertama! Nanti setelah menikah baru kamu bisa gugup, gemetaran, bahkan akan membuat kamu panas dingin." Niana terkekeh.
"Memangnya kenapa setelah aku menikah?" tanya Aira polos.
Niana menepuk jidatnya sendiri mendengar pertanyaan Aira yang sangat lugu nan polos. "Ih ... kamu itu kenapa terlalu polos sih, Ai? Setelah menikah kamu dan Dewa akan berbulan madu dan kamu tau kan kalau pasangan yang sudah menikah berbulan madu apa yang mereka lakukan?"
Muka Aira seketika merona malu, dia baru paham apa yang dimaksud Niana. "Iya aku tau, Na," suara Aira berubah lirih.
"Tuch paham!" Niana menyenggol pelan tubuh Aira. "Hal itu nanti yang akan benar-benar membuat kamu tegang bahkan panas dingin." Niana kembali terkekeh pelan.
"Aku sebenarnya pernah memikirkan hal itu sehari semalam, tapi kemudian aku mencoba melupakannya sampai akhirnya aku benar-benar lupa akan hal itu, sekarang kamu mengingatkan kembali, Na! aku beneran jadi kepikiran lagi sekarang."
"Tidak perlu dipikirkan, kalau kamu sudah merasakan apa itu malam pertama nanti cerita sama aku ya, Ai." Niana tidak hentinya tertawa.
"Ih ... apaan sih? Kamu itu jangan tanya hal yang aneh-aneh. Kamu menikah saja nanti biar tau sendiri. Aku tidak akan mau cerita." Aira melengos.
Tok ...
Tok ...
Suara pintu kamar Aira diketuk dari luar. Niana membukakan pintunya ternyata mama Aira yang matanya berbinar melihat Aira dengan kebaya penggantinya tampil sangat cantik.
"Mama!" seru Aira.
"Sayang, kamu cantik sekali." Wanita yang juga mempunyai paras cantik itu memeluk erat putrinya.
"Mama, kan, dari tadi sudah memujiku cantik. Mama ini kenapa sih?" tanya Aira
yang sadar kalau mamanya ini sepertinya masih belum rela jika Aira menikah dan sebentar lagi akan di bawa pergi oleh suaminya.
Wanita paruh baya itu melepaskan pelukannya dan dia sekali lagi menatap wajah putrinya. Dia menghela napasnya perlahan. "Mama ingin menangis saja kalau melihat kamu, Sayang."
"Tante, jangan menangis, nanti make up Tante rusak loh. Lagian inikan hari bahagia buat putri Tante, jadi Tante harus bahagia dan jangan ada air mata," ucap Niana mencoba mencairkan suasana.
"Ma!" suara panggilan seseorang dari balik pintu. Ketiga wanita itu menoleh ke asal suara, mereka melihat kepala Arlan menyembul dari balik pintu kamar Aira.
"Mas Arlan!" seru Aira tampak bahagia.
Arlan berjalan masuk ke dalam dan dia tersenyum melihat penampilan adiknya saat itu. Arlan ingin menangis saja melihat adik kesayangannya itu sebentar lagi tidak akan tinggal di rumah seperti dulu. Mereka berdua saling berpelukan.
"Aku tidak menyangka, Ai kamu kan menjadi istri seseorang." Arlan melepaskan pelukannya.
"Mas Arlan, aku pasti akan sangat rindu saat kita bercanda seperti biasanya di rumah ini." Aira mencoba menghapus butiran air mata yang hampir keluar.
"Hei! Kamu jangan ikut menangis, Ai. Nanti make up kamu luntur dan jadi jelek. Dewa kalau sampai kaget melihat wajah kamu bagaimana?" Canda Arlan.
"Mas Arlan bisa saja!" Aira menepuk pundak Kakak laki-lakinya.
"Mama tinggal dulu ya, Sayang! Arlan nanti kita bicara ya, Nak?"
"Okay, Ma!"
Mama Aira keluar dari kamar pengantin dan menutup pintunya rapat. Sekarang hanya ada mereka bertiga di dalam kamar. "Hai, Mas Arlan," sapa Niana pada Arlan.
"Hai, Na! apa kabar?" jawab Arlan ramah.
"Allhamdulillah aku baik. Mas Arlan kalau ada pekerjaan buatku, aku mau bekerja di tempat Mas Arlan."
"Kamu serius mau bekerja? Lalu, kuliah kamu bagaimana?"
"Tentu saja aku mau bekerja. Kalau kuliah aku bisa bekerja setelah pulang kuliah, atau sebaliknya."
"Kalau begitu nanti aku akan hubungi kamu, Na."
"Terima kasih Mas Arlan." Wajah Ratna tampak sumringah senang.
Aira yang melihat sampai mengernyitkan dahinya. "Mas Arlan bilang mau menelepon Niana untuk pekerjaan ya? Jangan menelepon Niana untuk mengajaknya berkencan karena kesepian merindukan aku nantinya."
"Kenapa kamu bisa menebak pikiran aku?" Arlan tertawa senang.
"Hati-hati kamu, Na. Kakeknya playboy sedang mengintai." Aira melirik pada kakaknya.
"Aku sama sekali tidak takut, Ai. Aku kan tau siapa Mas Arlan. Jadi, dia tidak akan menyakitiku."
"Kamu benar sekali, Na."
"Terserah kalian saja."
"Na, orang tua kamu tidak datang?"
"Tidak bisa datang hari ini karena ada kerjaan yang benar-benar tidak bisa ayahku tinggalkan, tapi nanti sore mereka akan datang ke acara resepsi pernikahan Aira, tapi aku akan berada di sini sampai acara ini selesai." Niana menggenggam tangan Aira dengan bahagia.