Ben Jamin Fredo (28), pewaris perusahaan wine Fredo bermain panas dengan pesaingnya Zoela Caprio (27) pewaris kedua perusahaan wine Caprio. Merasa bertukar peluh di ranjang sambil meneriaki nama masing masing dan menjadikan gerak tubuh mereka sebagai candu satu sama lain. Tapi selain di ranjang, mereka adalah musuh bebuyutan sejak orang tua mereka bersaing menjadi perusahaan wine terbaik di Italia. Permainan kotor bisnis diantara pedagang wine membuat keluarga Fredo dan Caprio bermusuhan. Namun bagaimana jika orang tua mereka tau bahwa Ben dan Zoe menjalin hubungan menikah diam diam hingga bisa menghasilkan cucu untuk mereka? Apa karena ada cucu mereka berbaikan atau semakin bermusuhan? Bacaaaaaa novel ini sampai tuntas ya! Semoga suka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SariRani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ooops! Datang bulan!
Tepat 10 hari pengobatan, luka Ben sudah mengering dan dirinya pun bisa beraktifitas seperti semula. Karena racun pada sayatannya, ia sempat mengalami demam tinggi hingga mengigil dan berhalusinasi. Untung ada Victoria disampingnya.
Hari ini ia berencana memberikan kejutan pada sang kekasih.
Ketika senja datang, Ben menelepon Zoe.
"Hai, sayang. Kamu dimana?" sapa Ben.
"Kenapa? Aku lagi kesal sama kamu gara gara kemarin aku mau nyusul ke Brazil, gak boleh!" sahut Zoe merajuk.
"Hmmm, jauh, Zoe. Aku gak mau kamu ke Brazil karena disini panas banget, lagian aku akan pulang kok" jawab Ben memberi alasan dan berbohong karena dirinya tidak di Brazil selama ini namun di Perancis.
"Kapan? Aku gak mau kamu PhP lagi! Katanya lusa kemarin pulang, eh sampai sekarang gak datang datang" Zoe benar benar kesal dan rindu menjadi satu.
"Hmmm, yaudah jawab aja, kamu sekarang dimana? Udah pulang kerja belum?" tanya Ben lembut.
"Aku udah mau keluar kantor" jawab Zoe.
"Oke, tunggu aku di danau. 10 menit aku akan datang menemuimu" ucap Ben membuat Zoe tersenyum cerah.
"Awas aja kamu bohong!" ancam Zoe tapi hatinya berbunga bunga.
"Lihat saja nanti" balas Ben lalu mematikan panggilannya sepihak dan Zoe langsung berlari menuju mobilnya untuk meluncur ke danau yg tidak jauh dari perusahaan Caprio Wine.
Menempuh waktu 8 menit, Zoe sudah berada di danau.
Dia melihat matahari terbenam dengan indah dari tepi danau.
Tiba tiba baru saja menikmati senja, ada tangan kekar yang memeluknya dari belakang.
"Hai, Zoela sayangku" bisik seorang pria membuat wanita itu sudah tau siapa yang memeluknya.
"Hmmm, dasar pria. Datang datang langsung meluk!" omel Zoe namun dengan senyuman tipis yang tidak bisa terlihat oleh Ben.
"Iya, aku merindukanmu. Aromamu, cintamu, perhatianmu, dan tentunya.." ucap Ben terpotong karena dia membalik tubuh Zoe terlebih dahulu untuk menatapnya.
Tangannya menyentuh bibir merah muda sang kekasih.
"Rindu bibirmu ini" lanjutnya lalu Ben menundukan kepala untuk bisa menyatukan bibir tapi Zoe menahan dengan 1 jari di mulutnya.
"Hukumanmu karena membuatku menunggumu lebih lama, aku yang akan mencium mu terlebih dahulu" goda Zoe dengan senyuman smirk lalu menjauhkan jari dari mulutnya dan melahap bibir Ben terlebih dahulu membuktikan bahwa dirinya benar benar sangat merindukan kekasihnya.
Ben pun tersenyum disela sela ciuman Zoe padanya.
Tangan kekarnya pun merapatkan punggung Zoe dengan tubuhnya agar semakin dalam ciuman mereka.
Decapan bibir mereka yang basah seperti nada yang berulang bersamaan dengan langit yang menggelap.
"Aku ingin kamu" lirih Ben dengan gairah saat ciuman terlepas.
Zoe pun menatap gairah Ben dari mata biru pria itu.
"Maafkan aku, sayang. Aku masih datang bulan" sahut Zoe sambil mengelus pipi pria dihadapannya dengan lembut, seketika itu gairah Ben langsung memudar.
"Hmmm, sayang sekali. Padahal aku berharap kamu bisa mengandung bayi kita" ujar Ben membuat Zoe terkejut dengan keinginan kekasihnya.
"A..apa yang kamu bilang, Ben?" ucap Zoe terbata bata karena ternyata Ben tidak seperti yang dia pikirkan bahwa pria itu pasti masih menikmati masa muda tanpa anak, apalagi hubungan mereka juga rumit.
"Bayi. Kita sudah bermain 2 kali dengan beberapa ronde penyemburan benihku dalam rahim mu kukira, akan menjadi bayi kita" jelas Ben lagi.
Zoe jadi merasa bersalah karena meminum pil cegah hamil setelah berhubungan dengan Ben.
"Hmm, sepertinya kita tidak sepemikiran ya Zoe" lanjut Ben yang menyadari raut wajah wanita dihadapannya yg menjadi sendu.
"Aku kira kamu tidak ingin aku hamil selama hubungan keluarga kita belum membaik, apalagi saat ini aku masih menjadi istri orang" sahut Zoe.
Ben pun langsung tersenyum mendengar ucapan kekasihnya itu. Seperti diduga, Zoe memang masih berharap jika keluarganya dan keluarga Ben akan berhubungan baik suatu hari nanti, barulah memikirkan hubungan yang lebih serius termasuk membuat keluarga sendiri.
"Tapi benar juga pemikiranmu itu sayang. Aku yang salah tidak memikirkan keadaan keluarga kita saat ini. Akan tidak baik juga untuk anak kita lahir dalam persaingan keluarga. Memang kamu wanita terbaik untukku" ujar Ben lalu memeluk Zoe.
Wanita itu pun memeluk pria yang memeluknya dengan erat.
Setelah itu, Ben mengajak Zoe datang kerumahnya untuk pertama kali. Rumah yang terbuat sangat indah dan interiornya begitu minimalis dengan jendela kaca yang memperlihatkan keindahan hutan jika ada sinar matahari. Namun jika langit sudah malam, Ben memberikan penutup jendela otomatis.
"Wah bagus sekali rumahmu!" puji Zoe.
"Rumah kita nantinya" sahut Ben.
"Hmm, semoga ya. Sepertinya aku akan betah berada disini seharian bersama anak anak kita nanti" ucao Zoe lagi.
"Kamu beneran bersedia melahirkan anak untukku?" tanya Ben.
"Yaiyalah beneran, sayang. Kalau kamu gak percaya, habis datang bulan ini, ayok kita bikin anak. Coba lihat apakah berhasil atau tidak" jawab Zoe dengan frontal.
"Hahahhaa, oke. Aku terima ajakan mu itu! Awas aja kalau sekali buat gak bisa bikin kamu hamil, maka aku akan mengurungmu di ranjang sampai kamu hamil" ujar Ben sambil tersenyum smirk menggoda.
"Hahahaa, emang aku mesin bayi" sahut Zoe ikut tertawa. Begitu konyol pemikiran mereka berdua soal anak.
Mereka berdua pun melanjutkan touring keliling rumah di pinggir hutan itu.
"Kamu pasti belum makan ya Zoe? Ini aku udah siapin dinner buat kita" ucap Ben ketika berada di ruang makan yang langsung tembus pantry kitchen juga.
"Hmmm, tiba tiba aku langsung lapar lihat makanan di meja" sahut Zoe.
"Ayok kita makan" ajak Ben lalu mereka pun duduk di kursi meja berhadapan dan menikmati makan malam bersama
.
Dor!! Dor!! Dor!!
Nior dalam keadaan terdesak dengan senapan musuh.
"Si*l*n! Ben balik ke Tuscany dan meninggalkanku masalah! Dasar kakak ipar laknut!" teriak Nior disebuah bangunan kosong dan sedang membidik sasaran.
Dor!
Peluru dari senapan Nior tepat mengenai leher musuh.
"Bos! Kita terpojok!" teriak seorang pria mendekat kearah Nior.
"Hmm, kita tunggu beberapa menit lagi, pasti Marco tidak akan meninggalkanku sendiri" ucap Nior.
"Baiklah, Bos! Kita tetap menyerang!" sahut pria tadi langsung menembak kan pelurunya ke arah musuh.
Pria itu bernama Hensen, asisten Nior.
Benar kata Nior bahwa ketua Kelompok Biru akan menolongnya. 5 menit menunggu, akhirnya ada tembakan beruntun dari luar gedung.
"Benar kan apa yang aku bilang, Marco pasti datang" ucap Nior bangga.
"Kamu memang terbaik, bos!" puji Hensen.
Dor! Dor! Dor!!
Marco datang dengan menembak para musuh didepan matanya. Meskipun gedung dalam kondisi gelap tapi kelompok biru yang baru datang memakai kacamata khusus yang dapat melihat tanda anggotanya dalam kegelapan.
Dengan kacamata itu, pasukan kelompok biru tidak akan salah sasaran kecuali memang sengaja berkhianat menembak rekan sendiri.
Hanya perlu waktu 10 menit, Marco dan pasukannya berhasil menyelamatkan Nior serta anak buah yang lainnya. Ternyata transaksi malam ini adalah perangkap dari kelompok hitam.
"Terima kasih, Marco. Anda selalu datang di waktu yang tepat" puji Noir lega dan tersenyum lebar.
"Kamu sudah bekerja keras, Nior. Maafkan aku yang tidak peka dengan transaksi ini jika hanya jebakan" ucap Marco, seorang pria dewasa yang mungkin berumur 45 tahun dan sangat profesional di dunia mafia.
"It's okay, selama anda menyelamatkan kami, itu bukan masalah" ucap Nior.
Marco pun menepuk pundak anak buahnya yang juga memiliki posisi kepercayaan seperti Ben.
"Baiklah, mari kita bereskan semua mayat yang ada digedung ini sebelum polisi datang" perintah Marco kepada semua anak buahnya.
Namun tanpa diduga, ada satu musuh yang masih bisa membidik Marco dengan posisi terlentang namun ketika akan melepaskan pelatuk senapannya, Nior melihat dan melindungi ketua kelompoknya itu.
"Awas!" teriak Nior sambil melindungi Marco dengan tubuhnya. Hensen yang berada disamping Nior langsung menembak kan beberapa pelurunya kearah musuh yang sungguh berani menyerang bosnya.
Dor! Dor! Dor!
Tiga peluru yang berhasil membuat musuh itu tak bernyawa lagi.
Marco dan Nior sama sama jatuh ke tanah.
Sang ketua tidak terkena peluru namun anggota kepercayaannya itu yang terkena di lengan.
"Kamu gapapa, Junior?" tanya Marco melihat lengan Nior berdarah.
"Hahaa, gapapa. Sudah biasa" jawab Nior dengan tertawa tapi menahan sakit.
"Cepat, bantu Junior berdiri dan membawanya ke klinik kita!" perintah Marco.
"Siap, Bos!" sahut para anak buahnya yang mendengar perintah tersebut.
Nior pun dibantu berdiri oleh Hensen dan satu rekan lainnya.
Marco begitu murka, namun ia tahan dan menyelamatkan Nior terlebih dahulu. Mereka pun pergi dari gedung kosong bersama tubuh musuh atau anak buah kelompok biru yang sudah tidak bernyawa.