"Kak Zavin kenapa menciumku?"
"Kamu lupa, kalau kamu bukan adik kandungku, Viola."
Zavin dan Viola dipertemukan dalam kasus penculikan saat Zavin berusia 9 tahun dan Viola berusia 5 tahun. Hingga akhirnya Viola menjadi adik angkat Zavin.
Setelah 15 tahun berlalu, tak disangka Zavin jatuh cinta pada Viola. Dia sangat posesif dan berusaha menjauhkan Viola dari pacar toxic-nya. Namun, hubungan keduanya semakin renggang setelah Viola menemukan ayah kandungnya.
Apakah akhirnya Zavin bisa mendapatkan cinta Viola dan mengubah status mereka dari kakak-adik menjadi suami-istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
"Sudah aku buang!" seru Zavin sambil melempar kecoa kecil itu ke tanah. Wajahnya berusaha tetap tenang, meski di dalam dirinya bergejolak hassrat yang tiba-tiba saja muncul.
Viola, masih melebarkan matanya. Kejadian barusan terlalu cepat untuk dipahami, apalagi dengan sentuhan mendadak yang ia rasakan di dadanya. "Kenapa dibuang ke tanah? Nanti kalau masuk lagi gimana?" tanya Viola sambil cepat-cepat mengancingkan kemejanya. Kemudian sorot matanya beralih ke Zavin yang kini tampak mengalihkan pandangannya.
Zavin menggaruk tengkuknya, pura-pura santai meski jantungnya berdebar keras. “Ya, aku ambil lagi kalau begitu,” jawabnya. Ia kembali duduk di atas kayu dan mencoba menjaga jarak dengan tenang, meskipun dadanya masih terasa panas akibat situasi yang baru saja terjadi.
Viola memeluk dirinya sendiri, merasa aneh dengan perasaan yang muncul di antara mereka. Ia melangkah mendekati Zavin, kedua tangannya terlipat di depan dadanya. Ekspresi wajahnya sangat serius menatap Zavin. "Kak Zavin mau ambil kesempatan dalam kesempitan, ya?" tuduhnya.
Zavin menatap Viola dengan alis yang sedikit terangkat. “Kamu yang tadi teriak-teriak takut sama kecoa. Sekarang malah nyalahin aku. Bukannya kamu yang selalu bilang aku ini kakakmu? Kita udah tahu kebiasaan satu sama lain sejak kecil.” Zavin mencoba mengimbangi suasana, tetapi ada rasa canggung dalam ucapannya.
Viola berdengus pelan. “Tapi kita udah besar sekarang. Kak Zavin saja selalu menghindar kalau aku mau peluk sembarangan.”
Zavin membuang napas panjang dan membuka kedua lengannya lebar-lebar. “Ya sudah, sini peluk kalau mau.”
Viola menggeleng keras dengan wajah yang memerah. “Nggak! Kak Zavin sekarang kena brother complex kan?” Viola menarik langkahnya mundur dan semakin menjauh dari Zavin. “Kalau Kak Zavin keterlaluan, aku bakal bilang sama Papa!” ancamnya, meskipun ia sebenarnya tidak benar-benar bermaksud melakukannya. Namun, di balik ancamannya, Viola merasakan ada sesuatu yang berubah antara dirinya dan Zavin.
Hujan di luar ruko masih deras, menciptakan suara riuh yang menyelimuti keheningan di antara mereka. Viola menatap keluar jendela dan mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Ia menyadari bahwa perasaan aneh ini sudah lama muncul, tapi ia selalu berusaha mengabaikannya.
Zavin menatap punggung Viola dengan perasaan campur aduk. Hatinya terasa sesak, seperti ada sesuatu yang ingin dia sampaikan tapi tak pernah terucap. Perasaannya pada Viola sudah terlalu lama ia pendam, dan rasanya semakin sulit untuk ditahan. Ketika Viola hendak melangkah keluar ruko, tiba-tiba Zavin berdiri dan memutar tubuh Viola hingga menghadapnya, Dia mendekatkan wajahnya hingga bibirnya menyentuh bibir Viola.
Viola tersentak, matanya melebar dalam keterkejutan. Ia ingin mendorong Zavin menjauh, namun tangan Zavin yang kuat sudah menahan pinggangnya, sementara tangan lainnya menahan tengkuk leher Viola mencegahnya melarikan diri.
Ciuman itu semakin dalam dan semakin menuntut. Viola merasa dirinya terjebak dalam kebingungan yang menyiksa. Pikirannya berteriak bahwa ini salah dan tidak seharusnya ia goyah oleh sentuhan Zavin. Viola menggigit bibir Zavin hingga akhirnya ciuman itu terlepas.
Zavin memundurkan dirinya, napasnya tersengal, bibirnya kini merah karena gigitan Viola.
"Kenapa Kak Zavin menciumku?" tanya Viola dengan tajam.
Zavin menunduk sejenak, sebelum akhirnya menghela napas panjang karena dia ingin bilang yang sebenarnya. "Karena aku bukan kakak kandungmu, Vio."
Kata-kata itu menghantam Viola seperti ribuan palu. Dia membeku dan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Nggak mungkin!" serunya. Dia memundurkan langkah sambil mendorong Zavin menjauh. Kemudian Viola berlari menerobos hujan deras. Air yang jatuh dari langit seakan berusaha menyapu bersih pikiran-pikirannya yang kacau.
Zavin mengejarnya dan mencoba menahan Viola. "Viola, tunggu!" teriaknya.
Namun, langkah Viola tak berhenti. Ia terus berlari hingga tubuhnya hampir terjatuh karena jalanan yang licin. Tiba-tiba, Viola merasa dunianya berputar. Kepalanya berdenyut hebat, potongan-potongan masa lalunya berusaha muncul ke permukaan, tapi tak ada yang jelas. Semuanya hanya gelap.
Zavin berhasil menangkap lengan Viola sebelum ia benar-benar terjatuh. "Viola!" Zavin menahan tubuhnya yang lemah. "Maaf, aku cuma bercanda tadi. Jangan pikirkan itu." Namun, Viola hanya menatapnya dengan pandangan kosong sebelum akhirnya tubuhnya ambruk dan jatuh tak sadarkan diri.
"Vio!" Zavin panik. Ia segera mengangkat tubuh Viola dan membawanya berlari ke mobilnya. Dengan tangan gemetar, Zavin membuka pintu mobil, mendudukkan Viola di kursi depan, dan memasangkan sabuk pengaman dengan cepat. Ia kemudian menyalakan mesin, melaju menerobos derasnya hujan menuju rumah sakit.
Saat tiba di rumah sakit, Zavin langsung berlari ke bagian gawat darurat sambil membawa Viola. "Dokter! Tolong, dia pingsan tiba-tiba," katanya dengan napas tersengal. Ia menurunkan tubuh Viola ke atas brankar.
Dokter segera memeriksa Viola dengan sigap. "Kondisinya stabil, sepertinya dia mengalami guncangan emosi," kata dokter setelah memeriksa beberapa saat.
Zavin mengangguk. Ia merasa sedikit lega meski masih khawatir. "Dia pernah mengalami trauma berat. Tanpa sengaja aku mengungkit masa lalu yang dia lupakan," jelas Zavin dengan penuh penyesalan.
Dokter mengangguk memahami. "Jika itu kenangan buruk, sebaiknya jangan diungkit lagi. Bisa berbahaya untuk kondisi mentalnya."
Beberapa menit kemudian, Viola mulai membuka matanya. Matanya perlahan fokus pada sosok Zavin yang berdiri di dekatnya sambil mengusap lembut rambutnya yang masih basah karena hujan. Namun, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.
"Aku kenapa?" tanya Viola dengan suara serak.
"Kamu pingsan," jawab Zavin. Ia mencoba menyembunyikan kekhawatirannya. Ia penasaran apakah Viola mengingat kejadian sebelum ia pingsan, namun tak berani menanyakannya.
Viola bangun secara perlahan sambil memegang kepalanya yang terasa pusing. "Aku pusing...," gumamnya.
"Kamu istirahat saja, biar aku minta dokter pasang infus," kata Zavin dengan lembut.
Viola menggeleng. "Nggak usah, aku nggak papa," katanya lirih. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Ban motorku bocor, terus gimana dengan motorku?"
"Nanti aku urus. Sekarang kamu istirahat dulu. Biar aku membayar biaya pemeriksaan dulu."
Saat Zavin melangkah keluar untuk membayar biaya perawatan, Viola duduk sendirian di brankar, pikirannya kembali melayang pada kata-kata Zavin. "Aku bukan kakak kandungmu." Kata-kata itu terus terngiang di telinganya, menimbulkan pertanyaan yang semakin dalam. "Kalau begitu, aku anak siapa sebenarnya? Anak Papa dan Mama atau bukan?"
💕💕💕
Komennya mana nih? 🤭
Thanks Mbak Puput
Ditunggu karya selanjutnya ❤️
perjuangan cinta mereka berbuah manis...
Semoga cepat menghasilkan ya, Zavin
semoga cepat diberi momongan ya ..
udah hak Zavin...
😆😆😆
Siapa ya yang berniat jahat ke Viola?