Rhys Alban, terpaksa menikah dengan wanita bernama Celine Danayla Matteo, demi mempertahankan harta milik Keluarga Alban. Ia tak mau harta milik keluarganya jatuh ke tangan asisten pribadi Daddynya ataupun pada dinas sosial.
Celine yang sangat senang, menerima pernikahan tersebut, bahkan ia memaksa Rhys untuk menyatakan cinta padanya agar ia tak membatalkan pernikahan itu.
Namun, pernikahan yang didasari dari perjodohan tersebut membuat cinta Celine bertepuk sebelah tangan, juga membuat dirinya bagai hidup di dalam sangkar emas dengan jerat yang semakin lama semakin melukainya.
Hingga semuanya itu meninggalkan trauma besar dalam dirinya, pada cinta masa kecilnya. Apakah ia mampu memutus benang merah yang telah mengikatnya lama atau justru semakin membelit ketika ingatan Rhys kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#20
“Kamu sudah siap?”
“Ya,” jawab Celine.
Dengan bantuan seseorang, Celine akan meninggalkan Kota Helsinki.
Flashback On
“Ini akan memakan waktu lama. Apa kamu tidak ingin pergi dengan pesawat saja?” tanya Alice.
Celine menggelengkan kepalanya, “menggunakan kereta akan lebih baik. Tak akan ada yang tahu.”
“Tapi kamu harus berganti beberapa kali. Dari kereta, bus, kapal, bahkan berjalan kaki,” Alice sangat mengkuatirkan Celine.
“Itu jauh lebih baik daripada berada di sini dan mendapatkan semua rasa sakit. Aku sangat berterima kasih padamu, Al. Tanpamu, aku tak akan pernah bisa pergi.”
“Sahabatku akan membantumu di sana. Aku akan memastikan keadaan di sini. Oya, ini ponsel untukmu. Aku sudah memasukkan nomor ponselku di sini. Hubungi aku saat kamu sampai.”
“Terima kasih, Al,” Celine memeluk Alice dengan sangat erat.
“Aku akan mengunjungimu.”
“Aku akan menunggumu.”
Malam itu, Alice pulang terlebih dahulu karena ia akan menemui Celine. Ia menemui Celine di rumah Dad Harry sebelum benar-benar kembali ke kediaman Keluarga Alban.
Flashback Off
“Terima kasih atas bantuanmu dan sampaikan terima kasihku juga untuk Alice,” kata Celine.
“Akan kusampaikan.”
Celine pun naik ke dalam bis yang akan mengantarkannya ke terminal berikutnya. Celine memandang Kota Helsinki untuk terakhir kalinya sebelum ia meninggalkan kota kelahirannya dan kota yang penuh dengan sejuta kenangan.
**
Tangan Rhys bergetar saat membaca isi map yang ada di hadapannya. Ia tak percaya bahwa Celine mengajukan gugatan cerai padanya, bahkan wanita itu telah menandatanganinya.
Sebuah amplop kini sudah dipegangnya, Rhys pun membukanya.
Tring ting ting …
Sebuah cincin jatuh dari dalam amplop tersebut, cincin pernikahan mereka yang dipakai oleh Celine. Rhys membuka laci meja kerjanya. Ia mengambil sebuah kotak di mana ia meletakkan cincin pernikahannya dengan Celine. Ia sama sekali tak pernah menggunakannya, karena ia langsung melepasnya setelah acara pernikahannya.
Rhys mengambil kembali amplop tersebut dan mengeluarkan sebuah kertas dari dalamnya. Ia membukanya dan terlihat sebuah surat yang dituliskan dengan tinta biru.
Kak,
Terima kasih sudah mau menikah denganku, meskipun karena paksaan. Aku tahu semuanya, mengapa kakak mau menikah denganku. Aku tak menyalahkanmu.
Aku sudah mengurus surat perceraian kita dan telah menandatanganinya. Kakak tinggal menandatanganinya dan berikan pada pengacara kakak agar menyelesaikan prosesnya.
3 bulan, 1 minggu lagi. Aku pergi dan akan melepaskan semua cintaku pada kakak. Ketika perceraian kita selesai, menikahlah dengan wanita yang kakak cintai. Aku dengan tulus merestuinya.
Aku juga telah menandatangani surat pengalihan harta yang pernah diberikan oleh Uncle Dave pada Dad. Kakak bisa memiliki semuanya, aku tak menginginkannya.
Selamat tinggal, semoga kakak selalu bahagia.
Celine.
“Kamu menceraikanku? Seharusnya aku yang melakukannya! Kamu tidak boleh melakukannya,” kata Rhys sambil meremas surat yang dituliskan oleh Celine dan menggenggam cincin pernikahan di tangan sebelahnya.
“Arghhh!!” Tiba-tiba saja Rhys merasakan sakit yang begitu hebat pada kepalanya. Ia langsung meraih sebuah botol obat dan mengambil sebutir pil dari sana.
**
Hingga malam, tak terlihat keberadaan Rhys di kediaman Keluarga Alban. Pria itu mengurung dirinya di dalam ruang kerja. Bahkan Eve yang berusaha masuk ke dalam pun tidak bisa. Ia pun akhirnya keluar dari rumah untuk menghilangkan kepenatannya.
Tak ada Celine, tak ada Eve, membuat Aunty Anna tersenyum lebar. Kini ia yang berkuasa di rumah itu. Ia bahkan bisa menyuruh ini dan itu. Ia pun tak terlalu kesal ataupun marah lagi dengan kepergian Celine yang tiba-tiba.
“Kamu mau pergi juga?” tanya Aunty Anna pada suaminya.
“Ya, ini masih dalam suasana tahun baru. Aku akan berkumpul dengan teman-temanku,” jawab Uncle Ronald.
“Baiklah, pergi sana dan bersenang-senanglah.”
Uncle Ronald pun pergi meninggalkan kediaman Keluarga Alban untuk menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Ia malas jika harus berada di rumah dan mendengar ocehan serta teriakan istrinya itu.
Baru sebentar suaminya pergi, kini Aunty Anna melihat putrinya yang turun dari lantai atas dengan pakaian santainya namun sambil membawa tas.
“Kamu akan pergi juga?” tanya Aunty Anna.
“Ya Mom. Aku akan menemui sahabatku. Aku akan merayakan acara tahun baru dengan mereka,” Alice pun meninggalkan kediaman Keluarga Alban.
Ntah mengapa Aunty Anna yang awalnya senang, kini jadi berdecak kesal. Ia merasa tak dihormati dan dihargai. Aunty Anna melihat ke arah ruang ketja di mana Rhys berada, keponakannya itu beluk keluar sedari tadi.
Karena tak tahu harus melakukan apa, Aunty Anna akhirnya pergi ke kamar tidurnya dan mulai membuka kotak perhiasannya. Ia memeriksa kotak tersehut satu persatu. Namun baru sampai kotak kedua, ia mengernyitkan keningnya karena merasa ada yang janggal.
“Ke mana kalung mutiaraku?” gumam Aunty Anna.
**
“Kamu sudah mengantarkannya?” tanya Alice.
“Sudah.”
“Terima kasih banyak, Raf. Aku berhutang padamu.”
“Mengapa kamu membantunya pergi? Bukankah dia adalah istri dari sepupumu, Rhys?”
“Ya.”
“Apa kamu sengaja membantunya bercerai dan pergi dari negara ini karena kamu ingin bersama dengan sepupumu itu?”
“Raf! Mengapa tiba-tiba kamu berpikiran buruk padaku? Apa aku terlihat seperti wanita yang ingin merebut suami wanita lain?” tanya Alice.
“Bukan begitu maksudku, Al. Hanya saja aku tak mengerti dengan apa yang kamu lakukan. Seharusnya kamu tak membantunya. Biarkan dia di sana, siapa tahu rumah tangga mereka akan membaik,” kata Rafael.
“Dan membiarkannya diperlakukan dengan tidak semestinya? Aku tak bisa melihat itu.”
“Alice yang kukenal adalah wanita yang jarang mencampuri urusan orang lain, kecuali itu bermanfaat untuknya.”
Alice tertawa kecil, “Kalau begitu berarti kamu tidak mengenalku dengan baik, Raf. Aku kembali saja kalau begitu. Berbicara denganmu di sini malah membuatmu berpikiran yang tidak-tidak padaku.”
“Kamu marah?” tanya Rafael.
“Tidak, aku tak marah. Terserah padamu ingin berpikiran apa tentangku. Terima kasih sudah membantuku, aku akan membalasnya suatu saat nanti. Aku pulang.”
Alice kembali memakai tas kecilnya dengan tali menyilang di bagian depan tubuhnya. Ia meninggalkan Rafael di sebuah cafe. Rafael adalah kakak kelasnya saat mereka kuliah dulu. Keduanya dekat karena sama-sama mengikuti klub pecinta alam.
Aku tahu kamu marah, Al. Hanya saja aku tak tahu alasanmu yang sebenarnya. Mengapa justru kamu membantu menghancurkan pernikahan yang baru seumur jagung. - batin Rafael.
🌹🌹🌹