Evan Dinata Dan Anggita sudah menikah satu tahun. Sesuai kesepakatan mereka akan bercerai jika kakek Martin kakek dari Evan meninggal. Kakek Martin masih hidup, Evan sudah tidak sabar untuk menjemput kebahagiaan dengan wanita lain.
Tidak ingin anaknya menjadi penghambat kebahagiaan suaminya akhirnya Anggita
rela mengorbankan anak dalam kandungan demi kebahagiaan suaminya dengan wanita lain. Anggita, wanita cantik itu melakukan hal itu dengan terpaksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda manik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar Bahagia
"Evan, Kamu sudah sangat cocok punya anak," kata Tante Tiara memuji kesabaran Evan menghadapi Sisil. Setelah menghabiskan satu buah apel. Sisil merengek meminta Evan untuk memposisikan dirinya seperti kuda. Evan memenuhi permintaan anak itu. Kemudian Sisil Naik ke punggung Evan. Anak itu menyuruh Evan untuk berjalan layaknya seperti kuda mengitari ruang keluarga.
Kakek Martin dan Nenek Rieta merasa terhibur dengan aksi dua manusia berbeda generasi itu. Apalagi Gunawan memakaikan topi koboi milik kakek ke kepala Sisil lengkap dengan kaca matanya.
"Evan, apa kamu tidak mendengar apa yang dikatakan tante kamu?" tanya Nenek Rieta melihat Evan seakan enggan menjawab perkataan Tantenya.
"Iya tante. Sebenarnya aku juga sudah ingin punya anak. Aku Dan Adelia berencana akan langsung mengikuti program kehamilan nantinya setelah menikah. Aku sungguh tidak sabar menunggu moment itu tante," kata Evan bersamaan dengan Anggita yang sudah berdiri di pintu ruang keluarga.
Anggita mendengar semua perkataan Evan. Ini lebih menyakitkan daripada semua sikap dingin yang pernah dia terima dari Evan.
Jika Evan tidak sabaran menunggu moment itu. Tidak kah juga dirinya menginginkan kematian kakek Martin lebih cepat dari satu bulan. Dan setelah mengetahui kehamilannya nanti, itu juga berarti akan memperlambat kebahagiaan Evan.
Anggita memegang dadanya yang berdenyut nyeri. Perkataan Evan sudah cukup baginya until mengetahui tanggapan Evan jika kehamilannya terbongkar.
Tante Tiara dan nenek Rieta juga langsung terdiam. Jawaban Evan tidak sesuai dengan yang mereka harapkan.
"Anggita, masuklah. Mengapa kamu berdiri menghalangi jalan?" tanya Danny yang sudah berdiri di belakang Anggita.
Beberapa pasang mata langsung menoleh ke arah pintu. Melihat Anggita di tempat itu. Tante Tiara merasa khawatir, dia takut Anggita mendengar perkataan Evan tadi.
Anggita akhirnya berjalan masuk ke dalam ruang keluarga. Dia duduk di samping nenek Rieta. Sesuai dengan saran Danny. Dia siap memberitahukan kehamilannya kepada keluarga besar kakek Martin dan Evan.
"Kakek, Ada kabar bahagia untuk kalian," kata Danny memulai pembicaraan. Dia melirik sebentar kepada Evan yang sudah duduk di sofa dan Sisil Ada di pengkuanya.
"Kabar baik?" tanya kakek Martin senang. Wajah pucatnya terlihat berbinar.
"Kabar baik apa. Jangan bilang kamu mau menikah. Jangan terburu buru memilih pasangan. Berkacalah dari pelajaran Masa lalu," kata Gunawan cepat. Walau putranya itu sudah Duda. Gunawan belum menginginkan Danny menikah. Perceraian Danny Dan mantan istrinya tidak hanya membuat luka di hati Danny dan Sisil tapi juga luka di hati Gunawan dan Tiara.
"Siapa bilang aku mau menikah. Emang aku Evan. Ada istri cantik dan baik tapi sudah mengumumkan pernikahan dengan wanita lain. Aku bukan begitu pa. Aku sangat menghargai wanita. Takdir aku saja yang mungkin harus bertemu dengan kerikil terlebih dahulu sebelum bertemu dengan berlian asli," kata Danny sengaja menyindir kakak sepupunya. Dia ingin menyadarkan Evan lewat cara itu.
Evan menatap Danny dengan tajam. Tapi pria itu pura pura tidak mengetahui jika ditatap oleh Evan.
"Kalau bicara itu yang jelas. Jangan berbicara bertele tele apalagi menyindir orang lain," kata Evan ketus.
"Jadi kamu merasa disindir bro?" tanya Evan membuat Evan semakin kesal.
"Bisa juga kamu merasa disindir ya. Tapi sulit menyadari jika kamu mempunyai berlian yang berharga," kata Danny lagi membuat Evan tersulut amarah.
"Tenang, tenang bro. Aku sangat yakin jika kabar bahagia ini justru membuat kamu yang paling berbahagia."
"Danny, jangan membuat Evan marah. Kalian kalau bertemu seperti Tom and Jerry tapi kalau berpisah saling merindukan. Cepat katakan kabar bahagia apa yang akan kami dengar," kata Tante Tiara. Wanita itu menjadi penasaran tentang kabar bahagia yang dimaksudkan Evan.
"Sayang sekali om Rendra dan Tante Anita belum disini. Kita harus menunggu mereka datang," kata Danny lagi. Dia sengaja mengulur waktu supaya Evan bisa berpikir sendiri tentang kabar bahagia yang dia maksud.
"Kelamaan Danny. Katakan sekarang. Apa kabar bahagia itu?" tanya Evan dengan suara yang keras. Sisil sampai turun dari pangkuannya karena suara keras miliknya.
"Sini, sini sayang. Maafkan om," bujuk Evan lembut kepada Sisil. Anak kecil itu menurut kembali duduk di pangkuan Evan.
"Katakan Anggita. Kamu yang lebih berhak mengatakannya," kata Danny sambil menatap Anggita. Anggita spontan bergerak gelisah di duduknya. Dia tidak tahu harus mengatakan apa tentang kehamilannya kepada keluarga besar kakek Martin.
Anggita akhirnya berubah pikiran. Dia akhirnya menurut dengan perkataan Danny. Bukan karena saham untuk anaknya kelak. Tapi karena ingin melihat kakek Martin bahagia di sisa usianya yang tidak lama lagi.
"Kakek, Nenek. Sebenarnya aku sudah hamil satu bulan."
Evan merasakan jantungnya berhenti berdetak sebentar mendengar perkataan Anggita. Dia menatap Anggita dengan raut wajah yang tidak terbaca.
"Hamil?. Syukurlah nak. Keturunan Kita akan bertambah," kata nenek Rieta senang. Dan benar kata Danny. Wajah kakek yang tadinya pucat kini sudah berbinar dengan senyum tersungging di bibirnya.
"Evan, Anggita. Selamat ya nak," kata Tante Tiara senang. Evan dan Anggita kompak menganggukkan kepala. Evan memberikan Sisil kepada Gunawan yang dekat dengan dirinya. Dia berdiri dan menghampiri Anggita.
"Ikut aku," kata Evan sambil menarik tangan Anggita. Tidak ada pilihan lain. Anggita berdiri dan mengikuti langkah Evan. Setelah mereka keluar dari ruang keluarga. Anggita melepas tangan Evan dari tangannya. Pria itu menatap Anggita sebentar kemudian kembali melangkahkan kakinya.
Anggita mengikuti langkah suaminya. Di pikirannya sudah banyak dugaan dugaan akan tanggapan Evan terhadap kehamilannya. Ketika di ruang tamu tadi. Anggita tidak bisa mengartikan akan raut wajah suaminya apakah senang atau tidak akan kehamilannya.
"Kenapa harus Danny yang terlebih dahulu mengetahui kehamilan kamu. Kenapa bukan aku?" tanya Evan datar setelah mereka sudah di kamar yang ditempati oleh Anggita tadi malam. Mereka duduk bersisian dengan jarak hampir satu meter di bibir ranjang.
"Apakah kehamilan ini sesuatu yang penting bagi kamu mas?" tanya Anggita.
"Jangan bertanya sebelum kamu menjawab pertanyaan aku," kata Evan lagi. Anggita memejamkan matanya mendengar perkataan suaminya. Dia merasa kasihan kepada dirinya sendiri. Anggita mengartikan sendiri sikap suaminya sebagai sikap yang tidak siap mengetahui jika dirinya hamil.
"Tenang saja mas, kehamilan ini tidak akan menganggu kebahagiaan kamu. Jika kamu berpikir dengan kehadiran janin ini akan mengikat kamu lebih lama lagi. Kamu salah besar. Kita akan tetap pada kesepakatan awal. Pernikahan Kita hanya dimasa hidup kakek. Aku menjamin itu. Jadi tenang saja. Aku sangat sadar. Cinta tidak bisa dipaksakan. Cinta tidak berpihak kepada aku dan janin aku. Cinta berpihak kepada dirimu dan Adelia," kata Anggita tenang.
tapi di ending bikin Sad
senggol dong
tapi mengemis no.