*Juara 1 YAAW 9*
Tiga tahun mengarungi bahtera rumah tangga, Vira belum juga mampu memberikan keturunan pada sang suami. Awalnya hal ini tampak biasa saja, tetapi kemudian menjadi satu beban yang memaksa Vira untuk pasrah menerima permintaan sang mertua.
"Demi bahagiamu, aku ikhlaskan satu tanganmu di dalam genggamannya. Sekalipun ini sangat menyakitkan untukku. Ini mungkin takdir yang terbaik untuk kita."
Lantas apa sebenarnya yang menjadi permintaan ibu mertua Vira? Sanggupkah Vira menahan semua lukanya?
Ig. reni_nofita79
fb. reni nofita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Telah Terbiasa
...Selalu saja dan selalu saja, perjuangan dan pengorbananku tidak pernah dilihat. Akan tetapi kesalahan dan kekuranganku sering diungkap dan dilihat....
...Maaf, beruntung aku bukan orang yang bosan lalu pergi, tapi aku akan pergi tapi aku akan pergi jika perjuanganku selama ini dan kseriusanku tidak dihargai....
Vira bangun dari tidurnya setelah merasakan panas matahari menyinari tubuhnya yang masuk melalui celah jendela. Dia kaget melihat jam dinding yang telah menunjukkan jam tujuh lewat lima belas menit.
Vira lupa jika kakinya terluka, sehingga turun dengan tergesa. Wanita itu meringis. Kembali teringat kejadian kemarin. Dilihatnya ke dinding, foto pernikahan dirinya dan Yudha telah rusak karena tiada kaca lagi.
"Sebenarnya aku telah capek banget. Banyak beban pikiran yang aku pendam sendirian. Banyak keluh kesah yang sulit ku ceritakan. Jujur ... saat ini aku sangat terjatuh dan ingin sekali menyerah. Aku nggak bisa terus pura-pura kuat, padahal hatiku sangatlah hancur. Aku sudah nggak sanggup terus pura-pura tersenyum, padahal batinku selalu menjerit. Aku sudah capek banget harus pura-pura tertawa hanya untuk menyembunyikan air mataku. Aku juga ingin bahagia."
Kembali air mata jatuh membasahi pipi wanita itu. Matanya tampak sembab, bukti semalam dia menangis.
Dengan jalan pelan Vira menuju kamar mandi, setelah mandi lalu berganti pakaian. Vira berdandan seadanya, mengingat hari ini ada pertemuan dengan rekan kerja perusahaan lain. Dia akan melakukan presentasi bersama Raka.
Vira baru saja keluar dari kamarnya, wanita itu berjalan dengan langkah yang sedikit terburu-buru. Bahkan karena saking sibuknya, Vira sampai tidak memperhatikan sekitar, saat sudah berada di luar kamar, dia sama sekali tidak melirik ke arah meja makan, di mana ada suami, mertua, dan madunya yang sedang malakukan sarapan.
"Berangkat gitu aja kamu? Enak benar hidupmu sekarang! Tidak perlu melayani suami dan melakukan pekerjaan rumah lagi" Teguran itu berasal dari ibu mertuanya, Desy.
Detik itu juga langkah Vira langsung terhenti, dia menolah, menatap mereka semua dengan tatapan datar. Pemandangan seperti ini sudah menjadi biasa setelah suaminya memutuskan untuk menikah lagi, rasanya dia masih belum bisa menerima ini semua. "Iya, Bu. Hari ini ada meeting penting di kantor, jadi aku harus buru-buru," jawab Vira pada akhirnya.
Dia bisa melihat kalau ibu mertuanya itu memutar bola matanya malas. Sikapnya pada Vira memang selalu saja tidak pernah ramah. Vira juga telah terbiasa.
"Buru-buru banget, Vira? Sarapan juga nggak sempat? Jangan melewati sarapan, nanti kamu sakit." Kali ini Yudha yang bertanya.
"Enggak, Mas. Nanti aku sarapan di kantor aja." Vira memberikan jawaban seadanya, lebih tepatnya dia berusaha menghindari sarapan bersama dengan mereka semua. "Kalo begitu aku berangkat dulu. Kehadiranku juga tidak dibutuhkan. Hanya mengganggu saja nanti," lanjutnya.
Setelah itu, Vira kembali melangkah. Dia tidak memperdulikan apa yang akan dipikirkan oleh semua orang tentangnya, sekarang ini yang terpenting bagi Vira adalah kebahagiaannya sendiri. Selama ini dirinya sudah terlalu banyak sakit hati, sekarang tidak lagi, dia akan menjadi wanita yang tangguh dan tidak boleh terlihat lemah. Apalagi sekarang prioritas semua orang berganti kepada Weny, madunya.
Yudha berdiri dari duduknya dan mengejar Vira. Ditahannya tangan wanita itu agar tidak melanjutkan jalannya.
"Kamu masih marah denganku?" tanya Yudha.
"Nggak, Mas. Aku nggak marah. Aku telah terbiasa diacuhkan," ujar Vira. Dia melepaskan tangan Yudha dan kembali berjalan meninggalkan pria itu.
Vira memang telah bertekat akan melepaskan semua tentang pria itu. Mungkin memang berpisah jalan terbaik bagi pernikahannya.
Vira tidak ingin memikirkan hal itu terus, saat ini yang lebih penting adalah pekerjaannya. Hari ini hari yang sangat penting bagi perusahaannya, pasalnya hari ini akan ada pertemuan bisnis penting yang mana jika hal ini berhasil akan sangat menguntungkan bagi perusahaan. Itu sebabnya Vira tidak ingin terlambat dan akan kembali mengecek kelengkapan semua berkas sebelum acara pertemuan berlangsung.
...****************...