Nadia adalah cucu dari Nenek Mina, pembantu yang sudah bekerja di rumah Bintang sejak lama. Perlakuan kasar Sarah, istri Bintang pada Neneknya membuat Nadia ingin balas dendam pada Sarah dengan cara merebut suaminya, yaitu Majikannya sendiri.
Dengan di bantu dua temannya yang juga adalah sugar baby, berhasilkah Nadia Mengambil hati Bintang dan menjadikannya miliknya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunis WM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
“Bi Minaaaa...” teriak Sarah ketika selesai mandi dan tidak menemukan pakaian yang akan dia pakai hari ini.
“Bi Minaaaaaa....” teriak Sarah sekali lagi.
Bi Mina, nenek yang sudah berusia enam puluh tahun lebih itu berlari tergopoh-gopoh menuju kamar utama di mana asal suara teriakan itu berada.
“Aku kan sudah bilang kalau aku mau pakai baju kemeja biru yang tempo hari aku beli, kenapa masih belum di siapkan. Aku sudah hampir terlambat” kata Sarah pada Bi Mina masih dengan nada suara tingginya ketika Bi Mina masuk ke dalam kamarnya.
“Maaf Nyonya, saya pikir Tuti sudah menyiapkannya jadi saya turun untuk membuat sarapan” kata Bi Mina sambil mengucapkan maaf berulang kali.
“Alasan saja kamu. Sudah sana, cepat siapkan” kata Sarah lagi. Bi Mina lalu bergegas mencari baju yang di maksud Sarah. Setelah menemukan baju yang di maksud, Bi Mina kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Nenek tua itu mengusap peluh yang mengalir di keningnya karena berlari tadi.
Sarapan sudah tersaji di atas meja, suami Sarah juga sudah ada di sana sejak tadi. Setelah berpakaian dengan rapi, Sarah lalu turun dan ikut sarapan bersama suaminya.
“Kamu kenapa lagi sih?” tanya Bintang Aditama, suami Sarah. Wanita itu tidak menjawab suaminya, dia hanya sibuk menikmati sarapannya.
“Sarah, aku bicara sama kamu” Bintang kesal karena di abaikan oleh istrinya.
“Nggak ada apa-apa, hanya pembantu kamu itu kerjanya tidak becus. Lagi pula kenapa kamu tidak pecat saja dia, dia itu sudah tua, sudah tidak bisa lagi bekerja. Nyusahin aja” jawab Sarah panjang lebar tanpa melihat ke arah suaminya.
“Bi Mina itu sudah bekerja sama keluargaku sejak dulu, dan menurut aku juga kerjanya masih bagus”
“Jadi maksud kamu, aku yang salah” balas Sarah. Wanita itu tidak terima jika suaminya lebih membela pembantu dari pada dirinya. Dia meletakkan sarapannya dan pergi meninggalkan suaminya.
Melihat Sarah yang kesal, Bintang mengejar istrinya itu dan minta maaf padanya.
“Lain kali jangan bela pembantu sialanmu itu di depanku”
“Iya, aku minta maaf,” Bintang lebih memilih mengalah dari pada melanjutkan perdebatan dengan istrinya. Mereka berdua lalu pergi dengan kendaraan yang berbeda. Setelah sebelumnya Bintang memberi ciuaman mesra pada istrinya yang juga di sambut Sarah tidak kalah mesranya.
Bintang Aditama adalah seorang pengusaha kaya raya yang menikahi Sarah Diandra lima tahun yang lalu. Mereka menikah atas dasar cinta dan tidak ada paksaan apapun dari salah satunya walaupun usia mereka terpaut cukup jauh.
Tahun ini Bintang akan berusia tiga puluh lima tahun Sementara sarah akan berusia dua puluh tujuh tahun.
Sarah bekerja sebagai designer profesional yang menangani pakaian untuk kalangan atas, termasuk artis dan istri para pejabat juga kolega suaminya. Dengan mendompleng nama besar suaminya, kariernya kian menanjak sampai bisa sesukses seperti saat ini.
Pernikahan mereka belum di karunia anak hingga saat ini, bukan karena ada masalah kesehatan di antara mereka tapi karena Sarah belum ingin memiliki anak. Dia tidak mau selama hamil akan menghambat pekerjaan yang sangat dia cintai itu.
Berbeda dengan Bintang, laki-laki itu sudah sangat ingin memiliki keturunan karena usianya yang sudah tidak muda lagi. Belum lagi desakan dari orang tuanya yang memintanya segera memberikan keturunan untuk penerus perusahaan keluarga karena Bintang adalah anak tunggal di keluarganya.
Karena sangat mencintai istrinya dan tidak ingin orang tuanya menyalahkan Sarah, Bintang mengatakan kepada orang tuanya bahwa dialah yang bermasalah. Ada kelainan padanya sehingga susah untuk mendapatkan keturunan. Alhasil, orang tuanya pun tidak menyalahkan sarah dan hanya mendesak Bintang untuk berobat secara rutin.
Setelah pasangan suami istri itu pergi, barulah Bi Mina dan dua orang pelayan yang lain bisa sarapan.
“Maaf yah, Bi. Aku tadi lupa menyiapkan baju untuk Nyonya. Jadinya Bi Mina yang kena semprot” kata Tuti. Tadi dia ada di kamar utama mengambil pakaian kotor sekaligus menyiapkam pakaian untuk Sarah, tapi karena terkejut melihat Bintang yang tiba-tiba ada di belakangnya, dia pun tidak jadi menyiapkan baju untuk Sarah padahal Bi Mina sudah meminta tolong untuk menyiakan baju itu.
“Iya” Bi Mina mengusap lembut rambut Tuti karena tidak mau membuat gadis itu merasa bersalah. Bi Mina juga tidak mau gadis-gadis muda ini mengalami apa yang dia alami, biarkan saja dia yang sudah banyak makan asam garam kehidupan yang mendengar kata-kata kasar dan makian Sarah tiap hari.
Sejak Sarah masuk ke rumah itu, semua memang jadi berbeda. Sarah sangat perfek hingga pada hal-hal kecil. Tidak boleh ada pakaian kotor di dalam kamar saat dia pulang bekerja. Tidak boleh ada makanan yang sama di sajikan dua kali sehari di atas meja. Seprei harus di ganti tiga kali seminggu dan juga gorden di kamar harus di ganti dua kali seminggu dan masih banyak aturan-aturan baru yang dia keluarkan.
Saat melayani orang tua Bintang dulu, jika makan siang tidak habis, makanan itu tidak boleh di buang dan di makan lagi malam harinya kalau memang masih layak untuk di makan. Mereka orang yang sangat menghargai apapun yang di lakukan orang lain kepada mereka, walaupun mereka membayar untuk itu.
“Sayang banget, Tuan harus menikah dengan orang seperti Nyonya”, seloroh Ami, pelayan yang lain.
“Hussh, tidak boleh bicara seperti itu. Jodoh itu sudah ada yang mengatur, bukan kita yang menentukan. Lagi pula, Tuan kan juga bahagia dengan Nyonya, jadi kita harus ikut mendoakan kebahagian mereka,” kata Bi Mina menasehati gadis-gadis itu.
Kedua gadis itu juga muak menghadapi Sarah yang suka protes tentang pekerjaan yang mereka sudah lakukan dengan baik, tapi gaji mereka bekerja di rumah itu lumayan tinggi, jadi mereka hanya mengurut dada menghadapi Sarah.
“Ada apa sih, pagi-pagi sudah ngumpul. Nyonya dan Tuan sudah pergi?” Nadia, cucu Bi Mina yang bertanya. Dia sudah lengkap dengan seragam sekolahnya. Hari ini dia pergi sekolah agak terlambat karena ada rapat guru-guru di sekolah.
“Iya”, jawab Ami.
“Tadi Bi Mina ke....” Tuti tidak melanjutkan ucapannya setelah Bi Mina memberi kode lewat tatapan mata padanya.
“Kenapa, kena semprot nenek sihir itu lagi,” tebak Nadia. Gadis itu sudah sering mendengar Sarah meneriaki Neneknya, tapi tiap kali Nadia ingin membela neneknya, Bi Mina selalu menahannya.
“Kita punya hutang yang besar pada Tuan dan Nyonya besar, Nyonya Sarah itu adalah menantu mereka, kita harus menghormatinya” kalimat itu yang selalu Bi Mina katakan kepada Nadia.
Nadia tentu menyadari hal itu, dia juga sangat menghormati Tuan dan Nyonya besar karena berkat kebaikan hati mereka, Bi Mina dan Nadia bisa punya tempat untuk berteduh dari teriknya matahari dan dinginnya air hujan. Dan berkat mereka juga, Nadia bisa mendapatkan pendidikan yang layak.
“Sabar ya, Nek. Setelah Nadia tamat sekolah, Nadia akan cari kerja dan bawa Nenek keluar dari rumah ini”, kata Nadia. Bi Mina hanya tersenyum sambil mengusap rambut panjang cucunya itu.
Di mana orang tua Nadia? Ibunya meninggal saat melahirkannya dan Ayahnya meninggalkannya saat itu juga. Hanya ada Bi Mina di sana, wanita tua itu memutuskan untuk membawa Nadia dan membesarkannya walaupun keluarga sudah menyarankan untuk menitipkannya di panti asuhan
kalau di kehidupan nyata sudah pasti salah.