Siapa sangka niatnya merantau ke kota besar akan membuatnya bertemu dengan tunangan saudara kembarnya sendiri.
Dalam pandangan Adam, Emilia yang berdiri mematung seolah sedang merentangkan tangan memintanya untuk segera memeluknya.
"Aku datang untukmu, Adam."
Begitulah pendengaran Adam di saat Emilia berkata, "Tuan, apa Tuan baik-baik saja?".
Adam segera berdiri lalu mendekat ke arah Emilia. Bukan hanya berdiri bahkan ia sekarang malah memeluk Emilia dengan erat seolah melepas rasa rindu yang sangat menyiksanya.
Lalu bagaimana reaksi tunangan kembaran nya itu saat tau yang ia peluk adalah Emilia?
Bagaimana pula reaksi Emilia diperlakukan seperti itu oleh pria asing yang baru ia temui?
Ikuti terus kisah nya dalam novel "My Name is Emilia".
***
Hai semua 🤗
ini karya pertamaku di NT, dukung aku dengan baca terus kisah nya ya.
Thank you 🤗
ig : @tulisan.jiwaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hary As Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Menjaganya di Rumah Sakit (2)
Pagi hari Adam terbangun karna mendengar suara dokter Harris dan perawat yang masuk ke dalam ruang VVIP. Dokter Harris akan memeriksa keadaan Emilia. Adam pun beranjak dari kursi lalu masuk ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan membasuh muka nya.
“Bagaimana keadaan nya, dokter?” tanya Adam setelah dokter Harris memeriksa Emilia.
“Kondisinya semakin membaik. Sebentar lagi Nona Emilia pasti sadar. Nanti kalau sudah sadar, Nona Emilia harus segera sarapan dan minum obat. Suster akan segera mengantar nya sebentar lagi.” Jawab dokter menjelaskan keadaan Emilia yang mulai membaik.
“Baik, dokter. Lalu apa dia masih lama harus dirawat disini?”
“Kalau kondisi nya terus membaik, kemungkinan besok atau lusa dia sudah boleh pulang. Tapi jahitan di bagian perutnya harus diperhatikan. Untuk sementara dia tidak boleh terlalu banyak beraktivitas yang berat dulu.”
Adam pun mengangguk tanda mengerti apa yang dokter sampaikan kepadanya.
“Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu, Tuan.” Dokter Harris dan perawat nya lalu pergi meninggalkan kamar.
Adam kembali duduk di kursi tempat ia tidur semalam. Tak lama setelah itu sesuai prediksi dokter, Emilia pun tampak sadar dari tidurnya. Tangannya mulai bergerak perlahan. Mata nya pun mulai terbuka melihat ruangan di sekitarnya.
“Aku dimana ini? Apa aku di rumah sakit?” tanya Emilia dengan suara nya yang masih serak.
“Kau sudah bangun? Iya, kau di rumah sakit. Tenang saja, kau baik-baik saja sekarang.” Jawab Adam sambil menggenggam tangan Emilia.
“Haus...aku haus...” lirih nya pelan.
Adam segera mengambil segelas air putih di atas nakas lalu memberikannya pada Emilia. Ia membantu Emilia untuk sedikit bangun dan meminumkan air untuk Emilia. Setelah dirasa cukup, ia kembali meletakkan gelas di tempatnya.
“Bagaimana? Kau merasa lebih baik? Sebentar lagi suster akan membawa sarapan dan obat. Kau harus makan, ya.”
“Apa Tuan yang menolongku?”
“Tentu saja. Aku yang menolongmu meskipun terlambat. Maafkan aku terlambat menolongmu dan kau harus terluka seperti ini.”
“Terimakasih, Tuan. Terimakasih sudah menolongku. Untung Tuan ada disana, kalau tidak aku....”
“Sssttt...” Adam meletakkan jari di bibirnya, meminta Emilia untuk tak melanjutkan perkataannya.
“Sudahlah, tidak perlu dibahas lagi. Yang penting sekarang kau sudah disini dan kau akan segera sembuh.” Lanjut Adam.
“Terimakasih, Tuan.” Ucap Emilia pelan.
“Adam. Panggil aku Adam. Bukan Tuan. Kau bukan karyawan ku lagi kan?”
“Tapi......”
“Tidak ada tapi, bukankah kau yang memilih untuk tidak menjadi karyawan ku lagi? Jadi mulai sekarang panggil aku Adam.”
Emilia tak dapat membantah Adam lagi. Dia hanya mengangguk menyetujui permintaan Adam.
Tak lama suster datang membawa sarapan dan obat untuk Emilia. Awalnya Emilia mengira suster yang akan menyuapinya, ternyata Adam bersikeras untuk menyuapinya sampai ia benar-benar menghabiskan semua sarapannya dan meminum obatnya.
Diperlakukan seperti itu membuat Emilia menjadi canggung. Bukankah mereka sebelum nya seperti kucing dan tikus, lalu mengapa sekarang Adam sangat perhatian begini padanya. Tak dipungkiri Emilia merasa sangat senang dengan perlakuan Adam.
Adam merawat Emilia dengan sangat baik. Ia bahkan tak ingin keluar kamar walau sebentar. Paling saat Emilia hendak mandi dan berganti pakaian baru lah suster yang akan membantu nya. Selebihnya Adam yang turun tangan membantu Emilia.
Adam juga menyediakan semua kebutuhan Emilia dengan baik termasuk pakaian ganti untuk Emilia. Dan tentu saja itu semua atas campur tangan Ian. Ian harus bersusah payah mencari pakaian yang lengkap untuk Emilia selama di rumah sakit. Untung saja sekretaris Clara mau membantunya.
***
Keesokan harinya seperti biasa setelah kunjungan dokter datanglah suster yang membawa sarapan dan obat untuk Emilia. Adam yang tadinya duduk di sofa berpindah duduk di kursi di samping ranjang Emilia.
“Biar aku saja. Aku sudah lebih baik.” Kata Emilia saat melihat Adam mengambil bubur yang telah disediakan.
“Biar aku saja, kau masih belum boleh banyak gerak.” Sahut Adam yang mulai mengaduk-aduk bubur.
“Yang sakit perutku, bukan tangan ku.” Kata Emilia lagi.
Tiba-tiba Adam mencubit tangan Emilia. Membuat nya berteriak, “Aaawwwww.... kenapa kau mencubitku?”
Sebenarnya cubitan itu tidak begitu sakit, tapi dia kaget saja Adam mencubitnya tiba-tiba.
“Aku hanya memberi contoh. Tangan mu yang aku cubit, tapi mulutmu yang berteriak. Begitu juga dengan tubuh kita, satu yang sakit, semua ikut merasakan.” Jawab Adam
Bilang saja kau sengaja mau mencubitku kan. Lagipula kalau kau terlalu baik begini padaku, aku kan jadi salah tingkah. Batin Emilia.
“Kenapa wajahmu tiba-tiba merah?” tanya Adam.
“Ah, tidak. Tidak kok. Perasaanmu saja.” Emilia berkilah dengan cepat.
“Bubur nya sudah tidak terlalu panas. Makan lah aaaaaaa....” kata Adam sambil menyuapkan sesendok bubur ke mulut Emilia.
Emilia dengan malu-malu menelan nya. Awalnya malu-malu, lama-lama habis juga semangkuk bubur itu. Setelah itu Adam pun juga membantu nya untuk minum obat.
“Tuan.” Panggil Emilia
“Adam.” Kata Adam membetulkan panggilan Emilia.
“Ah iya, maaf. Adam, aku baru teringat tentang motor dan box roti jualanku. Bagaimana nasibnya? Tas ku juga. Di dalamnya ada uang hasil penjualan roti.” Tanya Emilia dengan cemas, ia baru teringat dengan motor dan box rotinya.
“Kau tenang lah. Semua sudah ku urus. Tas mu ada di dalam lemari itu. Aku tidak mengambil apapun disana. Motor dan box rotinya sudah dikembalikan ke toko. Aku juga sudah mengganti uang rotinya. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan.” Kata Adam menjelaskan panjang lebar karena memang semua sudah diurusnya.
“Dari kemarin kau terus menemaniku. Kapan kau mengurusnya?”
“Aku menyuruh orang lain yang mengurusnya.”
“Asistenmu? Ian?”
“Iya.”
“Aku harus berterima kasih padanya nanti.”
“Hey, aku yang menyuruhnya. Kau berterima kasih padaku saja.” Kata Adam agak tidak terima Emilia malah mau berterima kasih pada Ian.
“Iya, aku tentu berterima kasih padamu. Terimakasih banyak atas bantuan mu selama ini. Nanti uang roti yang ada padaku akan kuberikan padamu.”
“Tidak usah. Simpan saja untuk keperluanmu.”
“Tidak bisa. Aku akan tetap akan mengganti uangmu.”
“Kenapa kau ini keras kepala sekali?”
“Bukan keras kepala, Adam. Aku hanya ingin bertanggung jawab. Mudah-mudahan setelah ini kak Farah masih mau menerimaku bekerja di tempatnya.”
“Tidak. Kau tidak boleh bekerja disana lagi. Kau masih sakit.”
“Kenapa kau jadi mengaturku? Cuma disana tempat yang mau menerimaku sebagai karyawan nya.”
Adam merasa bersalah dengan ucapan Emilia. Atas permintaan nya lah semua perusahaan menolak lamaran pekerjaan Emilia.
“Aku minta maaf. Karna aku, kau jadi kesusahan mencari pekerjaan. Aku hanya ingin kau kembali bekerja di perusahaanku.”
“Hmmm....untuk itu aku rasa aku belum bisa. Sepertinya aku akan bekerja di tempat lain saja.”
“Kenapa? Apa yang salah sampai kau tidak mau bekerja di tempatku?”
Dih, kenapa masih tanya? Kau menciumku sembarangan, apa kau lupa?
“Maaf. Tapi kali ini tolong jangan paksakan aku dulu. Aku akan tetap bekerja di tempat lain.”
“Baiklah. Terserah kau saja. Sekarang kau istirahat lah dulu agar cepat sembuh. Kalau kondisi mu membaik besok kau boleh pulang.”
“Iya, baiklah. Aku juga sudah rindu kasur di kontrakan ku.” Kata Emilia sambil tersenyum senang mendengar dia akan segera pulang.
“Tidak. Kau jangan kembali dulu ke kontrakanmu. Kau sendirian disana. Tidak ada yang mengurusmu.” Bantah Adam
“Lalu aku harus kemana kalau bukan pulang ke kontrakanku?” tanya Emilia bingung.
“Ke apartemen ku.”
“Haaaahhhh?”
Emilia mendadak terkejut mendengar Adam akan membawa nya pulang ke apartemen nya.
nana naannananaa