Ricard Dirgantara, pelayan bar yang terpaksa menjadi suami pengganti seorang putri konglomerat, Evelyn Narendra.
Hinaan, cacian dan cemooh terus terlontar untuk Richard, termasuk dari istrinya sendiri. Gara-gara Richard, rencana pernikahan Velyn dengan kekasihnya harus kandas.
Tetapi siapa sangka, menantu yang dihina dan terus diremehkan itu ternyata seorang milyader yang juga memiliki kemampuan khusus. Hingga keadaan berbalik, semua bertekuk lutut di kakinya termasuk mertua yang selalu mencacinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 : NAFKAH
Sontak saja Richard melebarkan kelopak matanya. Cengkeraman bolpoin di tangannya menguat, dengan geram mengentakkan alat tulis itu di meja beberapa ketukan. “Otakmu lagi jalan-jalan ke mana, hah?” sentak lelaki itu dengan tatapan seruncing ujung tombak.
Delon mengerjap dengan mulut menganga, ia baru tersadar jika salah bicara. Wajar saja, karena Delon belum pernah bertemu dengan istri sang bos. “Ma... maaf, Tuan. Saya juga tidak tahu!” ungkap Delon menunduk dalam.
Helaan napas berat berembus dari mulut Richard. Melepas dasinya dengan kasar lalu menghempas punggung pada sandaran kursi. “Cari tahu!” titah Richard tidak mau tahu dari mana sumber yang akan digali oleh asistennya.
Terdiam selama beberapa saat, berpikir cepat dari mana ia harus mendapat informasi mengenai kehamilan. Hingga sebuah nama yang terlintas di benak Delon, membuat lelaki itu mengangguk bersemangat. Delon segera meraih ponselnya lalu menekan panggilan pada seseorang.
Selang beberapa detik, Delon tampak bersemangat ketika panggilannya dijawab. Tanpa memperhatikan keterkejutan sang bos.
“Halo, Caty!” sapa Delon membuat Richard tersedak udara.
Nama yang sangat tidak asing di telinga. Ya, Richard masih memiliki kesalahan terpendam pada wanita bernama Caty itu. Lima tahun yang lalu, Richard melarikan diri tepat di hari pernikahannya bersama jodoh pilihan sang kakek. Sejak saat itu, mereka sama sekali tidak pernah berkomunikasi lagi. Dan sekarang, Delon sepertinya tengah mengundang angin ribut antara dua sejoli itu.
“Ada hal penting, Delon?” balas wanita itu di ujung telepon. Richard tentu bisa mendengarnya dengan jelas, karena loudspeaker telah diaktifkan.
“Ah, tidak. Aku hanya ingin menanyakan sesuatu. Harus kamu jawab tanpa menimpali pertanyaan lain!” tegas Delon.
“Ya, silakan.”
Delon menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya bersuara, “Cat, bagaimana ciri-ciri wanita hamil?” tanya lelaki itu tanpa basa-basi.
“Emm... Enggak semua gejala sama. Ada yang mual muntah, ada yang sering pusing, sering pingsan, ada pula yang enggak ada gejala apa-apa. Eh, by the way, wanita mana yang kamu hamili, Delon? Berani juga kamu ternyata,” papar Caty terkekeh.
“Ah begitu, bukan aku, tapi si bos!”
“What?” teriak Caty mendengungkan telinga dua lelaki di sana.
Buru-buru Richard berlari dari tempat duduknya, bahkan sampai hampir tersungkur demi bisa membungkam mulut asistennya.
“Delon! Jadi Icad sudah pulang?” tambah Caty menggebu-gebu.
Delon membeku kala menoleh, dan mendapati pelototan sang bos. Bibirnya pun bungkam karena ditutup rapat oleh Richard. Delon mengangguk paham, sadar akan kesalahannya. Padahal di ujung telepon, suara Caty terus memekik memanggil-manggil nama Delon.
Melihat kondisi sudah aman, Richard meraih ponsel Delon lalu mematikannya secara sepihak. Barulah Richard melepas bekapan tangannya.
“Delon!” teriak Richard menggelegar tepat di telinga Delon. Gendang telinganya serasa bergetar hebat. Sekujur tubuh Richard bahkan menegang diiringi deru napas yang tak beraturan.
"Maaf, Tuan. Habisnya saya bingung mau cari tahu di mana. Caty sudah menjadi dokter kandungan sekarang. Makanya saya bertanya padanya,” tutur Delon membungkuk setengah badan, “Maafkan saya, Tuan!” tambah Delon, bulir keringat sudah mulai membasahi wajahnya.
“Aayys! Aku enggak mau ketemu dia, Delon. Gimana kalau nanti dia ke sini, hah? Mulutmu itu!” kesal Richard menendang bokong Delon tanpa tenaga.
Richard hanya bingung, bagaimana caranya meminta maaf pada Caty dan keluarganya. Belum ada dalam daftar rencana Richard ke depannya. Ia hanya belum siap.
“Tunggu! Mual muntah? Pusing? Jangan-jangan ....” Menepis segala rasa kesalnya, Richard baru teringat jawaban Caty.
“Istri Anda hamil, Tuan?”
“Tidak tahu! Tapi tanda-tandanya mirip. Sudah sana keluar! Kalau Caty datang, usir aja. Bilang aku belum pulang!” ketus Richard kembali duduk ke kursinya.
“Baik, Tuan. Tiga puluh menit lagi kita ada meeting dengan klien dari luar negeri. Tempatnya di Cafe Green House,” tutur Delon sebelum akhirnya keluar dari ruangan.
Pikiran Richard melayang pada sang istri. Manik mata hitamnya bergerak pada kalender duduk di meja, meraihnya sembari mengingat-ingat. “Dua bulan lalu, di tanggal ini aku telah bersumpah di hadapan Tuhan dan orang tuamu untuk menjadi pendampingmu. Mungkin semua yang aku lakukan masih belum cukup membayar hal paling berharga dalam hidupmu, bahkan kamu terlihat tertekan. Semoga kepergianku, membawa kebahagiaan untukmu, Velyn,” gumam lelaki itu membayangkan istrinya.
Richard membuka M-Banking di ponselnya. Ia baru teringat, selama ini belum pernah memberikan nafkah untuk istrinya. Jemarinya bergerak lincah untuk mentransfer sejumlah uang ke rekening pribadi istrinya, yang pernah diberikan sewaktu mereka baru sehari menikah. Meski waktu itu Velyn menghinanya, nafkah yang ia beri pasti tak seberapa. Setelah mengetik sebuah pesan, Richard segera bersiap untuk meeting.
\=\=\=\=ooo\=\=\=\=
Di Villa ....
Velyn semakin frustrasi ketika tak mendapat informasi apa pun dari penjaga Villa. Mereka hanya menceritakan perjalanan hidup Richard bersama kakeknya. Tiba-tiba di tengah kegundahan, Velyn mendapat notifikasi bank di ponselnya. Benda pipih itu selalu dibawa ke mana pun, khawatir jika Richard memberi kabar dan ia tidak tahu.
Kening Velyn mengernyit dalam, terkejut karena mendapat transferan dengan nilai fantastis. Manik matanya melebar, menghitung angka yang tertera takut salah lihat. Melihatnya berulang kali, ternyata pandangannya tak salah. Nominal tiga digit dengan enam angka di belakangnya sangat mengejutkan.
“Richard Dirgantara?” gumam Velyn saat membaca nama sang pengirim. Semakin terkejutlah wanita itu. Dadanya berdebar tak karuan.
Notifikasi selanjutnya juga kembali masuk, transferan dengan pengirim yang sama dengan nominal berbeda. Hanya dua digit saja. “Astaga, apa ini?” gumam Velyn bertanya-tanya.
Sebuah pesan juga masuk ke ponselnya dengan nomor asing. “Maaf karena lupa memberimu nafkah selama dua bulan. 300 juta untukmu, sedangkan 30 juta untuk ART yang kemarin aku bawa. Tolong berikan ya, aku tidak sempat” ~Richard.
Mulut Velyn menganga lebar, detak jantungnya bertambah berkali-kali lipat. Jemarinya bergetar saat menekan icon panggil pada nomor tersebut. Berulang kali Velyn mengatur napas dan menelan salivanya susah payah, sembari menunggu dering tunggu di ponselnya.
Bersambung~
semoga sehat selalu 🤗🤗🤗
ck.. ck.. ck..
Malunya gak akan abis tujuh turunan..
Sulit buat Velyn.. makin cinta dech.. /Heart//Heart/
aq kasih bunga sama Vote
Mana panas pula lihat Stevy dah masuk mobil Delon