Naina dijual ibu tirinya untuk menikah dengan pria yang tersohor karena kekayaan dan buruk rupanya, juga menjadi pemegang rekor tertinggi karena setiap tahunnya selalu menikahi ratusan wanita. Selain itu, Minos dikenal sebagai psikopat kejam.
Setiap wanita yang dinikahi, kurang dari 24 jam dikabarkan mati tanpa memiliki penyebab kematian yang jelas. Konon katanya para wanita yang dinikahi sengaja dijadikan tumbal, sebab digadang-gadang Minos bersekutu dengan Iblis untuk mendapatkan kehidupan yang abadi.
“Jangan bunuh aku, Tuan. Aku rela melakukan apa saja agar kau mengizinkanku untuk tetap tinggal di sini.”
“Kalau begitu lepas semua pakaianmu di sini. Di depanku!”
“Maaf, Tuan?”
“Kenapa? Bukankah kita ini suami istri?”
Bercinta dengan pria bertubuh monster mengerikan? Ugh, itu hal tergila yang tak pernah dibayangkan oleh Naina.
“... Karena baik hati, aku beri kau pilihan lain. Berlari dari kastil ini tanpa kaki atau kau akhiri sendiri nyawamu dengan tangan di pedangku?”
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Piscisirius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13 - Potongan Mimpi
Sebelum matahari mulai unjuk diri dan memberi warna pada cakrawala, Naina sudah lebih dulu bangun dari tidurnya yang gelisah. Gadis itu duduk termangu di tepian kasur dengan tatapan penuh bingung, belakangan ini mimpi bersambung yang sudah lama hilang muncul kembali.
Potongan mimpi abstrak yang tak pernah Naina mengerti selalu menghantui sejak dirinya menginjak usia tujuh tahun, tapi rasanya sudah lama sekali mimpi itu tak lagi mampir ke dalam bawah sadarnya, tapi anehnya sudah hampir satu minggu ini mimpi itu kembali datang.
Mengangkat kedua telapak tangannya yang gemetar, Naina memandanginya lamat-lamat. Kemudian bergumam tanpa suara, “Aku tidak bisa mendeskripsikan mimpi itu seperti apa, yang jelas dalam mimpi itu tidak ada aku di dalamnya.”
Mimpi yang muncul bagai kaset rusak yang dipaksa diputar. Di dalamnya hanya ada sepasang remaja asing yang tak pernah Naina lihat sebelumnya. Mereka mengisi seluruh dunia mimpi, tanpa tahu bagaimana alur dalam mimpi tersebut seperti apa.
Potongan-potongan mimpi layaknya kaset rusak terus datang menghampiri dan itu membuat Naina gelisah, karena setelahnya selalu terbangun dengan peluh yang membanjiri seluruh permukaan wajahnya. Dadanya berdegup-degup, serupa gemuruh hebat yang menyambar berkali-kali, dan energinya terasa terkuras habis.
“Sebenarnya mereka siapa? Kenapa mereka selalu datang ke dalam mimpiku?” Naina mengusap wajahnya yang basah, memejamkan mata sejenak sembari mengembuskan napas berat.
Kemudian bangkit dari tepian kasur, menyadari bahwa matahari semakin meninggi. Naina tak bisa terus merenung karena bisa dianggap sedang bermalas-malasan, ia harus membuat sarapan dan membersihkan beberapa ruangan.
“Anggap saja itu bunga tidur.” Naina mencoba menepis mimpi yang terus menghantui pikirannya.
Mulai bergegas merapihkan diri sebentar sebelum memutuskan untuk turun ke bawah. Naina juga belum terpikirkan akan membuat sarapan apa pagi ini, mengingat malam tadi pun makanan yang dibuatnya tak dihabiskan oleh sang suami.
Tapi...
“Eh?” Naina mengerjap-ngerjap, raut kebingungan membingkai wajah lugunya.
Melihat meja panjang di ruangan utama yang berserak oleh piring kotor dan remeh makanan berceceran di mana-mana, Naina sempat bertanya-tanya dalam pikiran. Dia tidak tahu bahwa Tora memang menepati omongannya, padahal makanan sisa semalam terlalu banyak untuk seekor gagak kecil yang memiliki lambung tak seperti manusia.
“Aku tidak yakin jika dia benar-benar menghabiskan semua makanan sisa semalam.” Naina mengusap dagu, kaki tanpa alasnya melangkah maju, mengamati meja tersebut dari dekat.
Alisnya menyatu, matanya menyipit saat menemui bercak darah yang mengering di beberapa piring dan permukaan meja. Mulanya Naina mengira itu adalah saus tomat dari ikan yang dibuatnya, tapi setelah ditelisik itu adalah darah, dan bau amisnya tetap tercium meskipun sudah mengering.
“Kenapa instingku berkata...” Naina menggantungkan ucapan, pikirannya sudah menunjuk satu nama, tapi tertahan di lidah.
“Instingmu berkata apa?”
Saat mendapat sahutan seseorang dari belakang, Naina lantas terhenyak detik itu juga. Bahunya terangkat kaget, setengah tubuhnya reflek berbalik pada sumber suara, mendapati pria berjubah hitam dengan tudung yang menjuntai.
Dalam remang tudungnya hanya nampak sepasang mata ungu terang, menatapnya dengan tajam. Sedang permukaan wajah buruk rupa yang hancur berantakan tak terlalu nampak, tapi bau busuknya tercium amat pekat.
“A-ah, Tuan.” Naina sempurna membalikkan tubuh, membungkukkan punggung dengan kepala yang tertunduk dalam. “Se-selamat pagi, Tuan...” sapanya kikuk.
“Jangan banyak melamun dan berpikir macam-macam. Cepat buatkan aku sarapan dan lakukan tugasmu! Dan ingat, malam ini kau harus segera mengambilkan bunga mawar biru untukku. Tepat sebelum matahari terbit kau harus kembali,” kata Tuan Minos mengingatkan.
Naina langsung angguk-angguk paham. “Baik, Tuan.”
Setelah Tuan Minos berlalu pergi, masuk ke dalam perpustakaan pribadi dan pintu sudah menutup rapat, barulah Naina bisa bernafas dengan tenang. Aroma busuk itu perlahan-lahan menghilang, serta atmosfer ruangan tak lagi penuh dengan kengerian yang mencekam.
Tanpa mau membuang waktu, Naina segera berderap ke dapur. Hendak membuat sarapan untuk pagi ini, entah ada sisa bahan masakan apa yang bisa dibuat makanan. Sepertinya setiap sore Naina harus pergi ke hutan untuk mengumpulkan bahan masakan.
Hitung-hitung bisa bertemu dengan para binatang yang bisa berbicara. Naina tak pernah memiliki teman selama hidupnya, tak punya teman mengobrol juga, dan rasa nyaman muncul begitu saja ketika ia bertemu dengan para binatang di sana meskipun kehadirannya misterius.
“Halo, Naina!” Tora yang tiba-tiba datang langsung menyapa dan bertengger pada bahu gadis itu.
Sedikit terperanjat, Naina langsung mengukir senyum. “Hai, Tora! Selamat pagi!”
“Sedang membuat sarapan?”
Naina mengangguk. Tangannya cekatan memotong beberapa buah, memasukkannya ke dalam beberapa wadah.
“Aku tidak sabar ingin memakan masakanmu. Perutku lapar sekali.” Tora mengusap-usap perutnya dengan sayap.
Naina tertawa kecil. “Memangnya setelah menghabiskan sisa makanan semalam, kau masih belum kenyang? Aku tidak menyangka kau memiliki perut yang besar untuk menampung makanan sebanyak itu.”
Tora ikut terkikik. “Meskipun kecil begini, aku memiliki napsu makan yang tinggi. Dan asal kau tahu, aku bukan gagak biasa. Dengan aku yang bisa bicara dan berkomunikasi seperti ini, seharusnya kau sudah menyadari itu.”
Awalnya Naina kaget dan bingung melihat binatang bisa berbicara, seumur-umur dia tidak pernah tahu ada binatang yang memiliki kemampuan seperti itu. Tapi semakin lama dirinya mengenal dan tahu dunia luar semenjak tinggal di sini, banyak hal yang lebih membuatnya kaget lagi lebih dari itu.
Sarapan pagi ini disiapkan secara seadanya dengan bahan masakan yang tersisa di dapur. Piring berserakan dan remah makanan yang berceceran sudah dibersihkan, diganti dengan makanan baru yang dihidangkan.
Hanya ada beberapa potongan buah apel hijau, berry dan sop ikan sebagai menu utama. Semua tersaji rapih. Dan Naina sudah meninggalkan meja makan seiring Tuan Minos datang mendekat, melipir ke dapur untuk memakan makanannya sendiri.
Tak lama dirinya langsung mandi dan bersiap untuk membersihkan beberapa ruangan di kastil yang sudah lama tak terjamah. Meninggalkan ruangan utama, menaiki tangga dan menjelajah beberapa ruangan remang yang hanya diterangi oleh beberapa lilin di sudut ruangan.
“Kau boleh membersihkannya, tapi jangan biarkan ada satupun lampu yang menyala.”
Begitu pesan yang Naina terima dari Tora, gagak tersebut amat memperingati hal tersebut. Naina sempat mengira apa mungkin Tuan Minos membenci cahaya? Tapi jika memang iya, seharusnya kemarin sore dia tidak berkeliaran sampai ke taman belakang kastil.
Entahlah. Banyak misteri yang masih belum diketahui olehnya.
Naina mulai sibuk membersihkan ruangan kosong di samping kamar, membuka kaca-kaca jendela agar cahaya dari luar sedikit banyaknya memberi penerangan. Entah ini ruangan bekas apa, tapi ruangan-ruangan berendengan dengan kamarnya kosong tanpa perabotan. Seperti dibiarkan terbengkalai begitu saja.
“Hatchihh!” Entah sudah berapa kali Naina bersin-bersin. Hidungnya memerah, gatal sekali.
Terlalu banyak debu yang ia hirup, kemoceng di tangannya pun sudah tebal dengan debu yang menempel. Cat dinding yang mengelupas berjatuhan ke lantai, lumut-lumut yang menjamur menguarkan bau lembab.
Kakinya berjinjit-jinjit sesekali melompat, tangannya mengacungkan kemoceng tinggi-tinggi. Berusaha meraih sarang laba-laba yang memenuhi dinding bagian atas.
“Ekhem!”
Matanya melotot. Tubuhnya kaku seketika. Mendengar suara dehaman barusan, Naina langsung tahu siapa itu. Dan bau busuk semerbak memenuhi indera penciuman.
Naina sontak membatin penuh cemas, “Sejak kapan dia datang? Dan apa yang akan dia lakukan? Apa aku membuat kesalahan?”
Tuan Minos bersandar di bingkai pintu, menatap lekat lekuk tubuh gadis yang masih mematung di depan sana. Entah mengapa hanya memandangi punggungnya saja, jakun di lehernya menjadi naik turun.
“Malam ini, selepas kau berhasil membawa bunga mawar biru untukku, datanglah ke kamarku. Kenakan pakaian paling bagus yang ada di lemari bajumu,” ujar Tuan Minos, mengundang pikiran ambigu bagi siapapun yang mendengar.
Naina langsung membalikkan badan, berniat untuk bertanya sebelum menjawab. Tapi sesaat sebelum kepalanya tertunduk dan tubuhnya membungkuk, Naina dibuat kebingungan, kedua matanya berkedip cepat. Segera celingukan saat tidak melihat kehadiran Tuan Minos di sana.
“Eh? Cepat sekali perginya.” Naina masih melongo.
Derap langkahnya pun tidak terdengar, datang dan perginya benar-benar tidak bisa terendus. Terkecuali bau busuk yang menguar dari wajah dan tubuhnya.
“Padahal aku ingin bertanya, untuk apa aku mendatanginya malam ini.” Tangannya menggaruk pelipis, sedikit bingung dan juga mulai menduga-duga sendiri.
“Apa jangan-jangan...”
Naina tidak lupa bahwa sampai detik ini dirinya belum pernah melakukan ‘hubungan’ yang membuatnya menjadi istri seutuhnya dari pria buruk rupa tersebut. Jadi menurutnya, kemungkinan besar hal itu akan terjadi malam ini.
***